Setelah pergi dari coffe shop, Harumi baru sampai di rumah pada sore hari. Dia masuk ke dalam rumah, menyalakan lampu. Jam sudah menujukan pukul lima lewat tigabelas menit. Dia pergi ke beberapa tempat terlebih dahulu bersama Anin sebelum pulang ke rumah. Harumi segera bergegas untuk membersihkan diri. Dia terlambat pulang.
Harumi tidak bisa menyembunyikan perasaannya, senyumnya yang mekar dengan indah mewakili kebahagiaan yang dia rasakan saat ini. Harumi teramat bahagia. Dia tidak menyangka jika lelaki yang dia kagumi sejak kemarin akan meminta nomor teleponnya hari ini. Harumi tidak pernah berani berpikiran sejauh itu jika mereka akan dekat, dia takut berharap. Mereka tidak memiliki peluang untuk menjadi akrab. Tapi, dengan dia yang meminta nomor telepon Harumi benar-benar di luar perkiraan perempuan itu.
Harumi tidak pernah menduganya. Walaupun cukup mengejutkan, tapi tak dapat di pungkiri jika hal itu juga membuatnya senang. Ralat, luar biasa senang. Sekarang kesempatan untuk mereka bisa lebih dekat dan saling mengenal naik menjadi 30%, apalagi tadi mereka sempat mengobrol—lebih seperti berdebat sebenarnya, karena Harumi menolak ketika pemuda itu menyuruh Harumi untuk tidak perlu membayar minumannya. Harumi perempuan yang cukup adil, jika dia membeli maka dia harus membayar, jika dia tidak membayar maka Harumi wajib memberi sesuatu yang setimpal atau setara dengan apa yang dia dapatkan atau orang lain berikan padanya. Jika keuntungan mereka berat sebelah, Harumi tidak bisa menerimanya.
Anin terus bertanya kenapa Harumi terus tersenyum, dia mengetahui bahwa barista itu menaruh note di gelasnya dan Harumi memberikan nomornya. Namun Anin tidak tahu jika Harumi menyukai pemuda itu sejak pertama kali melihatnya, walau awalnya hanya ke isengan semata karena kagum, tapi Harumi belum memberitahu Anin. Dia belum ingin. Harumi ingin menikmati terlebih dahulu perasaannya saat ini.
Selesai mandi, Harumi masih tersenyum. Dia mengeringkan tubuhnya terlebih dahulu. Dia tidak sabar menunggu pesan barista itu. Pesan apa yang pertama kali akan dia kirimkan padanya? Membayangkannya membuat bunga di hati Harumi kian bermekaran.
Harumi duduk menyila di atas kasur, guling berada di atas kakinya sebagai penumpu siku. Sekarang sudah pukul enam lewat tigapuluh satu. Dia memainkan ponselnya, masih belum ada pesan dari pemuda itu. Hanya ada pesan dari Anin yang terus masuk menanyakan soal pekerjaan. Harumi tidak terlalu mempermasalahkan. Toh, hari juga belum terlalu malam, dia tidak terburu-buru.
Jam delapan malam, masih belum ada. Harumi menghela napas, perlahan menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, memeluk guling, masih memainkan ponsel. Dia sudah tidak berkomunikasi dengan Anin lagi. Dia cukup bosan.
Jam sembilan, sepuluh, sampai jam sebelas malam, helaan napas Harumi semakin berat. Belum ada chatt yang masuk juga. Apa dia masih bekerja? Harumi mulai berpikiran buruk, apa pemuda itu hanya mempermainkannya. Memikirkan kemungkinan itu membuat hati Harumi sedikit sedih, dia sudah begitu bersemangat. Harumi berusaha berpikir positif, dia masih ingin menunggu. Harumi kembali memainkan ponsel, men-scrool video singkat yang muncul di fyp tiktoknya, menggeser dengan malas.
Hingga jam dua belas malam, Harumi mulai menyerah. Dia sudah mulai mengantuk, mungkin dia benar-benar masih sibuk bekerja, Harumi juga tidak tahu coffe shop itu tutup sampai jam berapa. Jam duabelas lewat tigabelas menit, Harumi baru ingin menutup ponselnya, tapi sebuah pesan masuk mengalihkan atensinya. Harumi segera melihat benda pipih itu lagi.
Raut wajah Harumi kembali ceria. Rasa kantuk dan perasaan yang beberapa saat lalu membuatnya cemberut kini sirna. Ada sebuah pesan dari nomor tidak di kenal, Harumi menatap foto profil seorang pria di dekat deretan nomor yang belum diberi nama. Dia tersenyum, hatinya bergetar.
Penasaran, tangan Harumi terangkat jahil. Jarinya menekan nomor tersebut, menampilkan profil pemiliknya.
San.
Hati Harumi menghangat membaca nama yang tercantum di bio lelaki tersebut. Jantungnya berdegup sangat kencang. Tanpa sadar bibir Harumi tersenyum begitu tulus. SanSan. Nama yang indah, terasa hangat dan lembut, sama seperti yang Harumi rasakan ketika melihat sosoknya pertama kali.
Tanpa sadar, Harumi menyimpan nomor barista itu dengan nama yang sama. SanSan. Nama panggilan yang Harumi berikan tanpa sepengetahuan lelaki itu.
SanSan. Pelesetan dari kata Sun yang artinya matahari.
Harumi tersenyum, dia membaca nama itu lagi dalam hati, berulang-ulang, tanpa bosan. Seolah panggilan itu nama yang paling disukainya melebihi namanya sendiri, nama paling berkesan bagi Harumi.
088556***
HalloHarumi baru membaca pesannya. Itu adalah kata pertama yang pemuda itu kirimkan padanya. Harumi segera membalas.
Hallo
088556***
Maaf untuk yang tadi siang. Kamu pasti risih dan kerepotan dapet note aneh dari orang asing gitu.Aku pikir kamu bakal nolak dan nggak bakal ngasih nomor telepon kamu. Tapi ternyata nggak sesuai ekspektasi aku, aku cukup senang karna kamu nggak marah.
Oh iya, nama aku, Ishan. Salam Kenal. Nama kamu Harumi kan?
Ternyata begitu. Harumi tersenyum, matanya tertuju pada satu nama. Ishan. Ternyata itu nama lelaki tersebut.
Ishan, SanSan. Akhirnya Harumi mengetahui nama laki-laki yang dia kagumi. Dia tidak akan melupakan hari dimana dia mengetahui nama laki-laki yang dia kagumi untuk pertama kali. Harumi terus membalas pesan yang Ishan kirim, tanpa terasa mereka bertukar chatt hingga pagi buta.
...
Untuk part selanjutnya bisa di baca di KaryaKarsa ya, dengan sistem berbayar setiap part-nya. Mulai dari part 4 sampai selesai. Kemungkinan cerita ini cuma sampai 15 part saya buat. Jadi gak terlalu panjang.
Ini akun KaryaKarsa saya, bisa kalian cari di pencarian kreator, dengan judul yang sama dengan cerita ini. Terimakasih sudah membaca dan mendukung cerita saya.
Kalau ada yang mau ditanyakan, bisa komen di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's You
Novela JuvenilHarumi. Gadis yang baru menginjak usia duapuluh tahun ini. Hidupnya tidak terlalu spesial, tidak ada sesuatu yang membuatnya spesial juga. Kehidupannya sama seperti kebanyakan orang, biasa saja dan monoton. Bertemu dengan Ishan, memberikan kesan yan...