Yeosang & Jongho

205 17 4
                                    

Prang! 

“Auw!”

“Astaga kak maaf dedek ga sengaja.” :(

“Perih banget!”

Yang terjadi adalah, Yeosang dan Jongho sedang jajan cilok di kedai. Saat Jongho mencoba untuk memotong ciloknya dengan menggunakan sendok dengan susah payah, makanan bulat itu malah terpental dan mengenai mata kiri Yeosang. Mana ciloknya pedas, langsung perih lah mata Yeosang.

Jongho refleks mengambil selembar tisu dengan panik dan membersihkan mata Yeosang yang terlumuri saus, kecap, dan sambal. Perih yang masuk ke dalam mata masih belum hilang. Yeosang menutupi sebelah matanya menggunakan tangan dan dengan menahan perih segera menuju wastafel dan membersihkan matanya. Yang tentu saja masih tidak akan menyembuhkannya secepat itu.

Ia kembali ke meja masih dengan menutupi sebelah matanya, Jongho yang merasa bersalah kembali meminta maaf.

“Udah, udah, gapapa. Namanya juga kecelakaan. Sini, mo kakak belah belahin ciloknya? Kamu tusuk pake garpu, tahan, nanti kakak yang motonginnya pake sendok. Kakak cuma bisa pake satu tangan soalnya, hehet.”

Yeosang tidak bermaksud untuk mengingatkan, tapi fungsi tangan Yeosang yang harus menutupi mata yang perih malah semakin membuat Jongho merasa bersalah.

“Eh? Kenapa? Gapapa kok, seriusan. Bentar lagi juga sembuh.” Yeosang tersenyum tulus, memotongi cilok di piring Jongho dengan Jongho yang menahannya menggunakan garpu, dan akhirnya berhasil. Sekarang makanan itu sudah berubah menjadi potongan-potongan kecil yang bisa lebih mudah dimakan Jongho. “Ayo, ayo, kita lanjut makan lagi.”

Yeosang dan Jongho adalah teman sejak kecil.

Meskipun mereka memiliki beberapa perbedaan, mereka selalu menjaga hubungan yang erat dan saling membantu satu sama lain. Salah satu perbedaan antara mereka adalah kondisi fisik Jongho yang sangat lemah dan kurang sehat.

Jongho kehilangan nafsu makannya, tangannya tetap bergeming. Matanya menatap entah ke mana.

“Dedek tuh ... ga guna ya kak? Bisanya cuma nyusahin dan nyelakain orang.”

Yeosang berhenti dari kegiatan makannya, menoleh pada Jongho. “Dedek tau ga, betapa istimewanya dedek buat kakak?”

Jongho mencibir. “Ah, kakak terlalu baik ke dedek. Dedek bukan siapa-siapa.”

Yeosang menghela napas. “Ga, dedek lebih dari itu buat kakak. Selalu ada di sisi kakak, yang ngertiin dan ngehargain kakak seutuhnya. Dedek suka kipasin kalo kakak lagi gerah, suka selimutin kalo kakak kedinginan, dan masih banyak lagi bentuk perhatian yang dedek tunjukin. Jarang-jarang loh ada orang sepeka dedek. Dedek punya keunikan dan kualitas yang bikin kakak bangga jadi temen dedek.”

Meskipun banyak orang memandang rendah pada Jongho karena kondisinya, Yeosang tetap memuji dan menghargainya. Ia sangat bangga pada temannya itu.

Jongho tersenyum kecil. “Makasih, tapi dedek suka infrastruktur gegara kondisi dedek yang lemah ini.”

Yeosang menahan tawanya mendengar Jongho memilih kosakata yang salah. Tidak ingin mengacaukan momen seriusnya. “Look, kondisi fisik dedek ga nentuin siapa dedek sebagai pribadi. Fisik tuh cuma bungkus. Dedek punya kekuatan lain yang orang ga punya. Dedek tabah dan gigih, bisa ngeliat hal-hal yang indah di dunia ini, bahkan pas orang lain ga bisa ngeliatnya.”

Setiap kali Jongho merasa down, Yeosang selalu ada untuk memotivasi dan membantunya. Ia membantu Jongho untuk mengatasi masalah dan menjalani hidup dengan baik. Yeosang sangat memahami bahwa kondisi fisik Jongho bukanlah pengukur kemampuan atau kebahagiaan seseorang.

“Dedek bener-bener beruntung punya temen kek kakak, yang selalu motivasiin dan ngebantu dedek pas lagi down.”

“Ya iyalah, kan udah jadi tugas kita buat nguatin dan dukung satu sama lain. Kita ini tim, yang bakal lewatin semua kesulitan bareng-bareng.”

Yeosang dan Jongho memiliki hubungan yang sangat kuat dan kedekatan yang luar biasa. Mereka belajar bahwa memiliki teman yang setia dan selalu memahami adalah hal yang paling berharga dalam hidup. Mereka berjanji untuk selalu memiliki satu sama lain dan memperkuat hubungan mereka seiring berjalannya waktu.

Jongho mengangguk setuju dengan kalimat Yeosang sebelumnya. “Kita udah lewatin banyak hal bareng-bareng dari kecil, dan mudah-mudahan bisa terus memperkuat hubungan ini seiring berjalannya waktu.”

“Punya temen yang setia dan selalu ngertiin adalah hal yang paling berharga dalam hidup ini. Janji kita ga bakal pernah pudar.”

“Kita bakal terus bersama, apa pun yang terjadi.”

“Gada yang bisa misahin kita.”

“Iya.”

“Nah gitu dong, makanya, udah, jan sedih lagi. Semangat!”

“Semangat!”

“Semangat makannya juga, ayo.”

Keduanya pun melanjutkan kegiatannya memakan cilok pedas.

“Btw dek.”

“Iya kak?”

“Yang tadi tuh bukan infrastruktur.”

“Terus apa dong?”

Jongho menatap Yeosang penuh ekspektasi. Akan dengan kata apa kesalahan dalam kalimatnya sebelumnya direvisi.

“Insinyur kali maksud dedek?”

.

.

.

.

Komen dong :3

Yg komen aku kasih shout out

Shout out: LaliKandra

ATEEZ Syuting Dunia Terbalik 🌏 b×b [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang