Missa menjalani motornya di jalanan dengan kecepatan sedang, malam hari adalah malam yang penuh dengan nuansa berbeda. Seringkali terlihat damai dan menenangkan pikiran yang kalang kabut.
Gadis itu berkendara seorang diri, sekalian mampir ke warung depan untuk membeli titipan sang ibu. Ketika akan melewati tikungan, Missa dikejutkan oleh dua sosok pria yang berdiri di tengah jalan.
Dua pria berbadan tambun memakai topeng itu mengacungkan sebilah benda tajam tepat saat Missa menghentikan mesin motornya.
Gadis itu terperangah.
"Turun!" Bentak salah satu di antara mereka.
Missa lantas menurut, pria itu terus mengarahkan pisaunya ke depan wajah Missa yang ketakutan.
"Pak, saya nggak punya apa-apa, saya cuma mau ke warung." Jawab Missa menyatukan kedua tangan.
"Jongkok!"
Lagi-lagi Missa menurut, gadis itu langsung berjongkok di samping motornya.
Si pria enggan percaya, ia melirik temannya agar mau menggeledah motor Missa. Kebiasaan yang sudah mendarah daging, Missa seringkali meletakan ponselnya di dashboard motor. Alhasil barang berharga yang katanya separuh nyawa manusia diambil oleh si pria itu.
"Pak, saya mohon jangan ambil hape saya!" Missa bangkit, tangannya terangkat hendak merebut kembali barangnya, tapi nihil, pria itu gesit menjauhkan tangannya.
Sambil tertawa pria yang lain merebut pula kunci motor Missa di tangan sebelah kiri, gadis itu kembali dibuat bingung dan tidak berdaya.
"Pak, saya mohon ... balikin!"
"Lewat sini harus bayar tau!"
"Tapi itu satu-satunya barang saya, Pak. Tolong!!" Missa berteriak, jalanan itu lengang juga gelap. Jauh dari pemukiman warga.
"Percuma saja kamu minta tolong! Di sini nggak ada orang, bodoh!"
"Woi!"
Ketiganya langsung mengarahkan atensi pada seorang cowok yang mengendarai motor sport warna hijaunya. Motor yang sama persis dengan yang Missa lihat sore tadi di dekat lampu merah.
Cowok itu turun dari motor usai menepikannya di pinggir jalan. Membuka helm dan memperlihatkan wajah.
"Badan doang yang gede, nyalinya pecundang, beraninya sama cewek!"
Salah satu pria bertopeng maju. "Nggak usah sok jagoan lo bocah ingusan!"
"What? Bocah ingusan? Ck, lo tuh bapak-bapak bau tanah!"
"Kurang ajar!" Satu pria yang tadi mengambil kunci motor Missa berlari, hendak menghajar wajah si cowok. Namun cowok itu sudah lebih dulu menangkis serangannya dan memukul kuat tubuhnya.
Pria yang dipukul tersungkur ke belakang, meringis sambil memegangi bagian perut.
"Bapak punya anak perempuan?"
Di luar perkiraan, pria itu malah mengangguk lemah dan berkata "Iya,"
"Wah ... sayang banget, dia harus liat Bapaknya babak belur karena nggak becus cari kerja." Setelah mengatakan itu si cowok berjalan mendekat, lalu menghadiahkan pukulan bertubi-tubi hingga membuat sang pria tidak sadarkan diri.
Temannya yang melihat begitu syok, panik, serta takut bercampur menjadi es dalam mangkuk. Pria itu lalu berlari kencang tanpa peduli pada apa pun kala si cowok menatapnya.
Bahkan cowok itu melihat si pria sempat terjatuh beberapa kali.
Di tempatnya Missa membuka mulut lebar-lebar. Ia ingin berseru "anjay lo hebat banget" tapi ia takut, bagaimana kalau cowok ini juga satu komplotan dengan para begal tadi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable | Dear Diary | End
Teen FictionIneffable adalah sesuatu yang melampaui kemampuan bahasa untuk mengungkapkannya. Arti lain adalah "tak terlukiskan". Ada banyak kisah yang ditulis di cerita ini, salah satunya Abel. Gadis berkulit sawo matang yang tidak percaya akan cinta. Abel piki...