07

8 1 0
                                    

"Pacaran teros." Sebuah sahutan asal dari seorang kru yang sedari tadi memasang lighting di dekat mereka, membuat Mela dan Ilham seketika menarik diri mereka menjauh.

"Hati-hati, Mel."

Ternyata Kak Raja menariknya, tepat sebelum kakinya tersandung oleh rangkaian kabel yang ada di depannya. "Makasih kak." Ia membalas pelan, masih tak mampu menatap langsung wajah lelaki itu, sebab ingin menyembunyikan wajahnya yang ia yakin sekarang memerah karena malu.

Mela dengan cepat membalikkan badannya untuk segera pergi dari situasi yang canggung itu, namun Kak Raja ternyata mengekorinya di belakang. "Kamu mau kemana?"

"Ehm, mau beli es kelapa muda Kak." Jelasnya, sambil sok menelisik ke berbagai gerobak penjual kaki lima yang ada di seberang jalan.

"Itu ada yang jual Es Kelapa muda!" Perempuan itu terkesiap saat pergelangan tangannya tiba-tiba di tarik pelan oleh Kak Raja, membawanya menyebrang menuju gerobak kecil berwarna hijau.

"Pak Es Kelapa Mudanya dua, yang satu jeruk nipisnya dua ya."

"Saya juga mau deh Pak satu." Ilham ikut memesan, teriknya cuaca siang itu membuatnya ikut ingin menuntaskan dahaganya.

Mendengar pesanan Ilham, membuat Mela spontan bertanya. "Gak ditambah susu kental manis, Kak?" Bukannya berhasil kabur, perempuan itu malah semakin terjebak.

***

Selayaknya SMA pada umumnya, Area Luar gerbang SMA Pattimura pun tak pernah sepi oleh penjajak jajanan. Namun jika biasanya akan ada banyak variasi jajanan yang bisa ditemukan di area luar gerbang sekolah lain, baik jajanan ringan, gorengan ataupun instan. Area luar gerbang SMA Pattimura telah dijuluki sebagai koridor Es Degan. Hal ini dikarenakan dari ujung tembok sisi kiri hingga sisi kanan, berderet berbagai gerobak yang menjual es kelapa muda sebagai komoditas utama mereka. Cuaca kota Jakarta yang kian hari kian panas membuat es kelapa muda menjadi pelarian melepas dahaga yang paling pas untuk para siswa SMA Pattimura.

Diantara deretan penjual Es Kelapa Muda itu, sejak hari pertama masuk sekolah, Mela sendiri sudah punya gerobak es degan langganan, Es Degan Pak Amin. Letaknya yang berada di ujung kanan tembok luar sekolah, memudahkan Mela untuk memesan es degan dari sela-sela pagar pembatas saat sedang malas keluar dari area sekolah.

"Pak Amin." Mela sekali lagi memanggil penjual es degan langganannya itu, namun nihil masih tidak terdengar jawaban. Sepulangnya dari kantin, tiba-tiba saja tenggorokkannya mengidam-idamkan es kelapa muda yang manis dan segar.

Dari sela-sela pagar, sebuah punggung terlihat mengintip, Mela dengan cepat menjorokkan tangannya untuk mencolek punggung itu, "Pak Amin."

Sebuah kernyitan bingung langsung menyambutnya, namun alih-alih wajah renta penuh kerutan milik Pak Amin, Mela menggigit bibirnya kikuk sebab tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan wajah yang sudah memenuhi benaknya sejak pertemuan pertama mereka, di tempat serandom gerobak Es Degan Pak Amin. "Eh kak Ilham."

"Memangnya tampang gue boros banget ya?" Ilham menanggapi dengan jenaka.

"Mungkin udah saatnya kali ya Gue pakai serum anti agingnya Nyokap." Lanjutnya sambil sok-sokkan bercermin di depan kaca transparan milik gerobak es degan yang ternyata ditinggal oleh pemiliknya untuk mencari kembalian sejak lima menit lalu.

Ini Den, kembaliannya." Pak Amin yang tiba-tiba muncul dari sisi lain gerobak, menyelamatkan Mela dari hening canggung yang hampir saja tercipta lagi diantara mereka.

"Gue duluan ya." Lelaki itu berpamitan sambil tersenyum tipis, yang sontak di balas Mela dengan senyuman canggung.

Sejak hari itu mereka sering menemukan satu sama lain di situasi yang serupa. Lalu tanpa sadar senyum yang saling berbalas itu berubah menjadi kata demi kata yang tertukar. Canggung yang timbul perlahan hilang, entah sejak kapan gelak tawa mulai hadir diantara mereka, atas candaan yang mereka saling tahu tidak ada lucu-lucunya itu. Menjalin kedekatan yang tidak mereka duga.

"Emang nggak terlalu manis kak?" Mela bertanya, merujuk pada es kelapa muda milik Ilham yang selalu dipesannya dengan extra susu kental manis. "Enggak tuh." jawab Ilham sambil menyeruput pelan minumannya yang tiba-tiba saja sudah tinggal setengah itu.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa jam yang lalu, sehingga sudah hampir tidak ada lagi siswa yang terlihat berkeliaran disekitar sekolah. Mereka berdua sama-sama duduk di kursi kayu panjang yang telah disediakan di dekat gerobak. Diam-diam Mela berharap bisa membuat waktu bergerak lebih lambat.

Perempuan itu sedang menunggu untuk dijemput oleh Ibunya, sementara Ilham sedang meredakan dahaga setelah melakukan latihan untuk acara pensi SMA tetangga yang akan diadakan pekan depan.

Ilham tiba-tiba tersadar akan sesuatu dan memalingkan wajahnya ke Mela, "Dari kemarin tuh gue kepikiran buat nanya, tapi lupa terus. "

"Lo mau nggak ngisi musikalisasi puisi buat gig nya The Kingdom minggu depan?"

Mela hampir saja tersedak. "Gimana kak?" Ia masih tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya

"Ya, gue kemarin baca, puisi terbaru Lo." Ah, memang benar dua hari lalu Mela menempelkan puisi baru ciptaannya di mading sekolah seperti biasa. Wajahnya terasa panas, teringat kalau sumber insiprasi puisi berjudul Notasi Hati itu sedang berbicara dengannya sekarang.

"Menurut gue, pas banget sih untuk jadi pengantar lagu kita nanti." Ilham lanjut menjelaskan, tidak menyadari kemelut hati dan pikiran yang sedang dialami Mela.

Frekuensi atas nadi dan desir hati

Maukah kau mengerti abstrak isi notasi

-Notasi Hati-

***

"Gak ditambah susu kental manis, Kak?"

Mereka saling bersitatap, pun manik mata perempuan itu langsung melebar saat akhirnya menyadari maksud tersirat pertanyaan spontan yang ia lontarkan kepada Ilham.

Tawa kecil yang keluar dari mulut Ilham, membuat Mela menelan ludah kasar. Menggigit bibirnya panik.

"Waduh, ternyata se-aneh itu ya, tambahan kental manis, sampai masih aja kamu inget."

Mela ikut tertawa kaku, "Iya kak, Aneh sih itu, menurut aku sampai sekarang." Ia akhirnya bisa menarik nafas lega.

"On a serious note, Saya udah lama nggak pakai ekstra kental manis. Sadar umur." Lelaki itu kembali terkekeh pelan, sembari menatap ujung sepatunya yang tiba-tiba saja tampak lebih menarik. Ia akhirnya menyadari satu lagi hal dari dirinya yang telah berubah seiring bertambahnya usia.

Dua buah gelas es kelapa muda pesanan Mela yang sudah selesai dibungkus, telah diangsurkan kepadanya. "Aku pergi dulu ya Kak, sudah ditunggu Sonya di tenda." 

Mela membalikkan badannya, namun sebelum ia sempat berjalan dan berlalu, manik cokelat abu itu kembali menatapnya lamat-lamat. "Kalau kamu sendiri, masih suka-"

Suara klakson truk yang melintas kencang terdengar, membuat kata-kata diujung bibir lelaki itu tak sempat ditangkap telinganya.

"Gimana kak?" Mela kembali bertanya, namun Ilham akhirnya hanya menggeleng pelan. Kata-kata yang hendak laki-laki itu ucapkan pun tertahan di ujung bibirnya. Potongan-potongan pertanyaan yang dirangkai masih belum menemukan jawaban.

-tbc-

Unsent MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang