Chapter 18 : Wirasema

197 14 1
                                    


cuitt..

Suara decikan engsel pintu berbunyi nyaring, samudera melangkah masuk kedalam ruangan ber cat putih dengan dinding yang dipenuhi mural ; wajah para pahlawan, serangkaian tulisan sastra bahkan terpampang juga foto beberapa para tokoh pengemuka tak lupa wajah sang penyair yang telah pergi meninggalkan negeri seperti marsinah, widji tukul, munir dan masih banyak lagi

“Kemana anak-anak, frenk?” samudera melirik temannya tengah duduk dikursi kayu sibuk membaca buku

Cowok yang dipanggil 'frenk' itu bernama Frenkie, Si kutu buku wirasema, jurusan sastra inggris. Mengangkat bahu acuh tanpa melirik seolah buku ditangannya lebih menarik

“Baca buku terus, sampai gue  ngomong ga denger frenk” gerutu samudera dengan wajah jengkel 

“Samudera!!!”

Suara teriakan melengking di dalam ruangan, berasal dari Abigail, berlarian kecil menghampiri samudera sambil tersenyum kegirangan

“Sam, kemana aja 2 hari ini ga berkunjung ke markas?” tanya Abigail

Abigail, si gadis manja memiliki rambut panjang dengan ciri khas nya selalu memakai kupluk di kepala, mahasiswi fakultas seni rupa dan design (fsrd)

“Lagi Sibuk kuliah, bigail” ucap samudera tersenyum simpul

“Kok sepi, anak-anak mana?” tanya samudera lagi dirasa tak melihat keberadaan anggota wirasema lainnya

“Ada, disana” tunjuk Abigail dengan dagu kearah teras belakang markas

“Biasa lagi diskusi, ayo kesana

Samudera mengangguk paham, mereka berdua berjalan beriringan menuju teras belakang meninggalkan Frenkie yang masih bergelut dengan buku bacaannya

Bangunan kumuh yang terletak di hutan belantara, jauh dari keramaian kota ini dihuni oleh aktivis wirasema. Kumpulan mahasiswa dari berbagai kalangan, bertemu karena solidaritas dan rasa sosialitas. Wirasema merupakan komunitas aktivis yang terbentuk secara rahasia dan tersembunyi

Mungkin kalian akan bertanya “Apa bedanya wanatama dan wirasema?”

Jelas berbeda. Wirasema hanya beralaskan keberanian dan rasa sosial yang tinggi dari mahasiswa itu sendiri, mereka sangat tersembunyi bahkan langganan buronan Polisi, TNI, dan para pejabat negeri, karena ketangguhan Wirasema dalam menyuarakan hak asasi manusia yang direnggut paksa oleh sang penguasa menjadi ancaman bagi mereka

Anggota wirasema bisa dihitung jari jumlahnya, Tak ada backingan seperti aktivis wanatama. Markas wirasema  bahkan jauh dari hiruk piruk ibukota. Penyamaran dan tak ingin dikenal, adalah aturan anggota wirasema

Berbicara tentang wirasema, siapa pendiri dan pencetus komunitas ini? Sebut saja Delapan mahasiswa ; Samudera, Jeffran, Nauval, Frenkie, David, Bunga, Azizi dan Abigail. Kedelapannya hanya mahasiswa biasa yang tak punya ketenaran atau jabatan

Wirasema sudah terbentuk dalam waktu yang lama, walau selalu di incar manusia tamak dan anti kritik negeri. Mereka membuat markas besar ditengah hutan belantara agar tak di sandera dan diculik

Suara langkah kaki samudera dan Abigail membuat fokus segerombolan mahasiswa yang tengah duduk santai menjadi teralihkan 

“Wess bro, apa kabar?” tanya Jeffran, mahasiswa Fisip, pria bertatto si penakluk hati para gadis

“Baik jef” jawab samudera memberi tos an satu persatuan kepada wirasema

“Kuliah lancar, sam?” timpal azizi bertanya. si tomboy wirasema, Mahasiswi fisip. Menatap samudera

Aksana bumi manusia (ON GOING) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang