03. Best Mom?

458 51 1
                                    

Bagi Zhang Hao keluarga adalah segalanya, prioritasnya. Ia ingin membangun keluarga impiannya, keluarga yang penuh kasih sayang dan cinta. Zhang Hao ingin menjadi sosok baba yang baik bagi kedua anaknya, dan suami yang setia bagi Hanbin.

Meski dulu ia ragu dan takut untuk membangun rumah tangga, karna semasa kecilnya ia sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. Justru yang ia dapat hanya tekanan dan tuntutan untuk menjadi sempurna. Ayah dan ibu Zhang Hao selalu mengekang dan menghukumnya jika ambisi mereka tidak terpenuhi.

Bila saja Hanbin tidak datang, mungkin ia masih tersiksa dengan semua itu. Ya, Hanbin yang membawanya pergi dengan menjanjikan hidup bahagia dengannya.

Untuk itu Zhang Hao sangat bersyukur, Tuhan memberi Hanbin padanya. Kedua orang tua Hanbin pun sangat menerima kehadirannya. Nyatanya dunia ini masih terdapat orang-orang berhati lembut, hanya saja tinggal urusan waktu kapan akan dipertemukan.

Harapannya untuk saat ini adalah hidup lebih baik lagi bersama keluarga kecilnya.

Tangan lentiknya tergerak menekan tombol flush sehingga air yang keluar langsung membersihkan sisa muntahannya. Menghelai napas sebelum beranjak menuju washtaple, menatap pantulan dirinya yang terlihan berantakan.

Ini masih dini hari, tapi rasa sakit itu kembali menyerangnya dan mengganggu waktu tidur. Setelah merasa membaik, ia kembali kedalam kamar dan melihat Hanbin yang masih terlelap.

Zhang Hao mendudukan diri ditepi kasur, lalu membuka laci dan mengambil beberapa pil obatnya. Selesai dengan urusannya, pria dengan paras cantik itu menjatuhkan pandangannya pada sang dominan. Merebahkan diri tanpa mengalihkan tatapannya.

Jemari lentiknya dengan lihai mengelus lembut rahang tegas Hanbin. Suaminya terlihat tampan meski sedang tidur. Terlalu asik memandang hingga ia tak sadar jika matìanya sudah basah. Memang banyak ketakutan yang berkecamuk dalam pikirannya.

"Hefan ... aku janji akan terus berjuang. Aku akan sembuh untukmu dan anak-anak. Maafkan aku," lirihnya begitu pelan nyaris tak bersuara.

....

"Baba! Selamat pagi baba sayang!" Yujin langsung memeluk tubuh Zhang Hao dan mengecup pipi babanya.

"Pagi juga cintanya baba." Dan tentu saja Zhang Hao membalas kecupan dikedua pipi anak bungsunya.

"Mau susu vanila atau coklat?"

"Coklat. Oya baba, nanti dedek pulang telat karna ada bimbingan olim."

Anak bungsu itu memang mewarisi kepintarannya. Sejak kecil selalu ikut dalam perlombaan akademik. Berbeda dengan Gyuvin yang selalu berprestasi dalam bidang nonakademik. Entah ungkapan syukur yang keberapa kali Zhang Hao ucapkan karna dikaruniai anak seperti Yujin dan Gyuvin.

Ia dan Hanbin tidak pernah mengekang, atau terlalu menyetir kehidupan dua buah hati mereka, justru selalu mendukung dan membebaskan Yujin Gyuvin memilih jalannya sendiri. Mereka hanya perlu mengawasi anak-anak agar tidak salah langkah.

"Boleh. Tapi jangan telat makan, janji? Inhalernya jangan lupa dibawa."

Si bungsu langsung menggerakan tangan kanannya membentuk hormat, lalu mulai menyantap sarapannya.

Jika ada yang bertanya dimana Gyuvin, si sulung itu termasuk mahasiswa kura-kura, alias kuliah rapat. Menjadi ketua BEM yang sibuknya mengalahkan para pejabat. Semalam anak itu bahkan menginap di kampus untuk menyiapkan acara kampus. Kadang kegiatan padat Gyuvin membuat Zhang Hao khawatir, anak sulungnya pasti akan lupa mengurus dirinya sendiri.

Best MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang