Rintik derasnya hujan bahkan tak sanggup untuk disandingkan dengan retaknya hati sang jelita. Netra cantik itu menunduk sembari menatapi jalanan dengan genangan air di mana-mana. Bunga mawar yang dibawanya telah lama terjatuh, kelopaknya berserakan, hanyut terbawa oleh arus air hujan.
Sebuah payung terulur padanya, gadis itu tak menoleh untuk sekedar melirik siapa yang rela basah-basahan demi memayungi dirinya.
"Kau bisa sakit, (Name)."
Suaranya begitu lembut tapi tak cukup untuk menggerakkan hati sang jelita. Tatapan gadis itu masih kosong layaknya tak ingin bernyawa.
Sang adam nampak khawatir bukan semata-mata karena ada rasa, tapi karena sang gadis merupakan teman masa kecil yang sudah bersama lama dengan dirinya.
"Di sini... Di sini rasanya lebih sakit."
Suara gadis itu lemah seakan bisikan halus yang diterpa oleh angin, tersapu oleh dentuman rintik hujan yang menggema di telinga.
Pria itu hanya terdiam. Dohwa sejujurnya pun tidak bisa berbuat apa-apa. Pasalnya ini mengenai sebuah rasa yang di mana tak satupun manusia punya kuasa untuk sekedar berturut andil di dalamnya kecuali sang pihak utama.
Cinta memang menakutkan, rasa itu menghasilkan dua ujung yang berbeda. Ntah itu rasa bahagia ataupun duka semata.
Diapun mengalami hal yang sama tapi sang adam masih cukup bisa berpikir jernih untuk tidak melakukan hal bodoh seperti yang dilakukan sang hawa.
"Mau mutualismean ga?"
Kalimat itu terujar langsung dari bibir manisnya membuat sang adam mengerutkan dahi tak paham.
"Mutualisme?"
Anggukan diberi, lantas sang jelita mengitari tubuh sang adam sebelum mengeluarkan senyum khasnya.
"Iya, bayangin gue sebagai So Ae dan gue bayangin lo sebagai Eunhyuk."
Kalimat itu membuatnya terdiam, cukup lama sebelum suara maskulin itu terbuka dengan nada keraguan di dalamnya.
"Kau yakin, (Name)?"
Sang gadis mengangguk tanpa ragu bahwasanya jika memang resiko besar diterima dia sudah tidak peduli. Rasa sakit dihatinya begitu besar dibandingkan dengan apapun itu.
Hati penuh rasa gundah, Dohwa tidak yakin dengan pilihannya sendiri, tapi ia tidak ingin menyakiti perasaan teman masa kecilnya yang selalu membantunya dulu. Dohwa ingin membantu (Name). Namun, seakan sesuatu terasa mencegahnya. Logikanya berteriak jangan, tapi pria itu lebih mendengarkan kata hatinya daripada logika yang meneriakinya.
Meneriaki kebodohan semata yang berujung untaian rumit yang terus terjalin hingga sukar untuk melupa.
Dan (Name) yang buta akan rasa yang tidak bisa dipunya. Hal yang paling dibenci oleh sang gadis, yaitu ketidakmampuannya untuk melupakan pria yang bahkan tidak menjalin hubungan apa-apa dengannya.
Padahal sudah jelas-jelas ditolak tapi hati sang jelita tetap berharap seakan merasa mungkin masih ada peluang baginya untuk mengejar sang pujaan hati yang bahkan tidak ingin sekedar membalikkan badan untuknya.
Dohwa tetap diam, matanya tak sekalipun berkedip saat memandangi paras luar biasa gadis itu. Tangannya terulur untuk mengelus pipi lembutnya, terasa begitu halus hingga Dohwa merasa dia mungkin akan menyakitinya jika ia tidak hati-hati sedikitpun dalam menyentuhnya.
(Name) bersandar dalam sentuhannya sambil memejamkan mata, deru angin yang bercampur dingin dan basah oleh rintik air hujan tak membuat suasana mengeruh. Yang ada rasa hangat mengembara di antara dua orang yang sama-sama menjadi pilihan kedua.
Netra gadis itu terbuka menampakkan manik indahnya. Dohwa tidak pernah berhenti terpana ketika menatapnya.
Tapi kenapa ia tidak bisa jatuh cinta kepadanya?
Netra indah itu memiliki kantung mata di bawahnya, yang dahulunya tidak pernah ada. Tanpa sadar jari Dohwa bergerak untuk mengusapnya dengan hati-hati.
'Sebegitu patah hatinya kah dirimu, (Name)?'
Gadis itu turut serta menatapnya tanpa ekspresi yang jelas di wajahnya. Dia mendekat, memeluk pria itu dengan erat. Menempelkan hidungnya pada dada sang adam, menghirup wangi hujan serta wangi parfum pria itu yang telah bercampur menjadi satu.
"Lo bakal bantuin gue kan?"
Seakan tak ingin ditolak. Walau dengan perawakannya yang lembut, Dohwa tau (Name) saat ini tengah memaksa dirinya, dan dia pun tak punya kuasa untuk menolak gadis ayu itu.
Anggukan diberi oleh Dohwa yang tanpa pria itu sadari membuat benang yang awalnya telah kusut berantakan makin mengusut hingga tidak memiliki celah untuk bisa diperbaiki ulang.
Satu anggukan yang menjadi penyesalan bagi pria yang bahkan tak sanggup untuk menolak permintaan teman semasa kecilnya.
Gadis itu terlalu bersinar. Tapi tidak cukup untuk membuat sang adam mengalihkan pandangannya sejenak dari sang pujaan hati.
Niat hati ingin saling menyembuhkan diri berujung saling bergantung hingga lupa diri.
Bisakah keduanya menjalani hidup dengan terus berpura-pura menjadi orang lain sekadar hanya untuk menyenangkan hati yang telah tersakiti?
"Kita memulainya sama-sama... Maka dari itu kita juga harus mengakhirinya bersama-sama."
"Tapi sanggupkah kita untuk melakukannya?"
TBC♡
Gimana menurut kalian prolognya, guys?
Lanjut or nah?
Cung angkat rumah tetangga kalian kalo mau ak lanjut☝️😇.
Ini stories dari oneshoot aku yaa yang bagian chapter Dohwa tentunya.
Nah aku gatau kedepannya gmna tp bisa aja sesuai alur oneshoot atau bisa aja aku ubah hehee.
Btw ini tuh udah aku rombak, guys... Spoiler barunya bkin aku termotivasi :").
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐀𝐇𝐀𝐑𝐒𝐀 [𝐃𝐨𝐡𝐰𝐚𝐱𝐘𝐨𝐮]
Romance╰┈➤𝙸𝚖𝚊𝚐𝚒𝚗𝚎 𝚢𝚘𝚞 𝚊𝚜 𝚝𝚑𝚎 𝚜𝚎𝚌𝚘𝚗𝚍 𝚌𝚑𝚘𝚒𝚌𝚎. ๑┈•✦✦•┈๑ Cinta di tolak dukun bertindak? Paras yang menawan tak selamanya sebagai sebuah keberuntungan. Pertama kali jatuh cinta tapi diputuskan oleh y...