04

80 19 13
                                    

"Katakan saja seperti itu Hinata. Katakan jika akulah yang mengejar-ngejarmu."

Oh, dapatkah seorang Hyuuga Neji percaya?

Hinata menciut saat sepupu laki-lakinya yang sudah ia anggap seperti kakak kandungnya itu datang. Dia membawa banyak hadiah untuk Hanabi.

"Kau senang Hanabi?"

"Tentu Nii-san."

"Saat kau sembuh aku akan mengajakmu ke taman bermain dan membeli banyak mainan."

Untuk sesaat wajah Hanabi cerah mendengar janji Neji, namun seketika rona wajahnya memudar.

"Apa aku benar-benar akan sembuh?"

Hati Hinata seperti diremas. Hinata dan Neji saling bertatapan.

"Tentu saja! Kau bicara apa sih? Kau pasti sembuh Hanabi!"

Neji memeluk Hanabi, Hinata berbalik untuk menyeka matanya yang basah. Hinata membulatkan tekad, demi Hanabi ia rela melakukan segalanya, termasuk menikah dengan orang yang tidak ia cintai.

"Hei kau tentu saja akan sembuh. Nii-san akan melakukan apa pun untukmu, Nak. Jadi jangan pernah mengatakan seperti itu." Neji tersenyum, cerah seperti bunga matahari. Hanya pada Hanabi, dinginnya seperti meleleh terkena cahaya mentari. Neji mengusap kepala Hanabi lembut, lalu membetulkan selimutnya.

"Bisa kita bicara sebentar Nii-san?"

Kening Neji berkerut saat Hinata menariknya keluar kamar setelah memastikan Hanabi tidur siang.

"Apa yang ingin kau bicarakan?"

"Ano..." Hinata menarik napas. Ia menatap Neji yang melipat kedua tangannya di depan dada. Raut wajah Neji seketika menciutkan nyali Hinata. Haruskah ku katakan sekarang, atau nanti saja, sepertinya moodnya sedang jelek.

"Hinata? Apa yang akan kau bicarakan?"

Tidak, aku tidak punya waktu cukup. Lebih cepat lebih baik.

"Nii-san aku akan menikah." Hinata setengah berteriak dan menghamburkan kalimat itu dengan nada cepat.

Neji mengangkat kedua alisnya, mulutnya setengah terbuka. "Apa?"

"Aku akan menikah, Nii-san."

"Kau...! Beraninya kau menikah dengan Toneri sialan itu! Kau lupa apa yang sudah dia lakukan padamu, hah? Dia meninggalkanmu dan mencuri uangmu!"

"B-bukan dengan Toneri aku akan menikah?"

"Siapa?" Neji masih membentak, nadanya sama sekali tidak melunak.

"Uzumaki Naruto."

"Uzumaki Naruto?" Neji merasa pernah mendengar namanya. Neji merogoh kantong celananya dan mengeluarkan ponselnya. Ia mengetik nama Uzumaki Naruto pada aplikasi peramban. "Laki-laki ini? Tidak mungkin." Neji menggelengkan kepalanya. Ia bukannya meremehkan Hinata, ia tahu sepupunya sangat cantik, ia tahu sejak sekolah dulu Hinata termasuk jadi primadona, karena itu ia sangat protektif padanya. Tapi yang lebih menawan dari Hinata banyak. Rasanya tak mungkin seseorang sekaliber Uzumaki Naruto jatuh cinta pada adiknya.

"Hinata..."

"Kami saling mencintai dan akan segera menikah." Hinata menjawab dengan cepat. Ia menggigit bibir bawahnya berharap apa yang baru saja ia katakan cukup meyakinkan.

"Hinata kau yakin? Kau punya selera payah dalam urusan laki-laki."

"Nii-san..."

"Itu benar. Kau payah. Toneri, lalu sebelumnya... siapa laki-laki siluman anjing, teman SMA-mu itu?"

Buying Love for BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang