2#Nomor Teleponmu

15 1 0
                                    

Harumi memainkan ponselnya. Dia membalas pesan Anin—sahabatnya yang masuk. Harumi membaca pesan yang Anin kirimkan, setelah itu baru membalas chatt sahabatnya. Dia memberitahu Anin keberadaannya sekarang. Saat ini, Harumi berada di coffe shop yang kemarin dia kunjungi. Dia memiliki janji untuk bertemu dengan Anin. Tidak ada keperluan atau kegiatan sesuatu, mereka hanya ingin bertemu, mengobrol satu sama lain, menghabiskan waktu berdua. Itu saja, sudah cukup.

Kebetulan, posisi coffe shop ini berdiri sebelum tempat kerja Harumi. Jadi dia selalu melewati jalan ini ketika pergi atau pulang bekerja setiap hari. Sayangnya, dulu Harumi tidak terlalu memperhatikan jika ada coffe shop di sini, dia selalu fokus pada jalan menuju tempat kerja. Jika di lihat-lihat, coffe shop ini tidaklah buruk. Tempat ini cukup nyaman, sejuk dan juga ada beberapa tanaman rambat yang dapat memanjakan mata. Mungkin, karena tempatnya yang tidak terlalu besar, jadi tidak terlalu banyak orang yang datang ke sini.

Di banding terakhir kali Harumi datang ke tempat ini, hari ini coffe shop jauh lebih ramai di banding kemarin. Mungkin karena cuaca sedang bagus, dia juga melihat ada beberapa orang yang membawa pasangan, walaupun kedatangan mereka tidak sampai membuat tempat ini menjadi padat.
Harumi mengetuk-ngetuk layar ponselnya, ekspresinya tampak gelisah.

Dia melihat obrolan dirinya dengan Anin, pesan terakhir yang Harumi kirimkan adalah lokasi coffe shop ini. Dia menunggu dengan tidak tenang karena Anin tidak kunjung datang.
Pintu coffe shop dibuka, membuat kepala Harumi spontan terangkat ke arah sana. Seorang gadis dengan setelan formal masuk ke dalam, rambutnya pendek sebahu, agak berwarna cokelat. Sosok yang sangat Harumi kenali. Harumi secara refleks melambaikan tangan, menyuruh Anin untuk datang ke tempatnya. Dengan senang hati Anin menghampiri sahabatnya.

“Sorry, nunggu lama, ya?” ucap Anin merasa tak enak, dia menyampirkan tas di kursi, baru duduk berhadapan dengan Harumi. “Ternyata ini coffe shop yang lo maksud, bagus juga.” Anin memperhatikan interior tempat itu.

“Lo sering ke sini?” tanya Anin lagi, menatap Harumi.

Harumi menggeleng, “Nggak. Baru kemarin, itu juga karena gue ke cegat hujan, jadi gue terpaksa neduh ke sini. Kalo kemarin nggak hujan, kayaknya gue juga nggak akan pernah datang ke tempat ini. Karena posisinya deket sama restoran juga, jadi gue pilih di sini aja.”

Sebenarnya, Harumi dan Anin bekerja di tempat yang sama. Mereka bekerja di restoran cepat saji. Harumi bekerja sebagai kasir, sementara Anin bekerja sebagai kepala restoran, maka dari itu Anin sering kali lebih sibuk dari dirinya. Di sana mereka sering bertemu. Keduanya mengenal ketika sama-sama masuk bekerja. Namun, karena keduanya cukup sibuk, jadi mereka tidak memiliki waktu untuk sekadar kumpul bersama, melepas penat mereka. Menurut Harumi sendiri, Anin pribadi yang dewasa dan selalu berpikir panjang, dia menjadi sosok Kakak bagi Harumi, yang selalu mengarahkannya dalam berbagai hal. Harumi juga cukup menghormati Anin walau usia mereka hanya berjarak beberapa bulan.

Anin mengangguk paham, lalu pandangannya jatuh pada meja mereka yang kosong.

“Lo belum pesan?”

“Belum.”

“Yaudah, pesan dulu aja.”

“Lo mau apa? Nanti gue pesanin sekalian.”

Sambil menunggu minuman mereka dibuat, Harumi dan Anin sudah bercerita banyak. Tentang berbagai masalah di hidup mereka beberapa hari kemarin. Mereka saling menceritakan keluh-kesah masing-masing. Ketika pembicaraan mereka sudah selesai, Harumi tiba-tiba membahas suatu hal yang tidak terduga.

“Cowok itu lumayan ganteng kan?” Pandangan Harumi mengarah pada seorang barista yang tengah sibuk membuat berbagai minuman yang para pengunjung pesan. Anin langsung mengikuti arah mata Harumi yang menatap kagum pada salah satu sosok yang berada di sana.

Dia memperhatikan sejenak, “Lumayan.”

“Tapi kayaknya cowok kayak gitu udah nikah, atau mungkin punya pacar. Nggak mungkin kalo jomblo,” perempuan itu langsung menyanggahnya.

Pembicaraan mereka selesai di sana. Berselang beberapa detik, seorang pria menghampiri meja mereka, membawa dua minuman yang sebelumnya mereka pesan. Dia menaruh minuman di atas meja.

“Satu cappucino cream brulee,” Dia menaruh minuman pertama di depan Anin.

“Dan, satu ice redvelvet latte,” satu minuman lagi dia taruh di depan Harumi.

Harumi terdiam. Pemuda itu sudah pergi. Harumi menatap minumannya, terdapat note yang di tempel di gelas milik Harumi, dalam note itu ada tulisan ‘Boleh aku tahu nomor telepon kamu?’. Harumi mematung, jelas itu tulisan tangan. Kepalanya langsung terangkat dan melihat ke arah si barista, pemuda yang di tatap hanya tersenyum manis sambil memegang nampan tanpa dosa.

Harumi pergi untuk membayar minuman miliknya dan Anin. Kali ini, dia yang mentraktir Anin, jika nanti ada kesempatan untuk mereka pergi keluar berdua lagi, saat itu giliran Anin yang akan mentraktir dirinya, mereka sudah sepakat. Harumi mengambil uang seratus ribu dari dompetnya, dia menyerahkan uang pada si barista yang merangkap menjadi kasir.

“Ambil lagi aja uangnya, minumannya gratis,” ucap laki-laki yang sejak kemarin sudah mencuri perhatian Harumi.

Harumi jelas bingung, “Kenapa?”

“Kamu udah bayar pake ini,” dia menunjukkan note yang beberapa saat lalu tertempel di gelas Harumi dan kini sudah berisikan nomor ponsel gadis tersebut.

Harumi terdiam sejenak melihat secarik kertas yang di angkat ke udara, dia membalas, “Itu nggak ada hubungannya. Aku pesan minuman, berarti harus bayar. Pesan minuman sama kasih nomor telepon itu dua hal yang berbeda. Aku nggak bisa terima, aku tetap pengen bayar.”

“Ini,” Harumi menaruh uang itu begitu saja. “Kamu ambil aja kembaliannya. Makasih.” Dia lantas kembali pada Anin, segera mengajak sahabatnya untuk keluar dari sana.

It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang