Niki punya kehidupan manusia umur 20an yang cukup padat dan mudah dijelaskan. Punya satu pekerjaan, psikolog; punya satu hobi, travelling; dan punya Leo si iguana sebagai hewan peliharaan yang sederhana. Skill multitasking luar biasanya hanya digunakan untuk beberapa hal spesifik, salah satunya adalah menjadi figur serba bisa untuk dua sahabatnya yang merepotkan. Misalnya sekarang, ketika ibu salah satu dari mereka meneleponnya di tengah perjalanan menuju taksi yang sudah menunggu.
"Halo, tante?"
Suara wanita cempreng menyahut dari seberang. "Halo, Niki, kamu lagi konseling, ya?"
"O-oh, nggak kok, Tante," jawab Niki, agak terbata sambil menutup pintu. "Ini baru mau nutup klinik. Is everything okay?"
"Maaf banget Tante harus ngerepotin kamu lagi." Nada wanita itu berubah sendu. "Ini darurat banget. Tante yakin kamu belum baca atau denger berita hari ini. M-Max--"
"Max kenapa, Tante?" Niki menyambar cepat. Ia menegakkan tubuhnya, siaga untuk mendengar lanjutan dari sang lawan bicara.
Perlahan, suara itu mulai diiringi dengan isakan kecil. "D-dia ditikam pas lagi makan-makan sama temen-temennya di Jaksel."
Niki mencelos. Kalau bisa, rasanya ia ingin menjatuhkan handphone nya sekarang juga. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan akal sehat dan ketenangan.
"Tante nggak bisa pulang seka--"
"Sekarang di rumah sakit mana, Tante? Tolong WA Niki buat detail kamar dan lain-lainnya ya, Tante. Niki jadwalin flight sebelum besok siang. Niki siap-siap sekarang. See you, Tante Hera."
Ia menutup telepon, melemparkannya ke dalam tas sambil merogoh dompet. Selanjutnya memajukan sedikit posisi duduknya, terakhir meletakkan selembar uang berwarna merah muda di kursi depan samping sopir.
"Pak, kita putar arah ke bandara, ya."
Niki hanya bisa melamun sepanjang perjalanan, hingga 3 notifikasi WhatsApp membunyikan handphone nya di saat yang nyaris berbarengan.
Tante Hera: RSUD Kebayoran Baru, kata polisi Max msih di IGD. Makasih bnyk ya nak Niki, tante gtau hrus gmn klo km gada. Nnti tante bawain oleh2 dari US.
Ius Anj: Nik, Tante Hera barusan nelpon gue ngabarin soal Max. Sorry ya, gue mungkin gaakan bisa ke sana dalam beberapa hari ini. Lo tau kan, ortu nya Bella kayak gimana. Gue yakin dan percaya King Max gabakal mati sebelum gue naik pelaminan. Kalem.
Ius Anj: Oh iya, gue denger lokasinya di Jaksel. Tadinya gue mau bomat sama ortu nya Bella. Tapi setelah gue pikirin lagi, mungkin ini udah waktunya lo buang jauh-jauh semua luka masa lalu lo. Gue tau lo ga ridho ke sana, jadi semangat aja kalo dari gue mah.--
Bukan pertama kali bagi Niki mengunjungi si tengil Max di fasilitas kesehatan. Di antara mereka bertiga--Max, Ius dan Niki--memang Max lah yang paling sering sakit. Tapi tidak pernah karena dijahati orang seperti sekarang. Susah payah Ius dan Niki menjaga Max selama SMA dan kuliah dulu, sekalinya berpisah agak lama, malah kejadian. Memikirkannya saja sudah cukup untuk membuat mata Niki berair.
Kedua kaki panjang gadis itu setengah berlari di koridor rumah sakit. Untung sudah dinihari, jadi tidak ada berpasang-pasang mata yang akan menghakimi penampilan Niki yang bak kuntilanak bangkit dari kubur. Gaun selutut warna putih, sneakers senada dengan tali yang tidak terikat dengan baik dilengkapi rambut keriting gantung yang mulai lurus lagi karena tidak di-styling ulang berjam-jam. Tak lupa ekspresinya yang siap untuk mengamuk.
Niki menghentikan langkahnya di depan tirai ungu yang--konon katanya--adalah tempat Max berada. Terakhir kali, laki-laki itu menjahilinya dengan memberikan nomor kamar yang salah dan entah bagaimana bersekongkol dengan perawat untuk menguatkan prank tidak jelasnya. Dengan hati-hati, Niki menggeser tirai lalu--
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Untied Lies
RomanceNiki adalah seorang psikolog yang senang berpetualang. Hampir semua tempat di Indonesia sudah ia kunjungi, tapi ada satu yang--Niki bersumpah demi bulu ketiak Max--tak akan ia kunjungi lagi: Jakarta. Tak peduli sebesar apapun wilayah itu dan sekecil...