Lembar 7

134 30 7
                                    

(name) mematung. Begitu juga dengan Kazuki yang masih menatap tidak percaya pada tamu yang baru saja datang.

Dengan senyum kikuk Satoru menyapa keduanya.

"Maaf mengganggu waktu kalian. Apa aku boleh bertamu?" tanyanya sekali lagi.

Kazuki yang seolah tersadarkan langsung lari bersembunyi di balik tubuh sang ibu, begitupun (name) yang masih bingung harus berbuat apa hanya mampu terdiam dengan perasaan yang campur aduk.

Tak kunjung mendapatkan balasan dari pemilik rumah, pria bersurai putih itu kembali menampilkan senyum. Senyuman kekecewaan.

"Ah... Begitu ya... Tidak apa. Sepertinya aku datang di waktu yang kurang tepat. Kalau begitu aku permisi."

"Masuklah."

Baru saja Satoru hendak berbalik, suara pelan nan bergetar terdengar dari dalam rumah. Sang empu sedikit menaikkan kepalanya, menatap (name) yang rupanya sedang menatapnya pula.

Wajah senang sontak Satoru tunjukkan saat itu juga. Ia lantas masuk ke dalam rumah dan mengekori (name) yang mengarahkannya ke ruang tamu. Kazuki yang masih menempel dengan sang ibu pun tak luput berada di dekat (name). Kedua tangan kecilnya masih gemetar sedari tadi.

"Duduklah. Aku akan menyiapkan jamuan kecil," titah (name).

Sebelum duduk, Satoru menyodorkan bucket bunga yang tadi ia bawa pada (name). "Kuharap kau menyukainya," ujarnya.

Dengan ragu wanita itu menerima pemberiannya dan tak lupa berterima kasih.

"Mama..."

Suara kecil itu terdengar oleh gendang telinga (name). Ia menolehkan kepalanya, menatap Kazuki yang masih bersembunyi di belakangnya.

"Sementara Mama menyiapkan minuman dan makanan untuk tamu, Kazuki tunggu disini ya..." ujarnya. Namun Kazuki membalas dengan gelengan pelan bahkan genggamannya pada celana yang (name) pakai terasa semakin erat.

Wanita itu hanya tersenyum kecil. Ia mengusap lembut surai putih Kazuki dan mengangguk pelan. "Tidak apa-apa... Jangan takut..." gumamnya yang masih bisa didengar oleh sang anak.

Sebagai anak penurut dan tidak mau mengecewakan ibunya, akhirnya Kazuki bersedia menunggu di ruang tamu dan duduk berhadapan dengan Satoru. Kedua pahanya dirapatkan, begitu juga dengan postur tubuhnya yang berubah tegap. Anak itu merasa gugup karena ini pertama kalinya ia bertemu dengan ayahnya. Sejak tadi Kazuki menundukkan kepalanya, tidak berani menatap langsung sepasang mata biru yang terasa lebih tegas dibanding mata biru miliknya.

Kendatipun Satoru diam-diam merasakan hal yang sama seperti yang Kazuki rasakan. Ia ikut merasa gugup karena duduk berhadapan dengan anaknya. Ia ingin memulai obrolan dengan Kazuki tapi bingung harus mulai darimana. Apalagi melihat gelagat Kazuki yang hanya diam membuat Satoru menyimpulkan kalau sepertinya anak itu tidak ingin berbicara dengannya.

Pada akhirnya suasana diantara ayah dan anak ini diselimuti kecanggungan tak berujung. Hingga (name) datang dari dapur yang sanggup memecah konsentrasi mereka.

Wanita itu menaruh nampan berisi jamuan di atas meja. "Silahkan dinikmati," ujarnya. Satoru langsung membalas, "Padahal kau tidak perlu repot-repot seperti ini," ujarnya.

Dengan santai (name) membalas ucapan pria itu.

"Karena sudah sepantasnya tuan rumah menjamu tamunya."

Entah mengapa mendengar jawaban (name) yang seperti itu membuat hati Satoru merasa sakit. Memang benar pada dasarnya dia adalah tamu di rumah ini. Tapi mendengarnya langsung seperti itu rasanya Satoru seperti terluka. Dia seperti benar-benar dianggap orang asing oleh (name).

THIS IS MINE, NOT YOURS || JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang