BAB 1 Benarkah Ada hantu?

0 1 0
                                    

Selamat membaca!

Dua orang siswi menyusuri lorong dengan menggunakan senter untuk menerangi jalan mereka.

"Kan aku sudah bilang, kalau hantu itu tidak ada. " Kata salah seorang siswi yang masih memakai pakaian sekolah.

"Ya, ini juga inisiatif kamu, untuk membuktikan perkataan teman-teman soal hantu." Timpal temannya sambil membenarkan topinya, dia berhenti sejenak seolah berpikir.

"Mungkin kita kurang malam kali ya? Tapi Caca bilangnya di toilet itu hantunya. Ini kita masih di lorong. "

"Nad, kok aku tiba-tiba merinding ya." Siswi bertopi mulai bersuara lagi.

"Nggak usah mengada-ada deh, Nau. Lho itu akting ya?" Gadis berseragam mulai kesal, mendengar komentar temannya.

"Heh, kalian itu ngapain malam-malam ke sekolah? Apa ada kelas tambahan?"

"Ya enggaklah, kita itu mau membuktikan ada hantu atau tidak." Gadis berseragam menimpali ucapan itu.

Dua siswa itu tetap berjalan, sampai menyadari sesuatu yang aneh. Mereka mulai menoleh ke kanan dan ke kiri, badan mereka mulai merinding karena tidak mendapati seorang pun di sekitar mereka. Hanya ada lampu lorong yang menyala.

"Nad, kok celanaku basah ya? Apa mungkin hujan?" Siswi bertopi mulai mengeluarkan suara lagi.

"Nad, tolong. Jangan cosplay jadi patung untuk sekarang ini. Itu suara kamu kan? Cepat bilang kalau itu suara kamu! " Siswi itu mulai tidak tenang.

"Yeee, si sinting. Jelas-jelas itu kan suara aku. Malah nyuruh temanmu ngaku. Kamu bau pesing tau nggak? Ampun deh, masak sudah besar ngompol. Perkenalkan, aku adalah... "

"Nadia.. Ayo lari, ada hantuuuuuu!" Gadis bertopi itu menarik temannya. Karena mereka melihat dengan jelas seorang siswa berseragam sekolah melayang didepan mereka.

"Dasar kampret, anak jaman sekarang itu memang tidak ada sopan-sopannya. Orang belum selesai ngomong udah di tinggal."

***
Berita besar menggemparkan seluruh siswa dan siswi SMA Darma. Pembuktian dua siswi bernama Naura dan Nadia tentang hantu sontak menjadi topik utama diantara para siswa dan siswi. Berita itu pun sampai ke telinga Alesha Febriani Sudarma, anak pemilik sekolah.

"Sha, udah denger berita belum kalau sekolah milik orang tuamu ini berhantu.. Hihihi." Safira berucap sambil memakan permen.

Alesha tampak tak terganggu oleh perkataan Safira, dia masih membaca novel yang berada di tangannya. Merasa di abaikan, Safira mengambil novel di tangan Alesha. Hal itu jelas membuat Alesha kesal.

"Terus aku harus bilang apa? Bilang waow gitu? Mau ada hantu atau pun tidak, tidak akan mempengaruhi nilaiku. Udah krisis menuju dasar dan tak tertolong. Aku itu setres tau nggak?" Alesha berucap dramatis.

"Heh, orang mau naikin nilai itu belajar, baca buku. Ini malah membaca novel."

"Itu permen rasa baru ya? Kayaknya enak tuh?" Tanya Alesha sambil melihat permen yang di pegang Safira.

"Ya jelas dong, ini itu permen baru. Daddyku ngasih ini sebagai testimoni, belum di pasarkan ini. Produk baru perusahaan Daddyku. Rasanya enak." Safira mengucap dengan rasa bangga.

"Eh, Lesampret. Kamu itu niat mau ngalihin pembicaraan ya! Kalau sekolah ini terkenal berhantu, bisa-bisa itu yang daftar pada berkurang tahun depan."

"Safira Natha Kresna, terus aku harus gimana? Aku ini siswa, tugasnya belajar. Jadi kata Papaku enggak boleh mikir yang berat-berat, nanti nilaiku makin anjlok. Biarlah itu menjadi tanggung jawan sekolah dan yayasan." Alesha berkata tanpa melihat Safira dan kembali membaca novelnya.

"Benar juga ya. Ngapain kita susah-susah mikir. Pembelajaran saja sudah susah, kenapa harus ditambah mikir lagi"
***

Suara bel istirahat berbunyi, disambut teriakan bahagia dari siswa dan siswi. Banyak yang berjalan ke kantin untuk membeli makan, begitu juga dengan Alesha dan Safira. Alesha tampak lesu karena banyak yang bertanya mengenai berita tentang penampakan hantu yang dilihat oleh Rani dan Nadia. Alesha kesal karena dia dipaksa untuk berpikir dan makin kesal lagi karena itu bukan urusan dia. Ya, mana Alesha tahu kalau ada hantu, bukannya tiap bangunan pasti ada penghuni lainnya. Gedek banget Alesha kalau ingat pertanyaan teman-temannya itu.

"Sha, si Kalea makin suram saja ya auranya. Kalau aku si bakalan takut sama si Kalea dari pada hantu"

Mendengar ucapan Safira, Alesha ikut menoleh ke arah objek pembicaraan mereka. Alesha kenal Kalea. Karena dia satu kelas dengan Kalea saat kelas X dan di kelas XI sekarang ini. Kalea, gadis yang jarang sekali berbicara, bahkan Alesha hanya pernah mendengar saat Kalea mengucapkan kata terimakasih setelah dibantu oleh Alesha. Gadis yang berkulit putih itu seakan tidak punya gairah hidup, tidak ada yang berani mendekatinya. Bukan karena Kalea suka berucap kasar, tapi mereka semua takut dan segan karena Kalea termasuk orang yang cuek.

***
Demak, 30 juli 2023

Misi Untuk AleshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang