Setiap orang mempunyai masalah dalam hidupnya. Entah itu masalah rumit atau pun sebaliknya. Begitu pula dengan Uchiha Sasuke, pemuda tampan yang memiliki mata seindah langit malam serta kulit seputih salju. Parasnya yang tampan serta terlahir dari keluarga berada tak lantas membuat hidup pemuda itu lancar tanpa hambatan. Kehidupan Sasuke sama seperti kebanyakan orang normal pada umumnya, memiliki sebuah masalah yang cukup rumit, menurutnya, bukan menurut orang lain.
Karena permasalahan yang dihadapi setiap orang pastilah berbeda-beda. Jika menurut kita permasalahan yang kita hadapi cukup sulit hingga membuat sakit kepala bahkan depresi, belum tentu menurut orang lain. Begitu juga sebaliknya.
"Pokoknya aku tidak mau!" Sasuke mengacak rambut hitamnya untuk kesekian kali. Wajah yang biasanya datar dan terkesan dingin kini menunjukkan ekspresi lain, frustasi. "Jika kalian masih nekat, aku akan gantung diri!"
Ancaman dari Sasuke membuat Uchiha Fugaku, kepala keluarga sekaligus ayah kandung dari Sasuke menggebrak meja kerja dengan sekuat tenaga. Matanya masih menampilkan sorot tajam yang sayangnya tak berefek apa-apa pada Sasuke. Di sisi lain, Itachi hanya bisa menghela napas dalam-dalam tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata pun.
"Terserah." Sasuke kembali berbicara. Kali ini dengan nada yang pelan dan terkesan pasrah. Menurutnya, pecuma saja membuang tenaga dengan berteriak, toh, ayahnya yang memiliki sifat sekeras batu itu tak akan pernah mau mendengarkan apa keinginannya, sekali pun itu hal sepele. "Aku tidak akan pernah mau menemui perempuan itu."
Sasuke memberikan tatapan peringatan pada ayah serta kakaknya sebelum berjalan dengan langkah lebar dan membanting pintu rumah dengan keras.
Ia harus pergi dari neraka itu.
Ia harus mendinginkan otak dan juga hatinya.
.
.
.
Berputar-putar tanpa tujuan adalah hal yang sudah Sasuke lakukan sejak dua jam lalu. Arloji yang melingkar di tangannya menunjukkan pukul tiga pagi. Sebentar lagi pagi, dan udara cukup dingin ketika menerpa kulitnya yang tak berbalut jaket.
Sasuke menghela napas, memilih untuk menutup kaca mobil yang sudah terbuka sejak pertama kali ia mengendarainya, dua jam lalu. Ia merutuki kebodohannya yang hanya menuruti emosi sesaat tanpa berpikir panjang.
Orang emosi mana sempat berpikir jernih! Sasuke mengumpat dengan suara lantang serta mengacungkan jari tengah, kembali merutuki kebodohannya untuk kesekian kali dalam sepuluh detik terakhir. Sebisa mungkin, dia menahan diri agar tak sampai menertawakan dirinya sendiri yang sudah bertingkah konyol dan kekanakan.
Sekarang ia harus ke mana? Pulang ke rumah? Tidak. Sasuke menggeleng. Ia tidak sudi menginjakkan kembali kakinya ke neraka dunia berpenampilan mewah itu, setidaknya untuk hari ini. Besok? Terserah. Tapi, di dalam dompetnya sekarang ini hanya ada beberapa lembar saja uang tunai. Jadi— terserah!
Sasuke memarkirkan mobilnya ketika melihat sebuah taman yang cukup— sangat sepi. Berjalan-jalan sebentar untuk membunuh bosan bukanlah ide yang buruk meski cuaca benar-benar dingin. Atau ... Itu ide yang sangat buruk? Sasuke kembali mengumpat saat tak mendapati satu orang pun di sana. Sasuke tertawa. Kali ini benar-benar menertawakan dirinya dan juga kebodohannya.
Mungkin jika ada orang yang tengah duduk di salah satu bangku yang ada di taman tersebut, Sasuke sangat yakin bahwa itu bukankah manusia, tapi hantu. Ayolah! Mana ada orang waras yang berjalan-jalan di jam tiga pagi saat cuaca dingin, kecuali dirinya.
Cukup lama Sasuke mengitari taman tersebut. Niat hati ingin mengusir bosan, tapi hal yang Sasuke dapatkan adalah hal sebaliknya.
Sasuke bosan. Namun, tak ada niatan baginya untuk mengistirahatkan kakinya yang mulai pegal dengan duduk di salah satu bangku taman yang ada di taman tersebut. hanya berjalan dan terus berjalan tanpa tujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, I Will.
Fanfic"Jika denganku, maukah kau menerima perjodohan ini?" -Uchiha Sasuke. "Ya Sasuke, aku mau." -Haruno Sakura.