Suara.
Sebagian besar dari ingatannya dibentuk oleh potongan-potongan suara.
Bagi Barou Arestya, suara kadang memberikan gambaran lebih jelas di memorinya daripada pengelihatan. Misalnya momen saat ia membawakan sebuah lagu di atas panggung festival minggu lalu.
Di tengah-tengah visibilitas yang terbatas karena harus menggunakan kostum maskot, Barou bisa ingat suara apa saja yang ia dengar. Suara noise dari mic yang disetting seadanya. Suara derit pijakan yang diinjaknya saat menaiki panggung. Dan suara seseorang yang mungkin memarahinya karena melakukan tindakan ini.
Waktu ia berdiri di atas panggung tidak ada satupun pengunjung yang memperhatikannya, mereka sibuk berkeliling di festival. Tentu saja perannya di sini hanyalah sukarelawan random untuk mengisi acara dan sebuah background musik diantara keramaian.
Jadi Barou memasrahkan semuanya dan mulai bernyanyi.
Tak peduli separau apa suaranya saat itu, seburuk apa kontrol nafasnya, atau apakah lirik yang ia nyanyikan salah. Barou mengeluarkan semuanya, ia ingin berteriak agar suaranya didengar sejauh mungkin.
Dan ketika akhirnya lagu itu berakhir. Barou bisa mendengar suara yang terasa asing sekaligus familiar. Suara yang membuatnya bertanya-tanya sampai kapan ia akan kabur dan melarikan diri.
Suara riuh penonton yang bersorak.
.
.
"HAAH? 100.245 kali dilihat?!"
Mari kita kembali ke masa kini, sekitar satu minggu setelah peristiwa di paragraf di atas terjadi. Sebuah teriakan terdengar dari luar bangunan antik bercat peach dengan kanopi yang tertutup tanaman rambat. Di papan nama yang terpasang pada pintu masuk tertulis dengan jelas nama toko yang akan menjadi latar cerita kita. Toko Permen Helianthus.
Ketiga karyawan toko permen ini, Marco, Nana dan Barou duduk di ruang tengah. Mereka berkumpul untuk melihat sebuah video unggahan yang sedang viral. Video itu menampilkan seorang pemuda yang mengenakan kepala kostum maskot singa di atas panggung dengan gitar yang sedang menyanyi.
"Serius?" Marco membenarkan kacamatanya untuk melihat lebih jelas.
"Aaah, aku nggak mau lihat." Barou berkata putus asa sambil menutup wajahnya dengan tangan. Rasanya ia ingin menggali lubang dan menyembunyikan diri.
Hari ini sudah sekitar tiga bulan sejak Toko Permen Helianthus dibuka kembali. Ngomong-ngomong toko ini juga sudah dipoles jadi lebih baru, catnya dilapis ulang, dan Marco menaruh tiang penunjuk jalan di tikungan depan agar pengunjung yang mencari toko ini bisa melihat patokannya.
Marco adalah pria berkacamata dengan rambut cepak yang sedang duduk di sofa. Wajahnya tampak judgemental melihat video yang terputar di handphone yang dipegangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toko Permen Helianthus: ARC 2
General FictionToko permen itu ada di Ujung jalan. Oh ya? kalian sudah tahu? sepertinya memang video tic-tac tersebar dengan cepat ya. belakangan Toko Permen Helianthus trending karena maskot lucunya yang bisa bermain piano. kata Pak Marco sih ini menguntungkan...