Masalah Brengsek

14 3 6
                                    

Samatoki mondar-mandir di depan pintu. Perasaan cemasnya makin tidak karuan.

Jika dirinya saat ini sedang berada dalam wujud kucingnya pasti ia hanya akan tidur lelap di atas kasur tapi tidak dengan sekarang. Alih-alih bersantai justru pikirannya kalang kabut karena yang ditunggu tak kunjung pulang.

Padahal baru tadi malam, Jyuto mengiyakan permintaannya untuk berbelanja berbagai bahan makanan. Namun, ketika mereka telah selesai sarapan tadi pagi, semangat Samatoki hilang seketika.

Pasalnya ternyata ajakan jalan-jalan berbelanja makanan dan keliling Yokohama dibatalkan sepihak karena ada pekerjaan penting dari atasan Jyuto.

Pipi Samatoki diusap lembut. "Aku janji hanya sebentar kok. Pasti ini hanya rapat. Nanti setelah selesai, kita bisa pergi jalan-jalan."

Seharusnya Samatoki tahu kalau itu kalimat dusta. Seharusnya Samatoki pergi mengikuti Jyuto diam-diam untuk sekedar menjaganya. Dan seharusnya Samatoki segera mencari sosok yang ia puja bukannya berdiam diri di sini.

Mantel di gantungan baju langsung disambar. Dengan langkah-langkah yang tak sabaran ia keluar dari apartemen itu setelah menguncinya.

Sebelumnya Jyuto hanya berjanji akan pulang rapat dadakan dalam setengah hari lebih. Tapi sudah dua hari ini mereka tak saling berkabar. Tak ada notif pesan maupun telepon yang masuk di handphone barunya

Hanya rasa gelisah yang menggerogoti pikirannya saat ini. Samatoki berjalan tidak tentu arah sebenarnya tapi ia tetap mengandalkan indra penciumannya sedari tadi dan sesekali mencoba menggunakan GPS tapi gagal terus untuk menemukan yang dicarinya.

Bahkan scent yang sudah ia tandai untuk Jyuto masih terasa sangat samar aromanya.

Jalan demi jalan, gang demi gang, bahkan hingga ketika Samatoki tiba di kantor tempat Jyuto berkerja. Ia tetap tidak bisa menemukan eksistensi dari pria manis berkacamata itu.

Dimana dia sekarang?

-----○-----

Jujur saja Jyuto sebenarnya tidak peduli dengan kepalanya yang sakit akibat pukulan benda tumpul yang kemarin ia terima. Tidak begitu peduli juga dengan pakaiannya yang sudah sangat kotor dan perutnya yang tak diisi dengan asupan gizi lagi.

Yang ia pikirkan dan cemaskan hanya keadaan Samatoki. Pria berambut putih itu pasti merasa kesal atau bahkan sedang merajuk karena janjinya dibatalkan sepihak.

Jyuto harap Samatoki bisa bersabar lebih lama lagi untuk menunggu dirinya pulang.

Ruangan gelap dan berdebu itu cukup menggangu saluran pernafasan Jyuto sejak kemarin. Ia ingin batuk namun mulutnya tertutup lakban. Ia juga ingin melepaskam diri tapi kedua tangan dan kakinya diikat erat.

Bolehkah ia berharap bisa segera keluar dari ruangan ini dan bertemu dengan teman serumahnya itu.

"Hee~ sudah bangun rupanya." Suara mendayu dari seorang perempuan tinggi itu menyadarkam Jyuto. Bahkan ketika penerangan dinyalakan, tatapan benci dari dirinya masih tertuju pada wanita jalang itu.

Sialan sungguh sialan.

Kalau saja Jyuto tidak lalai ketika merokok di pinggir jalan pasti dirinya tidak diseret ke gudang terkutuk ini. Dan kalau saja ia sedang dalam kondisi primanya, sudah pasti ia langsung menjebloskan wanita itu bersama antek-anteknya ke dalam penjara yang paling kotor.

"Bagaimana? Kau sudah mempertimbangkannya, kan?" Wanita dengan pakaiannya yang minim itu mendekati Jyuto dan mengangkat dagu Jyuto dengan salah satu jarinya.

-----○-----
*) Pukul 21.07

"Iruma Jyuto. Umur 29 tahun. Saat ini bekerja sebagai polisi dengan pangkal wakil pimpinan Divisi Penanganan Kriminal urusan wilayah Yokohama." Jemari-jemari itu meremat dokumen biodata Jyuto dan membuangnya ke sembarang arah. "Jadi, dimana kucing itu?"

Jerat PerasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang