800 word.
[Romance]
Rasa tidak enak yang menggerogoti hati nya membuat ia terus meraup nafas sebanyak mungkin dan menghembuskan nya dengan kasar. Blaze tidak suka pengabaian. Ditambah lagi jawaban angkuh yang diberikan oleh Ice semakin membuatnya hilang kendali. Blaze merasa bersalah, sangat. Tapi ia tidak bisa terus-terusan di hindari, bahkan Ice tidak ingin bicara satu kata pun kepada nya sejak hari dimana Blaze menumpahkan kopi nya secara tidak sengaja.
Rasanya rindu, Blaze ingin sekali mendekap setiap bagian dari tubuh Ice dan membawa nya dalam ciuman intens seperti biasa. Atau hanya mendengar suara lembut terkesan angkuh dari Ice saja itu sudah lebih dari cukup untuk Blaze saat ini.
Jadi dengan langkah cepat ia pergi keluar dari kamar kos nya dan berjalan keluar untuk mengunjungi salah satu penghuni kamar kos disana.
Pintu dengan aksesoris stiker paus biru sudah tepat dihadapan nya. Blaze menghela nafas lagi mencoba untuk mempersiapkan diri terhadap kemungkinan buruk lainnya, di tendang keluar oleh Ice misalnya.
Blaze mengetuk, menunggu beberapa saat. Dan tepat pada ketukan yang ke lima Blaze bisa mendengar bunyi ceklek pada engsel pintu yang menandakan bahwasanya pemilik rumah tersebut kini merespon panggilan dari nya.
Hal pertama yang dilihat Blaze adalah wajah malas yang sudah Blaze rindukan sejak lama. Wajah itu di tekuk lesu dengan alis yang menukik kebawah. Tanda bahwa orang tersebut tidak menerima kehadiran Blaze untuk saat ini, bahkan ada decakan kasar yang terdengar sebelum pemilik tersebut menutup pintu namun sudah ditahan terlebih dahulu oleh Blaze.
"Ice, dengerin aku dulu."
Ice menghentikan acara menutup nya dan membuka pintu tersebut lebih lebar lagi. Lalu terdiam menunggu apa yang ingin Blaze ucapkan dengan sebelah alis yang dinaikkan sedikit. Kode bahwa ia akan mendengarkan.
Blaze yang tau akan hal itu cepat-cepat ia berlutut, mengelus kaki yang terbalut sandal berbulu warna biru membuat sang empu berdengit terkejut tapi tetap mencoba untuk santai. —menunggu kegiatan Blaze. Walau masih kesal Ia masih cukup penasaran.
Di detik berikutnya Blaze mencondongkan tubuh kearah kaki yang sudah ia angkat sedikit dan mencium nya. Spontan Ice langsung menarik paksa kaki nya untuk menjauh.
Ia mendelik, "lo gila?"
Blaze masih tetap pada posisi tapi kini ia mendongak. Menatap Ice dari bawah.
"Kamu maafin aku kan?"Ada semburat merah pudar yang merambat di area pipi dan juga telinga Ice. Diperlakukan seperti ini secara tiba-tiba membuatnya malu setengah mati! Entah karena malu ia takut diliat orang lain atau malu dengan tingkah spontan yang Blaze lakukan. Blaze benar-benar gila. Yang jelas Ice tidak berharap jika Blaze benar-benar akan melakukan apa yang diketik oleh orang yang lagi marah tanpa pikir panjang.
"Iya gue maafin lo, udah ah jangan dibawah gitu cepet berdiri. Malu." Ice membantu Blaze untuk berdiri.
Tapi Blaze masih manyun, membuat Ice bingung. "Kenapa lagi? Kan gue udah maafin lo."
"Kok kamu masih pakai bahasa lo gue gitu? Katanya udah maafin aku"
Ice menghela nafas lagi. Sejujurnya menghadapi Blaze yang ngambek akan jauh lebih susah dari membujuknya ketika ia marah. Ice tidak benar-benar marah tadi, hanya sedikit sebal. Nanti juga bakalan baikan dalam waktu 1 minggu. Cukup diamin dia bakalan membaik sendiri.
Berbeda dengan Blaze. Ia benar-benar harus di turutin apa yang ia mau seperti sekarang.
"Kamu biasanya kalau ngga marah sama aku bakalan pakai aku kamu."
Tapi bukan Ice kalau dia tidak bisa menyulut api yang sedang berkorbar. "Lah kan yang marah itu gue? Lo yang minta maaf. Suka-suka dong kalau gue masih mau pakai lo gue"
"Icyyyy..... Jangan gitu, Zee ngga suka" Blaze mencengkeram pelan hoodie biru yang Ice kenakan. Dengan nada merengek ia berusaha untuk membujuk Ice lagi dan lagi.
Ditatap dengan wajah melas dan panggilan spesial itu selalu membuat pertahanan Ice menjadi runtuh sedikit.
Ice yang pada awalnya sebal berlahan mereda. Ia membawa Blaze untuk masuk ke ruang koss nya.Setelah berada di dalam, Blaze langsung membawa Ice kedalam dekapan nya dan berbisik. "Zee ngga akan ulangin itu tadi, Zee janji. Jadi tolong jangan cuekin Zee lagi, Zee menyesal. Benar-benar menyesal. Icy boleh pukul Zee, Zee ngga bisa kalau sehari ngga ngobrol sama Icy"
Ice terkekeh, ia menepuk-tepuk bahu kokoh milik Blaze yang sedikit bergetar. Membuat Ice tiba-tiba dilanda perasaan bersalah. "Maafin Icy juga ya, seperti nya tadi sedikit berlebihan ninggalin kamu lima hari padahal sejam saja ngga bisa di tinggal"
Blaze mengeratkan pelukan nya lagi, menggesekkan hidung bangir diantara perpotongan leher Ice dan menghirup nya hingga puas. Parfume papermint inilah yang ia rindu kan, ciri khas dari Ice yang menyukai wangi soft maskuline dan seekor paus. "Aku kangeen banget sama kamu"
Diam-diam Ice merasakan panas lagi yang menggerayang di sekitar pipi menuju telinga nya dan juga ada banyak sekali kupu-kupu tak kasat mata yang menggelitik di hati nya. Untuk menutupi salah tingkah nya ia memutuskan untuk ikut mengenggelam wajah nya bersembunyi di bahu milik Blaze.
Dia benar-benar malu dengan cara yang ia sukai.
KAMU SEDANG MEMBACA
redblue
FanfictionSebelum Ice berucap lantang bahwa ia menyayanginya, ketahuilah bahwa Blaze sudah dari awal bertaruh atas perasaan nya kepada Ice secara mutlak. Bukankah itu sudah cukup jelas? bxb, kumpulan oneshoot ini ku dedikasikan untuk blice. (ooc)