Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ini pertama kalinya Hyunsuk makan malam dengan tenang, tak lagi ada hitungan yang keluar dari mulut sang ibu. Setiap kunyahan makanan di mulut terasa begitu nikmat, lidahnya mengecap dengan intens rasa lezat dari setiap rempah yang ada.
Neneknya berada di seberang, ia tahu bagaimana anaknya memperlakukan cucu semata wayangnya selama ia berkecimpung di dunia modeling. Maka dengan berat hati ia memilih untuk duduk di tempat yang bukan ibunya biasa berada ketika Hyunsuk makan.
Suasana rumah besar itu ternyata semenenangkan ini, rasanya nyaman. Hyunsuk jadi paham mengapa teman teman bermuka duanya selalu ingin pulang ke rumah nenek. Bau khas rumah nenek memang tak bisa hilang, makanannya yang selalu siap kapanpun, dan kehangatan yang ada di dalamnya.
Namun kali ini, keluarga Choi terlalu sibuk untuk sekedar makan malam bersama barang sejenak. Mereka sibuk mengejar kenikmatan duniawi, melupakan segala pengorbanan ibu untuk membalas budi.
Begitulah manusia, serakah.
Hyunsuk terbangun ketika sore hari, ia tertidur di ranjang barunya yang akan ia tempati selama dua bulan kedepan. Menyadari bahwa sang cucu tak kunjung datang, nenek Choi memutuskan untuk menghampiri anak tunggal itu keatas. Dan benar saja, Hyunsuk tertidur dengan peluh membasahi seluruh tubuhnya.
Jadilah Hyunsuk memutuskan untuk mandi, tanpa memikirkan kejadian di kamar aneh sore itu.
"Hyunsuk-ah, apakah makanannya enak?"
Suara lembut itu mengalun indah melalui pendengaran Hyunsuk, dalam tiga detik Hyunsuk merasa hatinya terenyuh. Jadi begini rasanya ditanya dengan nada penuh sayang.
"Tentu, semuanya enak, apa nenek membuatnya sendiri?" Ada perasaan bahagia di sana, neneknya tahu itu.
"Aku sudah terlalu tua untuk memasak semua ini sendirian, apa gunanya harta warisan selain untuk menyewa koki pribadi?"
Keduanya tergelak. Ah, Hyunsuk belum pernah sebahagia ini sebelumnya.
Ruang makan rumah itu sangat besar, meja yang dapat menampung sebanyak dua puluh orang melintang panjang secara horizontal. Ditengahnya terdapat hiasan lilin aromaterapi, vas bunga dengan tulip putih, dan taplak meja berwarna putih yang menambah kesan mahal.
Dihadapan meja makan berdiri sebuah jendela kaca besar, sehingga halaman luas rumah ini terpampang jelas. Meskipun terlihat gelap ketika malam, namun nenek merawat tanaman tanaman dipinggir halaman dengan baik sehingga tetap terlihat cantik walaupun penerangan minim.
Makanannya hampir selesai, namun obrolan mereka seolah tak memiliki ujung. Hyunsuk dengan neneknya memiliki banyak kesamaan, mereka menyukai seni, lagu, mereka juga hobi tidur, berjalan jalan, warna kesukaan mereka pun sama yaitu ungu.
Rasanya Hyunsuk terlahir kembali. Ini adalah awal yang baik untuk rehat sejenak dari dunia kejam diluar sana. Ia harus pandai menikmati dan menghabiskan waktu bersama nenek dua bulan kedepan, sebelum ia kembali ke neraka yang berbau uang.