• Don't forget to vote for this book.
Happy reading...···
"Apa yang kau lakukan terhadap putraku?!"
Sosok pria berpawakan tinggi itu marah besar sesaat ia kembali ke mansion. Tepat ia menginjakkan kedua jenjang kakinya masuk melewati pintu utama, ya ia lihat ialah tatapan memuja dari sosok lain yang kini dengan berani mendekatinya.
Bagai hilang ingatan, sosok di hadapannya menatap dengan tatapan tanya. Seolah tak pernah melakukan sebuah kesalahan yang mungkin saja berakibat fatal.
"Juna, ada apa? Mengapa kau tiba tiba datang lalu membentak ku?" Nada suara itu begitu lembut agar sang terkasih kembali menatap penuh cinta
Namun dugaan nya salah, harapannya sirna begitu saja kala pria tersebut kembali tersulut amarah saat sosok itu dengan lancang memanggil dengan sebutan, Juna.
"Berhenti memanggilku dengan sebutan itu, karena kau bukanlah siapa siapa di dalam hidupku. Dan kau hanya penghasut handal terhadap kedua orang tuaku hingga berakhir menghancurkan kebahagiaanku dengan nya, Mashiho."
Sosok bernama Mashiho itu bungkam, secuil ia merasakan sakit hati karena ternyata pria di hadapannya belum juga membalas cinta yang selama ini ia tunggu. Akan tetapi Mashiho tak perduli akan hal itu, karena puncak keinginan nya bukanlah menjadi hak milik pria tepat di hadapannya. Namun dengan perlahan, Mashiho akan menghancurkan keluarga ini secepatnya.
"Baiklah. Lalu ada apa dengamu hingga amarahmu semakin meninggi, Nathan?" Tanya nya selembut mungkin hingga mengundang kekehan serak dari sang pendengar ucapannya bagai angin lalu
"Jangan berpura pura bodoh setelah kau membuat putraku tersiksa di sana. Dengar Mashiho, jika nanti Hayoon terluka kembali karena ulahmu, maka dengan segera saya mengusirmu dari sini. Dan kau, jangan pernah berharap agar saya dapat membalas cinta dari seorang pelacur sepertimu."
"Junathan!"
Pria yang tak lain bermarga Zovandra itu tak menghiraukan teriakan Mashiho di ruang utama. Junathan dengan cepat berlalu dari sana dan segera kembali menuju rumah sakit.
Menyempatkan waktu, Junathan memutuskan untuk mampir ke sebuah toko mainan anak yang kebetulan tak jauh dari rumah sakit.
Junathan memasuki ruang rawat. Setelahnya, kedua netranya melihat jika keadaan sang putra semakin membaik setelah menjalani perawatan dari dokter. Akan tetapi, mungkin sifat sang putra kandung nya ini menuruh darinya, terlihat jelas jika Hayoon tak menghiraukan dirinya yang telah berdiri di samping brankar atau ranjang rumah sakit.
"Bagaimana keadaanmu, sudah lebih membaik?" Ucapannya hanya di anggap angin lalu oleh sang putra, hingga Junathan menghela nafas, sungguh
"Hayoon, ayah bertanya padamu. Apakah keadaanmu semakin membaik? Ayah tak perduli jika kau marah padaku. Ayah hanya khawatir, nak..." Berhasil, dengan cepat Hayoon menoleh menatap sang ayah yang kini berdiri di samping brankar
Junathan tersenyum, dengan cepat ia memeluk tubuh mungil itu ke dalam dekapan hangat.
"Maaf, maafkan ayah karena kau kembali terluka oleh manusia kejam itu. Sekali lagi ayah meminta maaf padamu, nak..." Entah mengapa atmosfir di sekitarnya mendadak sendu
Hayoon tak menjawab, putra dari sosok bermarga Zovandra itu hanya membalas pelukan sang ayah yang kini mendekap nya erat. Entahlah, ia dan sang ayah jarang bahkan hampir tak pernah berpelukan seperti ini. Mungkin momen itu bisa di hitung lewat jari jari mungil nya
"Tak perlu meminta maaf padaku, ayah. Bukankah dia tak menginginkanku berada di sini? Lantas apa yang aku harapkan jika aku kembali tersakiti olehnya? Dan, kata maafmu itu hanya memberi rasa sakit bagiku karena kau tak pernah bersalah, ayah..."
"Berhenti untuk selalu meminta maaf padaku... Aku baik baik saja selama kau bersamaku, ayah."
Entah apa yang harus Junathan lakukan saat ini selain menumpahkan air matanya dalam diam. Apakah ia harus bangga karena telah berhasil mendidik sang putra hingga ia dengan cepat memiliki sifat setara orang dewasa walaupun usianya masih belia.
'Maafkan saya, Hyun. Karenaku, Hayoon kembali terluka...'
"Ryu, ini udh jam 10 malam. Lebih baik tutup saja cafe nya. Nanti biar kakak yang membersihkan tempat ini."
Wanita cantik itu mengerutkan dahi tanda tak setuju atas ucapan dari sosok pria di hadapan nya.
"Kakak ku yang manis nan baik hati, labih baik kakak mengurus putramu itu. Lihat, dia sudah mengantuk seperti itu dan kau akan membiarkannya? Kejam sekali..." Gurau wanita cantik yang saat ini tengah berdiri sembari membersihkan beberapa meja yang terlihat kotor akan noda minuman
Sontak pria itu menoleh pada sang putra yang berdiri tepat di belakang nya sembari memegang sebuah boneka berwarna ungu. Kedua matanya terlihat terpejam sesaat kemudia tubuhnya hampir limbung jika tak di tolong cepat olehnya.
"Lihat, kakak yakin akan membersihkan ini sendirian? Jelas jelas aku tak yakin. Sudahlah, sebaiknya kau pulang dan berikan kunci cafe ini padaku, besok pagi aku akan datang lebih awal."
Hyunsuk, sosok yang sejak tadi berdiri itu lantas menganggukan kepalanya. Lalu ia kembali menatap putranya, Hajoon, kini telah terlelap di gendongan ala koala nya.
"Kalau begitu, kakak serahkan pekerjaan kepadamu malam ini. Setelah ini kakak akan segera pulang ke rumah. Terimakasih, Ryujin..."
"Tenanglah, aku akan selalu menjaga cafe ini. Bye, kak Oliver!"
Hyunsuk terkekeh saat panggilan itu Ryujin sematkan padanya. Hyunsuk tak masalah sedikitpun. Lagi pula, seluruh karyawan di cafe yang ia tempati untuk bekerja itu sudah ia anggap seperti saudara. Lagi, beruntung karena cafe selalu ramai pengunjung. Jadi, jika ia membawa sang putra, Hajoon, mereka akan senatiasa bermain bersama secara bergantian. Karena tak mungkin jika salah satu karyawan di sini tak berkerja.
Kini Hyunsuk bersama dengan putranya, telah sampai di sebuah rumah sederhana yang tak jauh dari cafe tempat ia bekerja. Rumah yang sejak dulu ia tempati hingga saat ini, masih terlihat kokoh. Hanya saja, barang barang di rumahnya terlihat berkurang karena ia jual untuk mencukupi kebutuhan nya dengan sang putra.
Namun sayangnya, rumah itu hanya berisi dua orang yang tak lain Hyunsuk sendiri beserta Hajoon. Jika ia masih ingat, Hyunsuk masih memiliki satu putra yang tak ikut bersamanya. Namun dia memilih ikut dengan sosok yang selama ini ia cari keberadaan nya.
Prang!
"Siapa di sana?!"
Siapa yang tak terkejut saat ada yang melempar sesuatu ke arah kaca hingga membuat Hyunsuk menjadi was was. Melihat sejenak pada Hajoon yang kini telah terbaring di kasurnya, lantas Hyunsuk berucap dalam hati karena putranya itu tak terganggu sedikitpun. Akan tetapi, ia dengan cepat beralih menatap sebuah batu yang di lapisi kertas. Langsung saja Hyunsuk mengambil benda tersebut lalu membukanya-
'Hai, akhirnya aku bisa bertemu denganmu kembali, Hyunsuk. Ah, mungkinkah aku bisa memanggilmu dengan Oliver? Ku rasa tidak, namun jika iya, maka kau akan dengan cepat mengetahui siapa sebenarnya diriku, bukan? Selamat karena kita kembali bertemu...'
Hyunsuk meremas kuat kertas tersebut, ia menjadi khawatir akan keselamatan dirinya bersama dengan sang putra. Mulai saat ini, Hyunsuk harus waspada karena sosok yang menulis di kertas ini akan selalu mengganggu nya dengan cara apapun. Walaupun terlahir dari keluarga yang tak berkecukupan, namun tak ada salahnya jika ia menjadi manusia yang berguna bagi keluarga kecilnya?
Ia segera membuka kertas selanjutnya, karena Hyunsuk dapat melihat dengan jelas jika terdapat dua lembar kertas yang menjadi sampul batu yang menerobos kaca kamar miliknya. Hingga seketika kedua netranya melebar saat membaca beberapa kata yang tertera di sana-
'Aku... Mashiho Takata.'
TBC
© trvarthxcyno
Hi, ada ga satu bulan aku diemin book ini? Klo ada, nih aku udh buat chap baru dan mungkin chap nya ga sesuai ekspetasi. Selamat membaca dan jangan lupa kasih vote yang banyak, ga maksa sih...
(pek semail...) ༎ຶ‿༎ຶSee you all!
KAMU SEDANG MEMBACA
Choristá Dídyma | Hoonsuk
General FictionA promise that was broken by one side, until it ended up feeling hopeless with what it chose. Warn!: Sexual violence, dirty talk, BxB booth, m-preg, 21+ nsfw © trvarthxcyno