Halaman ke-3

22 3 2
                                    

Pukul 19.00, dikediaman keluarga Rafka, dengan kesibukan masing-masing. Rafi-papa Rafka dengan tenang memperhatikan layar tv sambil menyesap kopi buatan sang istri, Rafka disampingnya tiduran disofa dengan handphone yang berada digenggamannya, Dina sedang didapur, entah apa yang dilakukan.
Dan terakhir Seli dengan kesibukan mengobrak abrik kamar yang berada di lantai atas.

Anak itu seperti setrika, pasalnya hampir 20 menit dirinya kesana kemari dibuat bingung oleh kertas berwarna biru. Ia ingat betul kemarin, ia meletakkannya ditumpukan buku. Tapi sekarang uang itu tidak ada ditempat semula. Dan akhirnya keluar decakan dari mulutnya. Tersangka pertama ialah kakaknya-Rafka.

"Pa, itu tolong nanti kalo airnya udah panas, matiin kompornya ya, mama mau ke warung beli minyak," pesan Dina kepada suaminya yang tidak mendapatkan jawaban.

Setelah kepergian Dina, keluar suara kencang yang dapat mengguncang gendang telinga.

"RAFKAA !!," teriak Seli dari tangga atas.

"Astagfirullah," alhamdulillah Rafi ingat akan dosanya dan hampir saja ia tersedak oleh kopi panas. Mungkin ia hanya membatin 'anak biadab'.

"Anj," umpat Rafka yang tertimpa handphone yang mendarat di hidungnya. Seperti dia tidak ingat dosanya yang sudah setinggi gunung fuji. "Kenapa Sel?" Tanya Rafi dengan lembut.

"Uang aku ilang yah, yang ngambil Rafka!" Adunya dengan menunjuk Rafka dengan tatapan yajamr, seakan siap memakan Rafka hidup-hidup.

"Eh, gausah fitnah lo Sel"

"Eh elo Rafka yang gausah ngeles." Melihat wajah adiknya yang mirip seperti banteng yang melihat kain berwarna merah, segera Rafka bangun dari posisi tidur dengan senyum tanpa dosa.

Seli jika sudah terlanjur marah, dia tidak akan toleran, bahkan sampai berani menendang kakaknya.

Merogoh kantong celana pendek yang Rafka kenakan, membuka dompet dan mengembalikan uang 50 ribu milik Seli. Seketika wajah Seli sumringah.

"Huu dasar"

"Eh elo kalo minta sesuatu belinya pakek duit gue Sel"

"Ya lo sebagai kakak yang baik nurutin kemauan adeknya lah"

"Lah gue kakak lo bukan bokap lo"

"Nyenyenye"

Beberapa menit setelah sedikit perdebatan dan kembalinya Seli kedalam kamar.

"Pa, kayak bau sesuatu deh. Kaya gosong gitu," Rafka mencoba menajamkan indra penciumannya, Rafi diam kembali menyesap kopi.
Karna Rafi tidak merespon, Rafka diam seakan tidak terjadi apa-apa. Otaknya seperti mengingatkan sesuatu, mengirim sinyal untuk bersiaga.

Beberapa saat kemudian, Dina pulang dengan barang-barang kebutuhan dapur, meletakan disamping meja dan menegak kopi milik Rafi untuk meredakan rasa haus. Otak Dina bekerja, seperti ada sesuatu yang janggal. Segera ia menuju ke dapur. Insting seorang ibu tidak pernah salah.

"PAPA!!" Teriak Dina dari dapur. Rafi mendelikan mata saat mendengar namanya disebut dengan intonasi  tinggi. Ada yang tidak beres. Rafka yang tadinya berbaring sambil cekikikan langsung berdiri diam mematung.

"Tadi mama bilang apa sama papa?" sentak Dina setelah berada didepan Rafi dengan menjewer telinga suaminya. "Akh sakit ma"

"Itu panci yang tadinya kinclong sekarang udah gosong gara-gara papa sibuk nonton tv!!"

"Ampun ma ampun!!" semakin tinggi jeritan Rafi, semakin kencang pula jeweran Dina kepada telinga sang suami.

Seolah tidak puas dengan jeweran yang menimbulkan bekas merah ditelinga, Dina mencubit tangan dan perut Rafi "Makanya kalo istri lagi ngomong itu diperhatiin"

"Iya ma, ampun ma"

Rafi menatap Rafka dengan tatapan melas, seolah meminta pertolongan dari sang anak bahwa dirinya sedang disiksa oleh istrinya sendiri. Rafka hanya bisa mengaruk belakang kepalanya, tidak tahu harus berbuat apa. Hanya bisa membatin.

Anjir mak gue kdrt

****

"Wihh, mau musim mangga ya?" ucap Natta dengan tatapan berbinar pada pohon mangga yang sedang berbunga. Dibalik tatapan itu terdapat ide yang tiba-tiba muncul.

"Lo mau nyolong ya?" sarkas Fania seakan tau isi pikiran temannya. "Kalaupun gue ngambil, udah duluan kelas dua belas kali yang ngambil"

Jika niat Natta mengambil mangga memang benar, mungkin mangga itu sudah habis di ambil kelas dua belas. Batang pohon yang banyak mangga menjulur keatas, dimana kelas dua belas berada. Jadi mudah saja bagi mereka mengambilnya.

"Eh duduk situ yok. Sekalian cuci mata hehe"

Zefa dan Fania geleng-geleng kepala mendengar penuturan dari temannya. Tapi tidak ada salahnya menuruti saran dari Natta. Berteduh dibawah pohon adalah yang terbaik apalagi sedang musim kemarau seperti sekarang.

Melihat beberapa murid berjalan, dan akan heboh jika melihat murid laki-laki yang menurut mereka disukai, menyinyir jika melihat murid perempuan dengan dandanan menor, menggosip guru yang menurut mereka julid. Mungkin itu hal yang lumrah bagi kaum perempuan.

"Eh kampret tu orang, pacaran malah disini. Gak tau apa ada hati yang iri" rutuk Natta pada pasangan yang sedang berjalan dengan tangan bergandengan. Sepertinya dari kelas sepuluh. "Woi kalo pacaran jangan disini woi," sambungnya dengan berteriak kecil.

"Yaudah sih biarin. Lo kok jadi ngurusin hidup orang," Zefa mulai gemas dengan Natta.

"Karna gue tau kalian pada iri," balasnya dengan memutar-mutar jari telunjuk didepan wajah Zefa dan Fani

"Kapan ya gue punya pacar. Gue juga pengen"

"Mau gue cariin?" yang ditanya menggeleng.

"Ga yakin ada yang mau sama gue" Natta mengeluarkan ekspresi seolah terkejut dengan apa yang dia dengar dari mulut temannya. "Lo tu cantik wahai Fania temanku," ucapnya sambil membolak-balikan wajahnya.

"Lo juga cantik kok Ze, hehe"

"Kapan ya gue bisa ngerasain hal romantis dalam hidup gue. Gue sering baca cerita atau nonton film bergenre romantis, tapi hal itu gak pernah mampir ke dalam kehidupan gue"
Ucap Zefa dengan membolak-balikan novel yang baru saja ia pinjam dari perpustakaan. Membuka beberapa lembar, dan membacanya sebentar. Dia menemukan sebuah kalimat 'Lo akan menjadi orang terlama yang akan gue cintai' novel Dia Bara karya Weensr.

Lagi-lagi tentang perasaan. Bolehkah ia berharap pada sesuatu yang pastinya tidak akan terjadi?
Padahal berharap adalah salah satu cara yang paling mudah untuk sakit hati.

****

Terimakasih sudah mampir dan membaca.

Maaf kalo ceritanya kurang menarik dan agak aneh

Jangan lupa bintangnya ya

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RafkaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang