06. Hai Janu, Jani Kena Hukum

49 11 0
                                    

Raut mukanya nampak semakin bingung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raut mukanya nampak semakin bingung. Lelaki itu memiringkan kepala menelisik gadis di depannya ini. "Iya?" wajahnya seperti orang linglung. "Lo manggil gue?"

Anjani merutuki kebodohannya. Kenapa mulutnya menyeplos sesuka hati? Sekarang dia harus berkata apa pada Taraka yang ada di depannya ini?

Kepala Anjani memilih menggeleng untuk menjawab pertanyaan Taraka. Daripada dia bingung sendiri lebih baik kabur, bukan?

Taraka makin bingung dibuat Anjani. Seorang siswa yang bahkan tidak ia kenal. Sekarang Taraka tau sebab membaca nama pada name tag gadis itu. "Anjani?" panggil Taraka sebelum Anjani benar-benar pergi meninggalkannya.

Keringat dingin mulai menetes dari dahi Anjani. Jantungnya berdegup kencang, takut pada tujuan Taraka memanggil namanya. Yang Anjani tau, seharusnya lelaki itu tidak tau namanya. Bahkan tidak mengenalnya saat ini.

"Nama lo Anjani, kan?" tanya Taraka sembari berjalan ke arah Anjani. "Lo kenal gue?" Dari nada bicaranya Taraka tak terlihat marah atau risih sebab Anjani memanggil namanya tadi.

Anjani memutar otak untuk memberikan jawaban yang pas pada pertanyaan Taraka. Namun, diamnya membuat Taraka mengajukan pertanyaan lagi. "Lo kenal gue?"

"Emang siapa yang gak kenal Taraka? Taraka kan juara 2 waktu tes masuk," jawab Anjani setelah memaksa habis otaknya untuk berpikir.

Seketika ekspresi Taraka berubah. Dari yang awalnya seolah tertarik dengan Anjani. Kini berubah menjadi marah dan kesal. Entahlah, Anjani sendiri tidak tau penyebabnya.

Lelaki itu memasang senyum miring. "Gue terkenal sebagai nomor 2 ya?" ujarnya sembari terkekeh.

Anjani dapat mencerna kalau itu kalimat sarkas. "Jadi nomor 2 gak terlalu buruk kok, buktinya Jani jadi nomor 2 dari belakang juga gak apa-apa," celoteh Anjani dalam sekejap mampu mengubah suasana.

"Oh ya?" Taraka berubah kembali tertarik dengan topik pembicaraan Anjani.

Dengan penuh semangat gadis berkepang dua itu mengangguk. "Ini buktinya ..." Baru saja ingin menunjukkan sebuah foto di ponselnya. Anjani melihat jam dan sontak terkejut.

Dia sudah menghabiskan waktu lebih lama di luar. "Yah, besok aja deh Jani kasih lihat. Sekarang udah terlambat," ucapnya lalu berlari.

Sudut bibir Taraka berkedut. Tak lama sebuah senyuman tipis menghiasi wajahnya. Mari tandai sosok Anjani yang begitu lucu di mata Taraka.

Sedangkan gadis itu kini sudah berada di lapangan. Lagi dan lagi, Anjani harus merasakan hukuman dari Bu Ayu. Langkahnya kurang cepat hingga Bu Ayu lebih dulu tiba di kelasnya.

"Betul feeling saya kalau kamu tidak mungkin langsung ke kelas." Bu Ayu bersedekap dada sembari memperhatikan Anjani yang tengah menyapu lapangan.

Andai saja Anjani tidak berpapasan dengan Taraka dan memanggil nama orang itu. Pasti saat ini Anjani bisa tidur dengan nyaman di kelasnya.

Wajahnya merungut kesal. Ia menyapu dengan kasar, melampiaskan semua emosinya pada sebuah sapu lidi yang tidak berdosa. "Kenapa sih daun harus jatuh ke lapangan?" gerutu Anjani melihat dedaunan yang tak kunjung habis setelah ia sapu dan buang ke tong sampang.

Hai Janu || Enerwon ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang