Abandoned Lover of the Labyrinth, Ariadne. Merupakan putri dari Minos, putra dari Zeus. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah putri Helios. Ayahnya menempatkan Ariadne untuk bertugas di labirin yang mana pengorbanan dilakukan sebagai bagian dari reparasi. Kemudian Ariadne membantu Theseus melawan Minotaur sang makhluk berwujud manusia berkepala banteng. Ia jatuh cinta kepada putra Poseidon, namun suatu saat dikhianati dan meninggalkannya di pulau Naxos.
Dari sana Dionysius menghiburnya dan membuat Ariadne menjadi istri, ia tetap setia kepada suaminya bahkan ketika telah meninggalkan dunia. Dionysius kemudian membuatnya abadi, menempatkannya di antara bintang-bintang di surga sebagai 'Mahkota Ariadne', konstelasi Corona.
Walaupun Ariadne merupakan putri dari Minos, banyak yang mengatakan bahwa ia hanyalah manusia biasa, namun ada pula yang menyangkalnya. Kekuatannya sepenuhnya adalah mengendalikan labirin, ia dapat melihat dengan mata yang jernih bahkan di tebalnya kabut, Ariadne adalah wujud dari kekuatan gulungan benang dan tali ajaib.
Mingi tersenyum lebar, menggerakkan tangan-tangan kecilnya yang mengeluarkan seutas benang emas yang tipis. Ibunya tersenyum haru, kakaknya menatap iri namun dengan rasa bangga yang terselip tipis. Anak yang pertama kali inti sihirnya dibuka dan langsung dapat mempraktikkan teknik sang istri Dionysus.
Ayahnya melirik di jendela belakang rumah dengan segelas teh hitam yang hangat, tersenyum tulus.
"Apa benar Mingi ini anak ibu? Kenapa dia berbakat sedang aku tidak?" bibir merah muda yang manis mengerucutkan dengan keimutan tiada tara. Sang ibu melirik anak merah muda dengan tersenyum tipis, menepuk surai halus dengan tangan yang kasar pekerja keras. Telinga kelinci berwarna putih timbul karena rasa kesal yang ada.
"Tentu saja, kalian berdua anak ibu yang sangat ibu sayangi. Mungkin Ariadne sangat menyukai rubah kecil itu." Usapan di kepala merah muda membuat sang empu memejamkan mata sejenak, telinga kelinci putih kembali hilang tanpa meninggalkan jejak. Kekesalannya hanya bertahan 5 menit.
Netra hitam yang legam menatap kepada adiknya yang bak matahari, senyum lucu sang rubah tak lama membuat hatinya menghangat. Ternyata ia memang sangat menyayangi adiknya ketimbang menjadi penerus bagi Ariadne.
"Ibu dan ayah akan berangkat kerja, tolong jaga adikmu dengan baik ya." Anggukan kelinci menjawab pernyataan sang ibu. Ia menggandeng tangan kasar untuk menemaninya hingga ke pintu depan, berdadah ringan kepada ibu dan ayahnya yang meninggalkan rumah sederhana dengan langkah tegap.
Sedang rubah cilik di halaman belakang menatap kedua tangannya dengan tatapan bangga, benang yang tipis bergerak-gerak membentuk jaring yang lembut. Itu kemudian bergerak kembali sehingga terlepas satu sama lain, menuju satu tempat di sebuah hutan di belakang rumah. Mingi memiringkan kepala, apakah benang-benang ini memiliki perasaan? ingin berjalan-jalan? langkah kecil rubah cilik mengikuti arah benang yang memanjang, berkelit diantara pohon-pohon dengan sendirinya.
Hutan di belakang rumah ini sepi, penuh dengan pohon-pohon besar yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan alat rumah tangga. Rubah itu sering bermain di sini, bersama kakak kelincinya untuk sekedar menangkap kumbang atau bertanding memanah burung.
Benang berhenti di sebuah pinggir sungai dengan aliran air yang jernih, melilit pada sebuah batang pohon jati dengan kencang. Mata keemasan mengedarkan pandangan menelisik sungai, dan terpaku saat menangkap sebuah siluet anak kecil dengan tinggi yang sepantaran. Anak berambut hitam dengan jarak beberapa meter tengah bermain dengan air menggunakan jari-jari yang pucat.
Mata keemasan Mingi mengerling.
Kaki pendeknya mendekati anak berambut hitam yang terlihat tampan walau hanya nampak bagian rambut belakangnya. Semerbak harum anggur yang manis tercium oleh hidungnya ketika mendekat, tak hayal membuat telinga rubah dan ekor yang lembut memunculkan eksistensinya.
Anak anggur membalikkan badan, tatapan mata tertarik dengan ekspresi sedatar pantat panci ibunya di rumah. Kulitnya pucat pasi, terlalu putih untuk dianggap manusia normal. Ketika ia berdiri dan mulai mempersempit jarak pada si rubah kecil, ternyata tingginya melebihi pucuk telinga yang lancip di atas kepalanya. Membuat makhluk jingga mendongakkan kepala dengan imut.
"Rubah kecil ini, kenapa kau ada di sini?" bibir pucat bergerak dengan suara yang ringan khas anak kecil. Mungkin bila menyunggingkan senyum barang sedikit, akan membuat semua orang bertekuk lutut pada parasnya. "Ini aneh." Tangannya dengan tidak sopan menyentuh telinga lucu yang bergerak-gerak. Membuat sang empu terlonjak hingga meringis pelan.
"Akh! tolong jangan sentuh telingaku, mereka sensitif." Tangan pucat bergerak turun kemudian, tanpa merasa bersalah langsung berjalan pergi untuk menyebrang ke bagian sungai yang lain. Mingi mengikutinya seperti sebuah peliharaan.
"Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini?" mulut bocah jingga yang cerewet membuat telinganya memerah karena sakit. Ia melirik bocah itu malas ketika telah sampai di sebrang sungai yang dangkal.
"Bukan urusanmu, rubah. Sebaiknya kau pergi." Usiran yang ketus tak melunturkan semangat Mingi, benang-benangnya yang terbentuk secara alami melilit pada tubuh kecil si anak anggur. Membuatnya mengernyitkan dahi.
"Oh, orang pinggiran ternyata bisa menggunakan sihir." Tangannya terangkat untuk mengeluarkan sebuah energi sihir yang mengkilat. Sebuah tongkat dengan pucuk berupa buah-buahan telah sampai di genggamannya. Ketika tongkat di hentakkan ke tanah, benang-benang berkilau milik Mingi telah hancur, dan si pembuat benang menggelinding hampir masuk ke sungai.
Tak disangka, anak anggur tersenyum kecil kemudian mendekati bocah yang mencium bokong sintalnya sendiri. Telah sampai di dekat si rubah, tangan pucat pasi menepuk jingga yang lembut seperti permen kapas. "Namaku Yunho." Membuat Mingi terpana sesaat, kemudian menggeleng kuat.
"Yunho sangat hebat, keren sekali." Mata berbinar dibalas dengan mengelus pipi penuh debu. Membersihkannya dengan menepuk kenyal yang candu.
"Aku berharap kita bertemu lagi, rubah." Ketika pipi yang berubah menjadi merah muda itu telah bersih, kedua kaki kecil Yunho bergerak menjauh dari rubah kecil. Tak lama sebuah energi sihir yang bercahaya muncul, lalu menghilang. Tubuh Yunho terlahap oleh cahaya itu.
Mingi masih menatapnya terpana, anak tampan yang tinggi dengan sihir yang keren! dan katanya ingin bertemu dengannya kembali. Apakah ini ajakan berteman yang unik? Mingi termenung dengan pipi yang merah muda dan ekor yang bergerak-gerak gembira.
Seonghwa kemudian datang dan membawa adik kotornya untuk kembali ke rumah dan membersihkan diri.
———
TBC
———
Disclaimer
Ariadne memang disebut sebagai putri labirin, namun julukan 'abandoned lover of the labyrint' saya pakai dari novel/komik Omniscient Reader Viewpoint, di mana Ariadne adalah salah satu konstelasi olympus, konstelasi dari inkarnasi Yoo Sangah.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Golden Fox That I Kept | yungi
FanfictionIni adalah kisah dua bocah lelaki yang telah menentukan takdir di kali pertama tatapan mata. Pada abad ini, para penyihir memiliki sistem kasta di mana tempat dengan lingkungan paling baik adalah bagi milik sang penguasa. Mereka bertemu dengan statu...