Neta merengangkan otot-ototnya yang kaku setelah membantu para pelayan menyiapkan hidangan untuk 'tamu penting' keluarganya. Ada beberapa hidangan yang ia siapkan, karena Bi Narti mengetahui bahwa Neta pandai dalam memasak.
Neta tersenyum getir karena derajatnya sama saja dengan para pelayan, bukan sebagai salah satu anak dari keluarga Andi. Beberapa pelayan bersikap seenaknya pada Neta, untung saja ada Bi Narti selaku kepala pelayan melindungi gadis tersebut.
"Kamu tetap di sini, jangan pernah pergi tanpa perintah dari saya!"
Neta yang memakai pakaian oversize dilengkapi dengan apron mengangguk singkat tanpa ekspresi. Ia bingung mau memanggil mamanya dengan sebutan apa, karena mamanya tak mau dipanggil 'mama' olehnya.
"Semangat, Nak." Bi Narti mengelus punggung Neta disertai senyum di wajahnya yang dipenuhi kerutan. Umur Bi Narti sudah menginjak angka enam puluh tiga tahun.
Neta membalas senyuman Bi Narti dan melanjutkan pekerjaan untuk menghidangkan berbagai macam makanan di atas meja makan yang besar.
Terdengar suara ramai dari depan yang Neta tebak tamu spesial dari sang mama dan papa sudah datang.
Menghela napas pelan untuk mengurangi rasa sesak di yang bercongkel dadanya saat ia tidak sengaja mendengar ucapan dari mamanya yang mengatakan bahwa ia hanya memiliki dua anak gadis. Itu tandanya ia benar-benar sudah tidak dianggap dianggap keluarga.
Buru-buru Netta berjalan ke arah dapur saat melihat keluarganya dan tamu spesial berjalan ke arah meja makan.
"Kalau lo mau keluar dari nereka ini, jangan lupa kasi tahu gue, ya. Biar kita bisa keluar dan nge-kost bareng," ujar Starla yang lebih umurnya sudah dua puluh sembilan tahun. Pelayan termuda yang bekerja di sini dan sudah menganggap Neta seperti adiknya, walaupun Neta sangat tertutup padanya.
Starla sudah mengetahui semua yang menimpa pada Neta pada Bi Narti kebetulan Bi Narti adalah kerabatnya. Dan, ia hanya bisa mengumpat karena demi apapun itu sama sekali tidak masuk akal.
Kematian ada ditangan Tuhan dan tidak ada satupun orang yang mengetahuinya. Lalu, kenapa majikannya membenci Neta yang tidak memiliki salah. Terlebih, saat dibenci oleh keluarganya sendiri umur Zanneta baru delapan tahun.
•••
"Cakep ya, Bang, si Aleeya?" bisik Revan mencoba menggoda Kaivan yang menatapnya dengan malas.
"Buat kamu aja. Abang nggak tertarik."
"Nggak mau ah. Lagian si Aleeya udah suka sama Abang." Revan menatap Aleeya yang duduk di seberang sana sambil menatap Kaivan penuh dengan binar di matanya.
"Kai, ajak Aleeya ngobrol dong. Jangan diem aja," ucap Aninda pada Kaivan yang duduk di samping Revan. "Van, tukuran duduk sama Aleeya ya, biar calon tunangan abang kamu bisa ngobrol-ngobrol dengan abang kamu itu."
Melihat tatapan tajam Kaivan membuat Revan tidak berani beranjak dari duduknya.
"Oh nggak usah Tante. Saya duduk di sini aja," celetuk Aleeya salah tingkah. Pipinya memanas membayangkan ia duduk berdekatan dengan Aleeya.
"Aleeya malu, tuh. Liat aja pipinya merona gitu." Najmi mengatakan itu sambil tertawa kecil membuat Aninda dan Dylan ikut tertawa. Sang suami justru masih mempertahankan wajah datarnya sama seperti Kaivan.
"Tante, Abang saya mau pinjam toilet. Toiletnya di mana ya?" Revan sengaja mengatakan hal tersebut untuk menyelamatkan Kaivan dari situasi yang memuakkan ini.
Najmi menjelaskan letak kamar mandi yang berada di dekat dapur. Kemudian, Kaivan beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi yang dimaksud Najmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zanneta
RomanceLangkahnya terhenti saat melihat seorang gadis memakai pakaian oversize dengan potongan rambut wolf cut keluar dari dapur sambil memakan buah pisang. Kemudian berjalan ke belakang rumah di mana terdapat kolam renang. Ia mengernyit bingung, sebab se...