Trauma

278 24 84
                                    

A friendly reminder : lapak bottom!san

Juga jan lupa baca chap 2 dulu sebelum baca chap 3 ini

Juga jan lupa baca chap 2 dulu sebelum baca chap 3 ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ah, syukurlah. Akhirnya kau sadar juga."

Hendery sudah menggenggam telapak tangan San ketika adiknya itu perlahan membuka mata. Ruangan luas seperti kamar tidur yang nyaman, hanya saja warnanya serba putih. Bau khas obat obatan. Selang infus terhubung ke tangan. San hapal betul dimana ia berada sekarang. Di mana lagi kalau bukan ruang inap VIP?

"Di mana eomma dan appa?" San bertanya lemah. Kepalanya terasa sangat pusing. Pipi kirinya juga terasa sakit. Ada memar bekas pukulan di sana.

"Ah, kau tidak tahu ya. Mereka sudah menjagamu, mengawasimu, menunggu kesadaranmu hadir selama tiga hari ini. Karena aku merasa tidak tega, jadi aku meminta keduanya untuk beristirahat di rumah." Dan bergantian menjaga San, dengan Hendery. Setelah ini ia akan mengabari kedua orang tuanya bahwa sang putra bungsu telah terbangun setelah melewati masa masa kritisnya.

San spontan bangkit untuk duduk. "Tiga hari?! Ah..." San memegangi kepalanya yang terasa semakin sakit.

"Pelan pelan saja sayang, kondisimu belum pulih benar." Hendery mencoba untuk membaringkan San kembali dengan mendorong pelan bahu adik kembarnya itu. Tapi San menolak.

"Kalau begitu aku sudah tidur terlalu lama." San bahkan hendak turun dari atas ranjangnya kalau bukan karena sang kakak menahannya.

"Mau ke mana, jagoan?"

"Ada perusahaan yang harus kuurusi."

Ck, si kuat satu ini.

"Jangan memikirkan apa pun untuk saat ini. Hilangkan semua beban dalam pikiran. Beristirahatlah, kau masih berada dalam masa pemulihan. Makan yang banyak, minum obat, lalu tidur, kalau kau ingin cepat sembuh."

"Cih, cliche."

Hendery selalu memberi nasihat yang sama setiap kali adik kesayangannya itu sakit sejak kecil dulu. Ia benar benar sosok kakak yang mengayomi sepenuh hati.

"Dery, perutku sakit. Baby baik baik saja kan?"

Hendery menghela napas pelan.

"Sama halnya denganmu, anakmu juga telah berjuang dalam masa kritisnya beberapa hari kemarin. Tapi overall, dia baik baik saja."

"Ah, syukurlah. Kukira kau akan mati saat itu juga, nak. Terima kasih karena telah bertahan." San meneteskan air mata haru ketika mengelusi perutnya. Segera menghapus jejak basah itu karena tidak ingin terlihat lemah di hadapan sang kakak. Meskipun sebenarnya Hendery sudah pernah melihat segala sisi kelemahan San. Tidak ada lagi yang bisa San sembunyikan darinya.

San begitu bahagia. Ini adalah anak yang ia nanti nantikan kehadirannya. Ia akhirnya bisa mendapatkan kabar baik terkait munculnya anak ini setelah sekian lama berusaha untuk membuatnya. Jadi ia tidak mau menyia nyiakannya, apalagi kehilangannya.

P R E C I S T E P • WooSan ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang