14. Bisa Bersihkan?

2.1K 374 44
                                    

Widya terperangah mendengar pengakuan Anung. Dia pegang tangan Anung yang berpangku di atas lututnya, menatapnya penuh rasa simpati yang mendalam. Selama ini dia tidak pernah mendengar masalah serius antara Anung dan Hanna. Anung bahkan hampir selalu membangga-banggakan Hanna di depan mamanya, Hanna yang cantik, pintar dan penuh perhatian.

Widya tidak mau mempertanyakan Hanna lagi di depan Anung. Kata 'mengkhianati' cukup memberikan penjelasan bahwa ada masalah yang sangat serius di antara Anung dan Hanna, sehingga hubungan mereka tidak bisa diselamatkan dan berujung perpisahan.

Anung akhirnya menjelaskan bahwa dirinya memang secara sengaja melamar pekerjaan di Jakarta sejak setahun lalu, dia sudah mengetahui Hanna yang berkhianat dan dia mengatur strategi agar berpisah dari Hanna, ketika sudah dipastikan bahwa dia akan memegang jabatan tinggi di perusahaan yang dia tuju di Jakarta, sehingga perpisahan ini tidak membuatnya sedih dan dia bisa menyibukkan diri.

***

Akhir pekan ini rumah Widya kedatangan tamu cantik. Lintang mengajak pacarnya ke rumah, dan memperkenalkannya kepada Anung. Leslie sangat cantik dengan gaun krem selutut, dia dan Lintang baru saja pulang dari menghadiri acara ulang tahun adik Alaric, yang bernama Manda.

Anung senyum-senyum melihat adiknya yang tampak bahagia dengan kekasihnya, dia pun menilai bahwa Lintang sangat cakap memilih pacar, karena di samping cantik, Leslie juga sangat pintar dan pandai membawa diri. Suasana keakraban begitu terasa di dalam rumah Widya. Dia dan ketiga anaknya, dan Leslie asyik berbincang di ruang keluarga, membicarakan banyak hal, dari rencana perkuliahan Leslie dan Lintang yang tidak lama lagi, serta kegiatan Leslie sehari-hari yang sangat sibuk. Widya sangat menghargai Leslie yang menyempatkan diri mengunjunginya, juga memberinya buah tangan.

Namun suasana sedikit agak berubah saat Ajeng datang lewat pintu samping. Dia datang bersama dua asisten rumah tangga Widya, Mbak Fia dan Mbak Uni, menuju dapur. Widya yang melihat kedatangan Ajeng langsung berdiri dari duduk, dan pamit pergi ke dapur.

"Sudah siap, Jeng?" Widya langsung bertanya ke Ajeng dengan tatapan hangatnya.

"Iya, Tante. Tapi tahu isinya kayaknya kurang, nggak papa ya, Tante? Tadi Ibu salah hitung pas mau misahin dengan yang dia jual di warung depan gang."

"Ya, nggak papa."

Widya usap-usap kepala Ajeng. Dia memang sangat menyayangi Ajeng yang selalu rajin di rumahnya. Ajeng dengan cekatan membantu dua asistennya dan memimpin mereka. Ajeng bisa diandalkan Widya. Tak lama kemudian, Widya kembali ke ruang keluarga. Ajeng melihat keadaan ruang keluarga yang letaknya tidak begitu jauh dari dapur, yang disekat dengan sebuah lemari hias, sehingga dia bisa melihat sekilas Leslie dan Lintang duduk berdampingan, juga Anung dan Gita. Dia ikut senang melihat kedamaian di sana. Tampak Lintang melihatnya sebentar dan Ajeng buru-buru mengalihkan pandangannya, kembali sibuk bersama Mbak Uni dan Mbak Fia.

"Mbak Ajeng yang antar makanan ke ruang keluarga?" tiba-tiba Mbak Fia menyuruh Ajeng.

"Ih, nggak ah. Aku malu, Mbak. Mbak Fia aja," tolak Ajeng. Dia tidak mau mengantar dengan alasan pakaiannya yang kurang rapi dibanding pakaian yang dipakai Fia. Fia akhirnya mengalah dan melihat bahwa memang baju kaus yang dipakai Ajeng kurang rapi dan kusut, tidak elok jika Ajeng yang mengantar makanan dan minuman ke ruang keluarga. Bisa hilang selera makan orang-orang di sana.

Terdengar renyahnya tawa dan canda di ruang keluarga, dan lagi-lagi Ajeng senang mendengarnya. Ada rasa cemburu melihat kehangatan di sana, ingin rasanya bergabung, tapi dia segan dan yakin pasti akan ada yang tidak senang dengan kehadirannya. Sementara Gita yang biasanya menyambut kedatangan Ajeng, sejak hadir Anung, dia seolah melupakan Ajeng. Tapi Ajeng tidak mempermasalahkan karena baginya itu hal yang wajar. Gita sudah merindukan Anung cukup lama, dan ketika sudah bertemu, dia semakin manja. Anung sendiri belum bertemu Ajeng, karena dia juga tidak begitu mengenal Ajeng.

Ajeng tetap senang 'bekerja' membantu di dapur rumah Widya. Dia sesekali melirik ke arah ruang keluarga yang kini agak sepi. Karena Widya yang pergi ke kamarnya dan Gita yang pamit pergi ke kamarnya di lantai atas. Kini tinggal Anung, Leslie dan Lintang yang ada di ruang itu. Mereka bertiga masih serius berbincang, membicarakan tentang kuliah di Australia. Leslie tampaknya serius dengan keinginannya untuk melanjutkan pendidikannya di sana. Dia dengan wajah serius mendengarkan penjelasan Anung tentang sistem pendidikan di sana.

"Mbak Uni, aku pulang ya." Ajeng tiba-tiba pamit pulang, karena sudah tidak ada lagi yang harus dia kerjakan. Lagi pula Leslie juga tampaknya hendak pamit pulang, dia bersama Lintang melangkah menuju kamar Widya.

"Tapi, kotak kue kamu masih kotor ini."

"Nggak apa-apa. Aku cuci di rumah saja."

Ajeng dengan cepat membereskan kotak-kotak makanannya yang sebenarnya tidak begitu kotor.

Mbak Uni akhirnya membiarkan Ajeng ke luar dapur dari pintu samping. Dia tahu Ajeng sudah banyak membantunya.

Saat melewati teras, tiba-tiba Anung memanggil Ajeng dengan 'hei kamu'. Ajeng terheran mendengar panggilan yang terasa asing dan dingin baginya. Lintang yang berdiri di samping pacarnya ikut heran melihat kakaknya yang memanggil Ajeng dengan sapaan yang kurang pas.

Ajeng meletakkan kotak makanannya sejenak di atas lantai teras, dan mendekati Anung dengan sopan. Sementara Leslie menatapnya heran bercampur sinis, ada ekspresi jijik melihat baju Ajeng yang sangat sederhana.

"Kamu mau ke mana?" tanya Anung.

Ajeng baru menyadari bahwa mungkin Anung tidak mengenalinya lagi.

"Oh, saya pulang, P ... pak, eh, Mas." Ajeng ragu memanggil Anung. Sebelumnya dia biasa memanggil Mas, tapi karena perawakan Anung lebih kebapakan dan Anung sendiri tidak mengenalinya, Ajeng jadi bingung.

Anung tidak memperdulikan kegugupan Ajeng. "Sebelum kamu pulang, bisa saya minta tolong kamu bersihkan sepatu saya ini. Sebentar saja. Setelah itu kamu boleh pulang."

Anung tampaknya tergesa-gesa, karena sebentar menoleh ke arloji di tangannya. Dia tunjukkan sepasang sepatu kulitnya di atas lantai teras, tepat di sisi kaki kecil Ajeng.

Ajeng dengan cepat menutupi keterkejutannya, dan mengangguk menyanggupi. Sementara Leslie terlihat tersenyum puas dan sinis, sedangkan Lintang pura-pura tidak melihat dengan mengajak Leslie berjalan menuju mobilnya, yang siap mengantar pulang Leslie.

Ajeng menundukkan badannya, dan dengan cekatan mengambil semir di rak sepatu beserta lap putih yang bernoda dan siap membersihkan sepatu Anung. Anung sendiri langsung masuk kembali ke dalam rumah, sepertinya dia hendak bersiap-siap.

Ajeng tatap pantat mobil Lintang yang menjauh, karena kaca mobil tidak terlalu gelap, dia bisa melihat Leslie tersenyum puas ke arahnya, dan Lintang yang telah memandang lurus ke depan.

Bersambung

Cinta AjengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang