Namun, saat kembali ke ruangan rawat sang ayah keduanya terkejut melihat Fatimah sedang menangis terisak.
"Bunda, kenapa? Kenapa Bunda nangis? Bun?"
Fatimah langsung memeluk kedua anaknya sambil berkata lirih.
"Yang sabar ya sayang, ayah sudah tenang sekarang ...."
Sabrina tidak bisa menyembunyikan kesedihan langsung menangis kencang, sedangkan Hana mencoba menenangkan sang adik walaupun ia sangat sedih namun berusaha tegar.
"Dek sabar ...."
"Ayah jangan tinggalkan Sabrina! Ayah jangan pergi ayah!"
Fatimah dan Hana bersama-sama memeluk Sabrina yang memberontak sambil memberikan kalimat penenang.
****
Sudah 3 hari semenjak kematian ayahnya, Sabrina tidak masuk sekolah membuat Fatimah dan juga Hana kebingungan. Mereka berdua menghampiri nya di atas kasur.
"Adek, sekolah yuk? Bareng kakak."
Sabrina tidak menjawabnya. Sekali lagi Hana mencoba membujuknya.
"Ayo dong kita sekolah. Sudah 3 hari kamu gak masuk."
Lagi-lagi tidak ada jawaban, Fatimah pun mencobanya.
"Sayang, kamu harus sekolah. Bareng kak Han, ya?" Sabrina menatap keduanya tajam.
"Aku gak mau sekolah kalau bukan di anterin ayah!" teriaknya.
"Kamu gak boleh seperti ini Sabrina! Kamu tetap sekolah gk ada alasan!" Hana tak mampu sabar lagi. Alasan yang sama seperti kemarin.
"Aku gak peduli! Aku gak mau sekolah!"
"Sabrina!"
Fatimah mencoba melerai kedua anaknya.
"Hana, sudah biar Bunda aja yang bicara, ya? Kamu sekolah aja sayang."
Hama mengatur napasnya kemudian mengangguk. Ia pun berpamitan kepada ibunya.
"Aku pamit sekolah ya Bunda, Assalamualaikum. "
"Waalaikumsalam. Hati-hati ya sayang."
Perempuan itu sekilas menatap adiknya sebelum pergi.
****
Selama di sekolah Hana terus murung membuat Tina dan Susi saling tatap. Mereka paham sebenarnya Hana sangat kehilangan sosok ayahnya meskipun kelihatan tidak terlihat.
Temannya itu mencoba berusaha tenang agar tidak menganggu pikiran sang ibu. Ia harus kuat demi Fatimah.
Susi memegang tangan Hana membuatnya mendongakkan kepalanya.
"Sabar ya, lu kuat Hana."
"Makasih."
"Ayo makan bakso nya sebelum dingin," ucap Tina karena dari tadi makanan itu hanya di aduk-aduk asal oleh Hana.
"Baiklah."
Lagi-lagi ada yang memperhatikan Hana dari jauh.
Sepulang sekolah saat hampir sampai di teras rumahnya, terlihat sang ibu berlari panik ke arahnya.
"Hana!"
"Ada apa, Bunda? Kenapa Bunda panik?"
"Tolong sayang, tolong cari Sabrina dia hilang!"
"Apa! Hilang?"
"Bunda cari di mana-mana gak ada sayang ...."
Hana menghela napasnya sebelum mengangguk. "Aku akan cari Sabrina. Bunda tunggu di sini."
"Bunda ikut, ya?"
Perempuan itu menggelengkan kepalanya sambil mencium tangan sang ibu.
"Bunda tunggu sini aja, biar aku yang cari."
"Tolong temuin adek kamu ...."
"Pasti aku akan temuin Sabrina."
Hana pun akhirnya mencari Sabrina ke sekeliling. Di taman seorang anak perempuan sedang duduk di sebelah anak SMA.
"Sabrina kesini sama siapa?"
Tak ada jawaban dari nya membuat anak SMA bernama Muhammad Rasyid itu hanya mengangguk pelan. Dia adalah kakak kelasnya Hana.
"Jadi Sabrina kesini sendirian? Gak takut nanti ada orang jahat?"
"Enggak."
Rasyid paham anak di hadapannya ini masih sedih atas meninggal nya sang ayah.
"Sabrina, kalau kamu mau keluar harus izin dulu sama bunda atau sama kak Hana. Kak Rasyid yakin pasti bunda nya Sabrina dan kak Hana lagi cari Sabrina."
"Aku gak peduli! Aku mau ketemu sama ayah!"
"Gak boleh ngomong gitu. Sabrina harus sabar. ayah Sabrina pasti sedih kalau liat Sabrina sedih."
Anak itu pun akhirnya menangis. Rasyid memeluk sambil mengusap rambutnya.
"Sabrina harus sabar, Sabrina harus jadi anak yang kuat. Kakak yakin kalau ayah Sabrina tidak akan suka melihat Sabrina nangis seperti ini."
"Aku sayang sama ayah kak ...."
"Kalau Sabrina sayang sama ayah, Sabrina harus tunjukin ke ayah kalau Sabrina adalah anak yang kuat. Sabrina bisa menjadi anak yang baik dan sholehah. Yang selalu mendoakan ayah setiap hari dan akan nurut sama bunda. Oke?"
Sabrina menatap Rasyid lalu mengangguk. "Aku akan tujukan ke ayah kalau aku adalah anak yang kuat. Aku juga akan patuh sama bunda biar ayah senang."
"Pintar. Baru itu namanya Sabrina. Sekarang lihat ke arah sana."
Sabrina mengikuti arah tujuk tangan Rasyid yang ternyata tak jauh dari sana ada Hana sedang tersenyum kecil.
Sang kakak langsung memeluk adiknya begitu juga sebaliknya. Keduanya menangis haru.
"Maafin aku kak, karena sudah membuat kakak sama bunda kesel."
"Gak apa-apa dek, kakak minta maaf karena sudah marahin kamu tadi pagi."
"Aku sayang kak Hana."
"Kakak juga sayang sama kamu."
Hana mencium kening Sabrina. Pemandangan itu membuat Rasyid tersenyum. Dirinya sengaja memberitahukan Hana kalau dirinya bertemu dengan Sabrina di taman.
Tadi saat Rasyid lewat, matanya melihat anak itu sedang duduk di taman sendirian. Padahal arah taman ke rumahnya lumayan jauh. Jadi Rasyid memberitahukan Hana bahwa Sabrina ada di taman yang ternyata perempuan itu lagi mencarinya.
Happy reading all 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Difference
FanfictionCerita ini mengisahkan tentang seorang wanita yang tanpa sengaja bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia duga. Bagaimana kelanjutannya ? apakah ini hanya sebuah kebetulan ? keberuntungan ? atau... sebuah takdir ? cerita ini hanya hiburan semata...