BAB 1 - PANGGILAN

6 2 0
                                    

"Angie!"

Sosok perempuan dengan rambut kecoklatan bergelombang tipis menoleh saat suara memanggil namanya. Bibir perempuan itu naik, menandakan dia tersenyum lebar saat mengetahui sosok yang memanggilnya tadi.

"Kok tumben baru datang? Padahal udah nungguin dari tadi!"

Angie Marieta, perempuan itu bertanya dengan wajah murung, persis seperti orang lagi ngambek. Berbeda dengan Angie, sahabatnya malah tertawa kecil lalu merangkul pundak Angie.

"Halah, dasar bocah! Gitu aja ngambek!"

Pedas dan terdengar kejam. Namun, itu sudah hal biasa bagi Angie. Sahabatnya yang bernama Noera Cynthia Olive, memang memiliki kepribadian yang bakalan orang tidak suka bila tak terlalu dekat dengannya. Berteman hampir setahun lamanya, sudah menjadi kebiasaan bagi Angie untuk mendengar bacotan pedas sang sahabat.

Pertemuan mereka juga cukup menarik. Di mana, pada saat itu Angie tertuduh sebagai maling, hanya saja Noera seorang yang membuktikan bahwa itu hanya tuduhan tanpa dasar. Sejak itu, dua insan bersahabat.

"Bagi soal kimia dong! Gue gak ngerti," pinta Noera sambil mengambil secara langsung buku pelajaran yang di maksud.

"Eh, tinggal 5 menit lagi, lho! Memangnya keburu?" tanya Angie sembari melihat jam di tangan.

"Keburu! Kalau memang gak keburu, ntar berdua kita dihukum bareng, ya?"

Dengan seenaknya Noera menyatakan permintaan yang membuat Angie hanya bisa menghela napas. Sedikit tak terima, tapi apa daya? Angie orangnya tak enak hati, terpaksa dia mengangguk.

Lonceng sekolah telah terdengar, murid-murid berlari menuju bangku masing-masing. Semuanya tak bersuara karena dihadapan mereka telah berdiri sosok guru berkacamata tebal, wajah datar khas seorang guru killer. Dia bernama Lolycia, semua murid diam tak berkutik bila dia mengajar. Sama hal dengan Angie, saat ini sedang cemas sebab temannya ini bersantai dalam mengerjakan tugas padahal masih banyak yang belum dikerjakan.

"Tugas kemarin silakan ketua kelas kumpulkan!" perintah Bu Loly, membuat mata Angie melotot seketika.

Kana, sang ketua kelas mulai berjalan dari murid paling depan. Satu per satu buku telah diambil, hingga Kana berdiri tepat di meja Angie. Kana menghembuskan napas kasar, menatap dua orang yang sudah dipastikan tak menyelesaikan.

"Bu, mereka berdua belum selesai!"

Kana melapor pada Bu Loly, sedangkan Angie menggelengkan kepala cepat. Ia ingin menyangkal, sayang tangannya ditahan oleh Olive. Tatapan mata sang sahabat seolah meminta belas kasihan membuat ia terpaksa mengurungkan niat.

"Kalian lagi? Sini maju ke depan!" dengus Bu Loly yang sudah pasrah dengan muridnya.

Ini bukan sekali atau dua kali terjadi, bahkan Bu Loly sudah mengetahui banyak alasan yang akan disampaikan kedua siswi di depannya.

"Maaf, Bu" cicit Angie tak lupa menundukkan kepala.

"Maaf-maaf! Sekarang apa lagi alasan kalian?"

Dengan berkacak pinggang Bu Loly bertanya, ditinggikan pula nadanya, tetapi tak mengubah cara bersikap Noera. Melihat-lihat kuku tangan, tak memperhatikan omongan guru, tentu saja hal tersebut membuat emosi Bu Loly naik.

"Noera!" teriaknya sambil membanting meja. Seakan tak bersalah yang dipanggil hanya membalas dengan menaikkan alisnya sebelah.

"Ya, Bu?" jawabnya singkat.

"Kurang ajar kamu! Panggil orang tua kalian berdua!" Nada suara benar-benar sudah sangat tinggi. Angie sekarang sudah ketakutan, ya memanggil orang tua? Sudah lah hanya bisa menangis.

"Ini peringatan terakhir dari saya. Bila kalian berdua ketahuan tidak mengerjakan tugas maka saya akan mengeluarkan dari sekolah!" putusnya lalu membereskan buku-buku yang berada di atas meja dan melangkah keluar kelas. Sudah dibilang bahwa Bu Loly ini tipe galak, tapi tidak banyak ngomong.

"Noera," cicit Angie takut-takut sebab ia takut bila harus memanggil orang tua sebab dia sudah tidak punya siapa-siapa.

"Apaan?" jawab Noera santai sambil berfokus pada kuku.

"Angie bingung harus bagaimana." Air mata mulai menetes, rasanya sudah sangat sesak bila mengingat diri yang sudah tak punya siapa-siapa.

"Elah, gak perlu takut. Buang aja tuh surat, mending nongki bareng gue pulang sekolah," ajak Noera sembari menyandarkan punggung di kursi tak lupa permen tangkai sudah berada di mulut.

"Kalau Bu Loly tau, kita lebih parah," cicitnya seperti memelas.

"Lo takut?"

••••

Kini dua sejoli tengah berada di mall, berbelanja banyak  barang. Akan tetapi hanya Noera yang dari tadi kelihatan sibuk berbeda dengan Angie yang hanya mengikuti sahabatnya itu. Sudah sekitar tiga jam berkeliling tanpa henti membuat perut Angie keroncongan.

"Noera, kita gak makan?" tanya Angie hati-hati, takut membuat mood sahabatnya itu terganggu.

"Ish, bentar lagi! Lo gak betah jalan sama gue?" Noera balik bertanya tapi dengan nada ketus.

"B-bukan gitu maksudnya, tapi—"

"Udah deh, gue ke kasir aja habis tuh pulang. Dah gak mood kalau diganggu gini!" Setelahnya Noera pergi meninggalkan Angie yang terdiam sendiri.

Kan sudah dibilang, kalau Noera itu moodnya gampang berubah. Hal kecil aja bahkan berpengaruh besar. Seperti merasa tertimpa tangga, Angie hanya menghembuskan napas kasar lalu berlari mengejar Noera.

"Noera!" panggilnya.

Hening tak ada sahutan malah Noera berjalan meninggalkan mall tanpa suara. Dia pergi naik taksi tak ada ucapan sepatah kata yang dilantunkan. Lagi-lagi dia ditinggalkan oleh Noera, padahal ia merasa tak bersalah.

"Lagi-lagi salah Angie?" gumamnya tanpa sadar.

Ia melihat ke sekitar untuk mencari taksi, senyumnya merekah lebar mendapati sebuah taksi. Buru-buru dia naik lalu mengatakan alamat tujuan. Perjalanan cukup hening hingga sang supir menyetel sebuah lagu. Lagu itu adalah kesukaan Angie dan tanpa sadar wanita itu mulai menyanyikannya. Tanpa dia sadari ternyata sepasang mata dari tadi sedang mengawasi dari kaca depan mobil.

SEKILAS ANGIETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang