Setahun sudah sejak pertama kali Vina menginjakkan kakinya di Kota ini, meninggalkan kampung tempat ia dilahirkan dan tumbuh dewasa. Hidup harus tetap berlanjut, Vina putuskan untuk merantau ke kota, agar bisa menebus kembali rumah peninggalan orang tuanya.
Dan disinilah ia sekarang, menjadi seorang guru les privat bagi anak-anak orang kaya, kadang ia bahkan tak punya waktu untuk sekedar bersapa ria dengan teman-teman dilingkungannya tinggal.
Menjadi seorang guru adalah cita-cita Vina sejak kecil. Meski hidup miskin dan selalu diremehkan, sekarang ia membuktikannya bahwa impian bisa diraih dengan doa, usaha dan kerja keras.
Pekerjaan ini pula yang membawa takdir Vina bertemu seorang anak kecil berumur 4 tahun. Anak yang tak sengaja ia lihat saat perjalanan pulang mengajar.
"Hei kalian, hentikan itu ...." Vina menghampiri segerombolan anak yang kira-kira berumur 4, 5 dan 6 tahun. mereka berdiri mengelilingi seorang bocah laki-laki yang sedang menangis. "Ada apa ini?" tanyanya.
"Hahaha, kasian, dia dak bisa bicara ya?" ujar seorang bocah laki-laki bertubuh gempal. "Iya benar, apa itu namanya? bisu ya?" timpal seorang anak perempuan berambut panjang.
"iya kalau tak bisa bersuara itu bisu, hahaha."
"wleee, bisu ... Alif anak bisu." Suara-suara ejekan mereka saling bersahut-sahutan satu sama lain.
Vina merasa geram mendengarnya, ia mulai memperhatikan lingkungan sekitar, tak ada guru yang menemani anak-anak ini, dilihat dari waktunya, sepertinya para bocah ini tengah menunggu jemputan orang tua mereka masing-masing, beberapa ada yang sudah bersama ibu atau ayah mereka, ada juga yang bersama pengasuh.
• ▪︎ • ▪︎ •
Seorang perempuan berseragam Abu-abu berlari tergopoh menghampiri mereka dengan seorang anak perempuan berambut bob dan berponi dora disampingnya. "Bu guru itu Ayip, dia nangis karena Kevon jahat," ujar anak perempuan itu menunjuk seorang anak laki-laki yang tengah menagis.
"Kevon, apa yang kamu lakukan?" tanya perempuan itu, "kamu ganggu Alif lagi ya?"
Anak bertubuh gempal itu mencebik, "hmmm, dia kan memang bisu, Miss."
Rasa geram Vina kian memuncak, tidak, ia harus menahannya. "Permisi Miss Tia, apa anda tenaga pengajar disini?" ujarnya sembari melirik name tag perempuan tersebut.
"Iya, benar mbak." Jawabnya, "apa ada yang bisa saya bantu?"
"Miss, tidak seharusnya anda meninggalkan murid-murid anda ditempat tunggu tanpa pengawasan! Mereka bisa saja ke jalan raya dan kecelakaan, atau bahkan mengalami penculikan. Apa anda tahu salah satu murid anda baru saja di buli?" ujar Vina tegas.
Guru tersebut meremas rok yang ia kenakan. "Saya pergi ke toilet sebentar dan sudah mentertibkan anak-anak ini, tapi saya tidak tau akan terjadi hal seperti ini."
"Mohon lebih hati-hati lagi kedepannya Miss Tia, saya melihat murid anda yang bernama Kevon dan beberapa temannya mengejek anak laki-laki yang sedang menangis itu." Vina melirik seorang anak yang tubuhnya lebih kecil dari anak lainnya.
Sang guru pun mengangguk, "saya akan lebih hati-hati lagi untuk kedepannya, terimakasih mbak, saya juga baru saja bekerja disini dan belum mengenal semua karakter murid kelas A," balasnya dengan sopan. Vina pun mengangguk dan guru yang di panggil Miss Tia itu pun membubarkan kerumunan kemudian mengantar satu persatu murid yang sudah kedatangan jemputan.
Sementara bocah kecil yang bernama Alif itu mengambil tas yang tergeletak diatas lantai. Pipinya masih basah karena air mata dan ia menatap takut pada orang-orang yang ada disekitarnya. "Halo adek kecil, nama kamu Alif 'kan?" sapa Vina mendekati anak itu. Tapi ia malah mundur dan menundukkan kepala mungilnya, rambutnya yang hitam dan lurus bergerak-gerak tertiup angin. Anak itu menggeleng dan siap berlari menuju kedalam sekolah, tapi Vina mencegahnya. ia menarik pelan lengan anak itu dan berjongkok, lalu mengusap air matanya.
"Tidak apa-apa sayang, Kak Vina tidak jahat. Jangan takut ya," tuturnya lembut diikuti dengan senyuman teduh. "Ayo kemari kakak gendong, kita tunggu di kursi saja ya," sambungnya meraih sang bocah dengan kedua lengannya. Anak ini tidak merespon apapun, tapi ia tidak terlihat setakut tadi.
Vina menemani anak itu duduk dikursi tunggu yang berjejer rapi, Miss Tia datang menghampiri mereka. "Apakah mbak adalah mama nya Alif?" tanyanya.
Vina terkesiap dan menggeleng kemudian mengalihkan pandangannya pada anak yang duduk disampingnya. "Apa kami terlihat mirip, atau karena aku sudah sangat mirip dengan ibu ibu pada umumnya?" cicitnya didalam hati. "Tapi jika diperhatikan fisik anak ini mirip seseorang yang ku kenal. Tidak, tidak, dilihat-lihat lebih lama, dia juga agak mirip dengan diriku," sambungnya memperhatikan bocah itu dengan seksama.
"Oh, maaf. Saya kira anda mama nya Alif. Karena jika benar pihak sekolah ingin bicara serius dengan anda mengenai perkembangan Alif dan aktivitasnya di sekolah ini." Perkataan guru tersebut membuyarkan segala pikiran Vina.
Vina kembali menggeleng. "Saya kebetulan lewat disekitar sini, saat berjalan kaki saya lihat mereka sedang mengejek anak ini. Maaf saya tidak bermaksud ikut campur urusan yang seharusnya tidak saya urus," sahut Vina gamang. Tapi tangannya tak bisa ia cegah untuk mengelus pucuk kepala bocah yang dipanggil "Alif" ini.
Miss Tia mengangguk, "mungkin kami harus memberikan surat panggilan untuk yang kesekian kalinya lagi pada orang tua Alif, mereka tidak pernah memenuhinya. Jika dibiarkan maka Alif tidak akan mengalami perubahan apapun. Meski terbilang masih baru mengajar disini, saya merasa ada yang janggal dengan murid kami ini," tuturnya dengan serius. Entah kenapa Vina merasa atmosfer disekelilingnya memanas, dan suasana sedikit menegang hingga kemudian Miss Tia berkata "ayo Alif, itu jemputannya sudah datang. Permisi mbak, Alif harus pulang dulu." Vina mengangguk dan kembali mengusap lembut pucuk kepala Alif.
"Telimakasih Ibu ...." Samar-samar Vina mendengar ucapan itu, sangat halus dan pelan, nyaris seperti bisikan, tapi ia benar-benar mendengarnya baru saja. Batinnya bergelora, mendengar suara anak itu, senyum lebar terpatri dibibir Vina. Hatinya berdebar bahagia, membuncah akan hal yang tidak dia pahami sama sekali. Bahkan Miss Tia sepertinya tidak mendengar apapun. Terlihat ia segera membawa Alif menuju mobil jemputan.
• ▪︎ • ▪︎ •
Sekembalinya Vina ke kos-kosan tempatnya tinggal, bibirnya tak berhenti tersenyum. Anak itu membuat Vina merasa seperti menemukan keluarganya yang telah hilang. Bocah bermata Coklat terang, sama seperti dirinya. Tidak, anak itu bukanlah anak Vina yang hilang diculik, seperti di novel-novel. Ia bahkan belum menikah, juga tidak pernah merasa hamil diluar nikah. Lalu siapa anak yang sangat mirip dengan dirinya itu? Entah lah Vina pun bertanya-tanya.
• ▪︎ • ▪︎ •
📍18 Agustus 2023Jangan lupa follow, ya.
Biar gak ketinggalan cerita ini dan cerita-cerita berikutnya.klik user name ➡️ Marrmonava, lalu tekan follow/ikuti
KAMU SEDANG MEMBACA
Mama Impian Untuk Alif (New Version)
Ficção GeralMama Impian untuk Alif (new version) ✍𝚂𝚝𝚊𝚛𝚝 𝙰𝚞𝚐𝚞𝚜𝚝 𝟷𝟾, 𝟸𝟶𝟸𝟹 ©2023, 𝑴𝒂𝒓𝒓𝒎𝒐𝒏𝒂𝒗𝒂 𝐃𝐈 𝐋𝐀𝐑𝐀𝐍𝐆 𝐊𝐄𝐑𝐀𝐒 𝐏𝐋𝐀𝐆𝐈𝐀𝐓 𝐃𝐀𝐋𝐀𝐌 𝐁𝐄𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐀𝐏𝐀𝐏𝐔𝐍❗