Insiden Kopi

177 5 1
                                    

"Ah!" Seseorang menabrakku hingga aku menumpahkan dua gelas es americano yang ku bawa di atas nampan coklat.

"Maaf. Kamu tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa."

Pria berambut merah itu melihat nampan yang kupegang, penuh tumpahan kopi hingga menetes-netes ke lantai cafe tempatku bekerja bahkan mengotori kemeja putih yang aku pakai. Rasanya aku ingin menangis.

"Astaga, sini ku bantu." Ia menawarkan bantuan, mengambil nampan yang kupegang, menyimpannya di meja terdekat lalu mengambil beberapa lembar tisu dari meja yang sama, kemudian berjongkok mengelap tumpahan kopi di kemejaku.

"Sudah, tidak apa-apa. Salahku juga tidak hati-hati." Kataku mengangkat tubuhnya agar berdiri.
"Tapi kemejamu, dan ini..." ia menunjuk tumpahan kopi di lantai. "Setidaknya aku bisa menolong, karena salahku juga berjalan tanpa melihat ke depan."

"Tidak apa, aku ada kemeja lain di loker. Kopi ini pun bisa aku pel." Aku tersenyum kecil.

"Benar? tapi kamu harus mengganti kopi yang tumpah ini."

"Ah, itu..." Aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"Begini saja, sebagai permintaan maafku, biar ku ganti harga dua kopi ini."

"Jangan! Mana boleh seperti itu!" Aku sedikit meninggikan nadaku, terkejut, kenapa orang ini baik sekali sampai-sampai mau mengganti kopi yang bukan miliknya, bahkan ia tidak bekerja disini.

"Ayolah, justru aku tidak enak kalau kamu menolak."
Aku hanya tersenyum canggung kemudian membungkuk sembilan puluh derajat untuk mengungkapkan rasa terimakasihku.

"Hei, tidak perlu seperti ini. Aku malu."
Aku bangkit dan berkali-kali mengucapkan terimakasih padanya.

.
.

Setelah selesai dengan insiden kopi, pria itu duduk di kursi bar cafe yang menghadap keluar dengan pemandangan jalan. Aku memperhatikannya dari balik meja kasir, tubuhnya kecil, ia mengenakan pakaian serba hitam termasuk tas jinjingnya yang ia simpan di kursi sebelah kanannya. Jujur, aku suka dengan style berpakaiannya.

Coffee shop sekitar kampus seperti ini biasanya dikunjungi orang yang itu-itu saja, aku sampai hapal semua wajah pengunjung yang biasa datang kemari, bahkan beberapa aku tahu namanya. Tapi dia, ini pertama kalinya aku melihat wajahnya. Dia menarik perhatianku.

.
.

"Hei."

"Oh?"

"Kamu masih ingat aku?"

"Ah, ya! Insiden kopi."

Kami tertawa, tentu saja aku ingat. Orang ini sangat menarik perhatianku, mana ada customer yang mau repot bantu membersihkan tumpahan kopi dan mengganti biaya kopi yang tumpah. Yah, aku cukup tersentuh.

"Es Americano, large. Dan satu cheese croissant."

"Baik, mohon ditunggu."

Ia menempelkan kartu membayar pesanannya. Sama seperti tempo hari, sekarang dia berpakaian serba hitam tapi tanpa jaket kulitnya. Aku bisa melihat tato di lengan kanannya, 'no1likeme'. Menarik. Setelah selesai membayar ia tersenyum padaku sebelum berbalik mencari tempat untuk duduk. Deg. Jantungku berdebar. Manis sekali senyumannya.

Setelah mengantar pesanannya, aku kembali ke meja kasir. Namun tidak sampai lima menit ia kembali menghampiriku.

"Ada apa? Apa ada yang kurang?"

"Ah, tidak. Tapi aku mau pesan strawberry milkshake satu."

"Baiklah, mohon tunggu akan segera diantar."

Canvas Of Heart || Seongjoong One ShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang