Sembilan

1.5K 294 0
                                    


"Well, kurasa kalian ke sini karena ingin mendapatkan jawaban." Pansy berucap. Bersama Blaise, ia mendapati Ginny, Harry, dan Ron berada tepat di pintu masuk ruangan tempat Draco masih terlelap. Di dalam sana, sudah dapat ditebak, bahwa Hermione Granger, bagian dari Trio Gryffindor, masih terisak di samping ranjang Draco.

Ginny yang terlebih dahulu berucap. "Sekarang katakan, apa yang kalian ketahui."

"Draco dan Granger sudah menikah," Pansy mengangkat tangannya. Memberi isyarat kepada ketiga murid Gryffindor itu untuk diam. "Ya, kami juga belum lama tahu. Dan, kurasa Granger juga cukup cerdas menyembunyikannya dari kalian."

"Tapi, bagaimana mereka berdua sampai menikah?"

Giliran Blaise yang mengedikkan bahu. "Entahlah, Bulstrode hanya menyebar rumor di Slytherin bahwa Draco dan Granger menikah, lalu kami menemui Narcissa dan dia bilang bahwa rumor itu benar."

"Kenapa? Kalian bertiga menentangnya?" Blaise membuka pintu ruangan tempat Draco dirawat. Memperlihatkan Hermione yang tidak lagi terisak di pinggir ranjang pemuda pirang itu, melainkan tengah berbaring di samping Draco. "Kurasa percuma."

Blaise menutup kembali pintu itu. Membawa Pansy pergi dari tempat itu adalah pilihan terbaik kali ini. Terlebih melihat wajah Ron Weasley yang jelas tidak terlalu nampak bersahabat. Well, siapa pun pasti akan terkejut mendengar berita pernikahan Granger dan Malfoy. Terlebih untuk sosok yang bertahun lalu dikenal sebagai kekasih Hermione. Walaupun, tak berselang lama, Ron juga memilih pergi meninggalkan tempat itu. Meninggalkan Harry dan Ginny yang terdiam untuk beberapa lama dalam diam sebelum kompak berlalu.

Sementara di dalam sana, Hermione tak terlelap. Kedua mata hazelnya bahkan kompak memandangi siluet wajah Draco. Beberapa luka parut tercetak di sana. Beruntung Arresto Momentum darinya berhasil memperlambat waktu. Membuat cidera yang harus diterima pemuda itu tidak terlalu parah. Namun, tetap saja. Semenjak jatuh dari Nimbus-nya siang tadi, Draco belum juga terbangun. Bahkan hingga malam mulai menyelimuti Hogwarts. Membawa Hermione ke dalam rasa kelam dan juga dingin yang tiba-tiba menyergap.

"Aku mencemaskanmu, Draco, cepatlah bangun," bisiknya. Dengan pelan, tangan Hermione menyusup ke dalam selimut tipis yang membungkus sebagai tubuh pemuda itu. Merasakan detak jantung dan gerak pelan napas Draco.

"Hermione?"

Gadis itu berjingkat. Buru-buru ia bangkit begitu mendengar suara lembut menyapanya pelan. Ia turun dari atas ranjang itu. Menyambut Narcissa yang tersenyum ke arahnya. Wanita Pureblood itu mengelus kepalanya lembut sebelum lantas beralih kepada Draco.

"Terima kasih telah menjaga Draco, my dear," Narcissa menggenggam lembut tangan sang menantu. "Aku sebenarnya ke sini tidak untuk melihat keadaan Draco, ini bukan kali pertama ia jatuh dari sapu terbang," kekehnya.

"Ah, kudengar juga dari McGonagall, kau juga yang menyelamatkan Draco," terabas Narcissa, tidak membiarkan Hermione membuka mulut.

"Itu bukan apa-apa."

"Tentu saja itu apa-apa, berkatmu Draco tidak terlalu terluka."

Hermione menunduk. "Kurasa, Draco terluka karenaku. Walaupun aku tidak tahu yang terjadi, tapi setelah libur Natal, Draco berubah."

"Benarkah?" Narcissa mengangguk mengiyakan, terutama ketika sekelebat bayang Draco ketika libur Natal tiba memang tidak terlalu baik. "Kurasa karena berhubungan dengan kedua orang tuamu."

"Ada apa dengan mereka? Apakah ada kabar buruk yang terjadi?" Hermione berucap cepat. Jelas sekali raut wajahnya diselimuti raut cemas.

Narcissa menggeleng pelan. Diraihnya wajah Hermione dengan lembut. "Tidak, Hermione, mereka sudah ditemukan. Di Australia. Dan, ingatan mereka telah kembali."

Tidak ada yang dilakukan Hermione selain menghambur memeluk Narcissa. Merasakan kehangatan seorang ibu yang diam-diam begitu ia rindukan. Tak lupa, mengucapkan terima kasih berulang-ulang. Sementara Narcissa hanya menepuk-nepuk punggungnya lembut. Sebelum lantas wajah cerah Hermione kembali terganti dengan mendung. Dari balik punggung Narcissa, ditatapnya wajah Draco yang terlelap dengan mata sendu. Hermione tersadar, waktunya bersama Draco hampir berakhir. Ya, tentu saja, waktu pernikahan mereka.

"Ada apa, Hermione?" Narcissa bersuara. Melepas pelukan mereka hingga nampaklah wajah murung gadis di hapapannya ini.

Mencoba tersenyum, Hermione justru merasakan matanya memanas. Meloloskan air mata yang telah ia tahan kuat-kuat. Sekuat tenaga ia mencoba untuk menghentikan tangisnya. Namun, yang terjadi justru lain. Hermione bahkan sukses membuat Narcissa diliputi cemas. Wanita itu berusaha keras untuk mengembalikan senyum di wajah Hermione.

Wish You Could Hold Me (DRAMIONE) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang