Sorot mata tajam menatap langit sore yang kian tenggelam bersama senja yang membawa keindahan. Hatiku begitu tenang berbincang dengan alam yang menyejukkan.
Sore ini, aku duduk di depan jendela kamar yang langsung berhadapan dengan matahari yang akan terbenam. Tersenyum kearah di mana matahari itu membiaskan cahaya jingga yang bertabur merona.
Senang rasanya masih bisa melihat ciptaan Tuhan yang begitu indah. Tak menyangka, aku masih bisa bertahan sampai hari ini. Setelah banyaknya badai yang ku lalui, sampai aku bisa dititik ini. Titik teratas; Di mana aku sudah bisa berdamai dengan diri sendiri dan berdamai dengan garis takdir yang Tuhan berikan.
Jika melihat kebelakang mengingat beberapa waktu yang lalu, aku yang hancur penuh luka dan trauma. "Hft ... Mengenaskan!"
Beberapa tahun sebelumnya hidupku berjalan dengan baik. Sampai di mana menginjak tahun 2019 semuanya mulai hancur perlahan-lahan. Darisanalah semuanya di mulai ....
Trowback 2019
~~
Cerita ini berawal dari bulan April tahun 2019, semuanya berjalan seperti biasanya. Aku pun saat itu masih di Pondok Pesantren menjalani hari-hari ku sebagai santri seperti yang lainya.Singkat cerita, awal bulan itu aku jatuh sakit, yang awalnya hanya demam biasa dan masih bisa dirawat di sana. Tapi, beberapa hari kemudian sakitku semakin parah yang mengharuskanku pulang ke rumah. Pada saat itu bapak yang menjemput ku, dan membawaku pulang untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut. Dan pada saat itu sakitku lumayan lama kurang lebih selama dua minggu.
Waktu terus berlalu sampai pada akhirnya tepat pada Senin 29 April 2019 aku mendapatkan musibah yang tak disangka kedatanganya. Pada pagi itu awalnya aku mendapatkan kabar bahwa bapakku jatuh dari motor ketika hendak berangkat kerja, sampai katanya beliau ini pingsan di jalan. Tapi setelah ku tunggu kepulangannya, ternyata yang pulang hanya nama dan raganya. Iya ... Kematian merenggut nyawa bapakku pagi itu.
Suara sirine ambulance menggema di pekarangan rumah, hatiku semakin hancur melihatnya, apa lagi saat melihat raganya yang digotong-gotong banyak orang dengan mama yang nangis sesenggukan, ia berlari ke arahku memelukku seerat mungkin. Tau bukan, bagaimana sakitnya?
Siapa yang tidak hancur ketika mengalami hal seperti ini? Aku tahu bahwa setiap orang akan mengalami kehilangan, tapi ini terlalu cepat.
Aku kehilangan orang yang mencintaiku, aku kehilangan sosok bapak yang menurutku lebih dari kata sempurna.Aku pernah berpikir bahwa selanjutnya duniaku tidak akan baik-baik saja setelah kepergiannya, tapi di samping itu orang terdekatku selalu memberikan support dan meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja.
Seiring berjalannya waktu, aku pun bisa menerimanya begitupun mungkin dengan mama dan keluargaku. Yang ku lihat mereka sudah bisa berdamai, walaupun tidak tahu kedepannya seperti apa. Aku sempat meminta untuk putus sekolah saja, karena aku tahu biaya sekolahku cukup mahal. Kebetulan sekali pada saat itu aku baru memasuki SMK.
Tapi , kakak, dan mamaku tidak mengizinkan, aku tetap harus lanjut sekolah dan balik lagi ke Pondok Pesantren. Sebenarnya aku tidak mau memberatkan mereka, apalagi setelah kepergian bapak, ekonomi keluargapun sangat menurun, belum ada yang bisa menggantikan posisinya karena pada saat itu kakaku masih kuliah, ia cuma sesekali melakukan freelance untuk membantu perekonomian keluarga.
Setelah keadaan membaik aku di antar oleh kakaku untuk kembali ke Pondok, dan menjalani tugasku seperti santri yang lainya. Hari-hari di Pondokpun terasa berat, saat melihat orang lain dijenguk oleh kedua orangtuanya, aku sedikit merasa iri. Semenjak saat itu mama pun sudah jarang sekali menjengukku dikarenakan perekonomian keluarga jadi akupun tidak bisa berbuat apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rumah Dan Kenangannya
No FicciónTulisan ini hanya untuk sekedar mengingat bahwa aku pernah sekuat itu dulu menjalani segala lara yang akhirnya bisa berujung jua