6

529 30 2
                                    

"Disitulah aku pertama kali bertemu ibumu." Raja Leeteuk terdiam menatap reaksi Jihoon. Ia mengambil cangkir di mejanya dan menyeruput teh hangat berbau khas melati tersebut. Menikmati teh yang membasahi tenggorokannya yang kering akibat cerita panjang. Kemudian meletakkannya kembali di atas meja.

Sementara Jihoon terdiam, berusaha mencerna setiap kalimat yang keluar dari cerita ayahnya.

Raja Leeteuk pun melanjutkan ceritanya. "Saat itu, mereka yang selamat dari para siren langsung pingsan. Hanya ayah sendiri yang masih tersadar. Itu karena kalung yang ayah berikan padamu. Kalung itu pemberian dari kakekmu. Bisa menekan kekuatan magis apapun. Kau harus menjaga liontin itu dengan baik."

Jihoon menunduk menatap liontin yang tergantung di lehernya.

"Setelah mereka sadar, Ayah menyembunyikan ibumu hingga kami sampai di daratan. Merawat dan membesarkannya hingga ia tumbuh dewasa dan sangat cantik. Ayah menyembunyikannya di sebuah pulau terpencil selama bertahun-tahun tanpa diketahui siapapun.

Hingga pada akhirnya, kami berdua jatuh cinta, dan kau pun hadir dalam kandungan ibumu. Tapi... saat kau lahir, ibumu tiba-tiba saja ingin kembali ke tempat asalnya. Aku mencoba menahannya dengan meyakinkan dia namun aku gagal. Para siren itu yang merayu ibumu untuk kembali ke tempat asalnya.

Akhirnya Ibumu pun kembali tanpa membawamu. Dia mengira kau mewarisi gen manusia yang sangat kuat. Takut jika dia membawamu, akan memberi dampak buruk padamu, karena siren sangat membenci manusia. Dan sejak saat itu ibumu tidak pernah terlihat lagi.

Tapi ternyata ibumu salah. Meski kau terlihat seperti manusia, tapi kau memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat dari ibumu. Aku bisa merasakan itu saat ini." Raja Leeteuk memandang Jihoon dengan sedikit tersenyum. Ia bangga memiliki putri yang sangat kuat seperti Jihoon.

"Aku terpaksa membawamu ke panti asuhan karena keadaan istana yang masih kacau akibat perang. Jadi sebagai tanda, aku memberikan liontin itu padamu agar suatu saat aku bisa membawamu."

"Jadi... ibuku tidak meninggal?" Ucap Jihoon sambil menggenggam erat liontin itu. Matanya berkaca-kaca, berusaha menahan tangisannya. Namun, setetes air mata tampak jatuh dan membasahi pipinya.

"Ibumu ada di tempat asalnya yang tidak ada satupun manusia yang tahu, bahkan Ayah sendiri tidak tau."

Raja Leeteuk berdiri dari kursinya, ia berjalan mengitari meja, lalu berlutut di hadapan Jihoon yang masih terduduk. Ia menggenggam tangan Jihoon. "Ayah sangat berharap kau bisa menerima kenyataan ini, sayang. Ayah ingin kau bisa mengendalikan kekuatanmu. Jangan sampai ada yang tahu identitas mu. Liontin itu bisa menahan kekuatanmu agar tidak keluar. Tapi kau juga harus bisa mengendalikannya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Tapi percaya lah nak, ayah hanya ingin kau aman. Mengerti?"

Jihoon mengangguk. Jihoon beranjak dari tempatnya dan langsung memeluk ayahnya. Raja Leeteuk pun membalas pelukan Jihoon.

Mereka terhanyut dengan perasaan masing-masing. Hingga tanpa mereka sadari, sejak tadi ada yang mendengar pembicaraan mereka dari balik jendela.

'Jihoon... Seorang siren?'

Gadis itu membekap mulutnya sendiri agar tidak berteriak saking terkejutnya.

***

Hujan telah berhenti. Aktivitas dan pekerjaan yang sempat tertunda pun akhirnya bisa kembali berjalan.

Sama halnya dengan para putri. Jeonghan pergi menghadiri perjamuan teh Raja dan Ratu Tarca untuk membahas pernikahannya dengan Pangeran Seungcheol. Jisoo dan Minghao sejak tadi menghilang entah kemana. Seungkwan juga sempat terlihat berlari keluar istana lalu memasuki kereta kuda. Entah pergi kemana dia. Bahkan gadis itu tampak sangat bersemangat.

The Six (svt gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang