part 4

0 0 0
                                    

Meira duduk di tepi jendela kamar ditemani secangkir kopi cokelat, mentari sudah sedari tadi tenggelam, ia menatap jauh kedepan ke tengah kota yang terlihat ramai, sesekali ia menyesap kopi hangat yang masih sedikit mengepul. Kopi cokelat adalah minuman kesukaan meira, hanya itu minuman yang paling disukainya. Ia tidak suka wine, susu, cokelat dan kopi, sedikit aneh memang bagi orang yang tidak suka kopi dan cokelat tapi ketika keduanya digabungkan akan menjadi minuman favorit meira.

Mungkin juga karena selera aneh tersebut makanya ia tega menduakan Altair. Memiliki dua kekasih, sebut saja Meira memang sakit, fahri juga begitu,

"Apakah kita memang sakit, fahri? " gumam Meira mengalihkan seluruh atensinya pada kopi yang tinggal separuh,

"Atau kita sama sekali tidak sakit... "

"Siapa yang sakit? " potong Altair dari belakang yang baru saja datang, lalu dengan langkah lebar ia mendekati Meira. Memeriksa tubuh gadis itu,

"Bukan aku, "

Altair tidak mengubris, telapak tangannya ia letakan di dahi Meira. Mengecek apakah suhu tubuh perempuannya itu normal.

"Hufft...syukurlah, "Altair menghela nafas lega sambil meraup wajah meira, bibirnya tersenyum tipis setiap kali memandang meira. Baginya perempuan yang sekarang tepat didepannya itu adalah kecantikan langka yang mampu membuat hatinya goyah. Jantungmya masih berebar mana kala berdekatan dengan pujaan hatinya itu.

"Tadi siapa yang sakit? " tanya Altair kembali setelah mengajak meira kembali duduk,

"Teman aku" jawab meira cepat seraya tersenyum manis.

"Teman kamu yang mana? Dia sakit apa? " cecar Altair,

Meira memutar duduknya menghadap Altair, tangannya cekatan melepaskan dasi cowok itu kemudian berkata " teman aku di London, sakit yang aneh, "

Meira melemparkan dasi tersebut keatas ranjang lalu melanjutkan " menurut kamu bagaimana jika ada seseorang yang menduakan pasangannya dengan pasangan orang lain? "

"Maksud kamu dia selingkuh sama seseorang yang juga sudah punya kekasih? " tanya Altair terbelalak kaget,

Meira mengangguk, ia menatap penasaran pada Altair, menunggu jawaban dari cowok itu.

Altair menatap dalam tepat dimata Meira.

Bagaimana kalau Altair mencurigainya?

Meira membalas manatap Altair.

Dingin..

Ya, tatapan mata itu sekarang sangat dingin, tidak hangat seperti tadi atau seperti kemarin. Ada apa dengan Altair? Apa dia sudah mengetahui?

" Meira Agnesia Wijaya, jangan pernah tanyakan hal itu lagi, " kata Altair dingin sambil bangkit dari duduknya dan meraih tas yang tadi ia letakan diranjang.

Meira mengerjap beberapa kali, mencoba mencerna maksud dari perkataan Altair baru barusan.

"Al, kamu mau kemana?! " tanya Meira sedikit berteriak ketika cowok itu baru saja menghilang kebalik pintu.

Buru-buru Meira berdiri lalu setengah berlari keluar kamar mengejar Altair.

"Tunggu, Al! "

Altair menoleh sekilas, tangan kanannya memegang kenop pintu.

"Kamu kenapa marah? " tanya Meira heran walapun hatinya sudah menduga, rasa khawatir dan menyesal menyelimuti hatinya.

" aku gak suka kamu nanya yang tadi" tekan Altair

Brak....

Meira memandang kosong pintu yang baru saja Altair tutup dengan keras,

Dengan langkah lemas meira kembali ke kamar, ia merebahkan badannya di ranjang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Orang-orang KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang