02

47 15 6
                                    

"Kalian nantinya akan menjalani serangkaian pemeriksaan." Sakura menatap Naruto dan Hinata bergantian. "Dan aku akan memberikan beberapa pertanyaan. Hinata, apakah siklus menstruasimu lancar?"

Hinata sedikit terkejut mendapat pertanyaan seperti itu. Ia melirik Naruto.

"Kau tidak perlu sungkan menjawab. Aku sedikit tahu soal tubuh perempuan."

Hinata berdehem. "Tidak ada masalah, setiap bulan aku selalu datang bulan. Tidak pernah telat."

"Bagus. Kapan terakhir kau menstruasi?"

"Dua minggu yang lalu."

"Apakah kau aktif secara seksual?"

Hinata berkedip. Ia merasakan rona merah perlahan menjalar di wajahnya. "Akhir-" Hinata terbata. "Akhir-akhir ini aku tidak aktif."

"Terakhir berhubungan?"

"Dua tahun lalu."

Hinata merasakan Naruto menatap padanya.

"Kau Naruto? Apakah aktif secara seksual?"

Naruto menggeleng. "Terakhir setahun lalu."

Hinata refleks menoleh padanya.

"Aku pernah melakukannya satu kali setelah... setelah Shizuka pergi."

"Kau tidak perlu menjawabnya terlalu detil." Sakura menyembunyikan senyumnya. Ia mencatat beberapa info penting pada buku kesehatan yang ia sediakan untuk Hinata.

Naruto merasakan hangat menjalar di tubuhnya. Ia berdeham.

"Setelah ini kalian tidak boleh terlibat hubungan seksual dengan orang lain-"

"Kau single, kan?"

Pertanyaan mengejutkan Naruto membuat tidak hanya Hinata tapi juga Sakura menoleh padanya.

"Ten-tentu saja."

"Oh, bagus. Itu penting. Aku juga tidak terlibat hubungan dengan siapapun." Naruto berusaha tidak memukul keningnya sendiri. Ia lupa detil penting itu, memastikan keduanya tidak terlibat hubungan asmara dengan orang lain. Ia tidak ingin menambah kerumitan hidup.

Tentu saja Hinata tidak berhubungan dengan siapapun. Walaupun dia cukup putus asa soal uang, ia tidak akan menyetujui proposalnya jika ia sedang terlibat asmara dengan seseorang. Hinata ragu-ragu haruskah ia mengatakan jika sebelumnya ia pernah bertunangan dengan seorang laki-laki bernama Otsusuki Toneri. Tapi akhirnya Hinata hanya diam saja. Semakin sedikit laki-laki ini tahu soal kehidupan pribadinya, lebih baik. Ia pun demikian, semakin sedikit ia tahu soal Naruto dan kehidupan pribadinya, semakin lebih baik untuk keduanya. Bukankah ini yang Naruto inginkan, tidak terlibat hubungan emosional.

"Kemarilah, Hinata. Berbaringlah di sini." Sakura berdiri dan menunjuk sebuah ranjang kecil samping meja kerjanya.

Hinata menurut. Ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang kecil yang hanya muat satu orang.

"Tolong naikkan bajumu."

Hinata memilin ujung bajunya.

"Hinata tidak perlu malu. Saat kau nanti hamil, Naruto pasti akan terlibat dalam masa kehamilanmu. Kalian akan lebih sering ke klinik ini untuk pemeriksaan." Sakura menoleh pada Naruto. "Bukankah begitu?"

"Tentu saja. Aku ingin terlibat setiap detilnya." Saat ia mengutarakan ingin bayi, ia ingin menyaksikan segalanya. Dari saat anaknya nanti sebesar biji kacang, hingga sebesar bayi normal pada umumnya. Artinya ia akan ikut saat Hinata memeriksakan kandungannya, memastikan bayinya mendapat gizi.

Hinata mengangguk pelan, ia menarik ke atas bajunya. Ia merasakan sentuhan dingin saat sebuah alat menyentuh perutnya. Sakura menggerakan alat itu dan menatap monitor.

Buying Love for BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang