Jam satu siang, semua orang tengah melawan kantuknya, pertengahan hari dimana beberapa kelas akan hening dan dingin karena tidak berpenghuni. Mahasiswa yang tidak ada ataupun baru saja menyelesaikan kelasnya kini berdesak-desakan mengantri untuk membeli makanan di kantin.
Kantin yang berdekatan dengan fakultas hukum selalu menjadi yang ter-favorit mahasiswa, karena tempatnya luas, berdekatan dengan parkiran dan masjid.
Aluna dan Aruna duduk berhadapan, entah takdir apa yang tengah mereka peluk, nama mereka begitu sama bahkan berada di kelompok yang sama saat masa perkenalan kampus tapi terpisahkan saat semester pertama dimulai.
"kemaren ikut gathering?" tanya Aruna setelah berusaha menelan nasi gorengnya, lucu sekali nasi goreng di siang hari.
Aluna hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, karena masih sibuk mengunyah capcay murahan yang terlalu banyak sayur sawi.
Kantin ini selalu penuh, karena berbagai macam hidangan ada di sana, seperti nasi goreng yang biasanya hanya muncul ketika malam ataupun pagi hari sebagai sarapan, kantin ini menyediakan nasi goreng harga 8.000 an yang lezat, bahkan boleh dipesan hanya setengah porsi dan tentunya dengan setengah harga pula, bapak penjualnya selalu ramah, menyapa Aluna dan Aruna dengan sebutan 'neng sastra' dan memang hanya mereka saja mahasiswa sastra Indonesia murni yang sangat senang hati (sepertinya) berjalan jauh dari fakultasnya, menyeberangi gedung rektorat yang teramat luas dan akhirnya sampai di fakultas hukum, dan sebagai mahasiswa baru, mereka tidak mengenal mahasiswa dari fakultas lain, atau mungkin belum mengenal.
"katanya kemaren Fadilla ditunjuk jadi ketua angkatan" ujar Aruna sambil mendekatkan sedotan minuman dinginnya, minuman berperisa anggur itu sudah sedikit hambar karena es di dalamnya sudah mencair.
"oh ya?" Aluna sibuk mengaduk-ngaduk piring capcay di hadapannya, mata dan tangannya sibuk menangkap kemudian menyingkirkan batang-batang sayur sawi yang besar, rasanya pahit, tidak nikmat di makan. "vote atau dia mengajukan diri apa gimana?" sambungnya sambil menyuapkan potongan wortel dan kembang kol ke dalam mulutnya.
Aluna menatap Aruna dan melihat gadis itu tidak kunjung menjawab pertanyaannya, Aruna sibuk memandang kearah belakang Aluna, entah apa yang ditatapnya membuat Aluna penasaran dan ikut mengarahkan pandangannya, Aluna menoleh kebelakang dan mendapati sosok yang ia kenali.
"ALUNA?!"
Sudut-sudut bibir Aluna tertarik, gadis itu mengulas senyum karena ia mengenali sosok yang baru saja meneriakan namanya, sosok gadis yang sepertinya selalu punya banyak energi, karena caranya berjalan cepat menghampiri Aluna tidak berubah semenjak SMA, saat mereka masih menjadi teman sekelas sebelum akhirnya Aluna hilang, atau menghilangkan diri.
"Gue kangen" ucap gadis itu langsung memeluk Aluna, dan tentu saja pelukan itu bersambut, sepertinya tidak akan ada yang mampu menolak pelukan gadis itu, tubuhnya dingin yang lembut, dan rambutnya wangi.
"Lo maba (mahasiswa baru)?" sambungnya sedikit menjauhkan tubuh Aluna, namun masih dalam kuasanya.
Aluna mengangguk, wajahnya sibuk tersenyum, bagaimana Awan masih bisa mengingatnya setelah sekitar 2 tahun tidak berjumpa dan tidak berkabar, atau sebenarnya 2 tahun itu waktu yang singkat?
"Sini deh" Awan menggandeng Aluna dan membawanya, sebelum meninggalkan meja, Aluna melirik Aruna untuk meminta izin meninggalkannya sebentar.
"bentar ya" begitu kira-kira yang diucapkan Aluna pada Aruna, karena hanya seperti sebuah gerakan mulut tanpa suara.
Awan membawanya kepada teman-temannya dan Aluna mengenali beberapa.
"Lang, liat deh" tegur Awan sambil menunjuk Aluna, Langit yang tadinya sibuk mengobrol dengan temannya menoleh dan sedikit mendongakkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIUH
Teen FictionBagaimana rasanya ketika hari mu begitu tenang? Angin meraba-raba membuat rambut mu melambai dan menari, terkadang menerpa wajah dan menutupi matamu yang selalu sendu dan abu-abu. Semua makhluk di semesta ini memiliki kekuatanya masing-masing, unt...