BAB 3. Pria Nelangsa

133 14 0
                                    

"Biarkan aku mencintaimu dengan bebas. Di kehidupan ini, ayo saling jatuh cinta Humeera-ku."

"Lelucon yang kamu buat ini tidak lucu, Mas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Lelucon yang kamu buat ini tidak lucu, Mas."

Aku menarik tubuhku mundur dari dekapan nya. Matanya menatap ke dalam bola mataku. Menggali setiap sisi jiwaku, hingga aku tenggelam dalam pusaran nya.

Jemarinya melingkupi jemariku yang kurus dan pucat. Ia elus perlahan sambil sesekali ia kecupi.

"Kamu tau saya bukan orang yang pandai berkelakar, Humeera," ia letakkan telapak tanganku pada sisi wajah nya. Tanganku gemetar. Tak pernah aku menyentuh dirinya sejauh ini. Suamiku sendiri merupakan bentuk nyata batas yang tak boleh aku tembus.

"Aku benar-benar ingin memulainya lagi. Maafkanlah aku yang terlalu buruk untukmu. Tapi, tolong cintailah aku," ia mengecup telapak tanganku "Cintailah aku, sehingga aku dapat memberikan kamu segala yang terbaik di tengah buruk ku ini. Beri kita kesempatan, Humeera. Aku mohon padamu."

Aku bergeming. Otak ku masih kesulitan mencerna kata per kata yang baru saja keluar dari mulut Suamiku. Suamiku yang tak pernah banyak bicara kecuali tentang bisnis dan musik.

"Bicaralah, Sayang. Aku ingin mendengar suaramu." Aku menyukai sensasi aneh yang datang tiap kali Suamiku memanggil ku dengan sebutan itu. Namun logika ku masih terus menyuarakan rasa tidak aman serta kebimbangan atas apa yang terjadi sekarang ini.

"Mas, apa maksud semua ini? Apa maksudnya kata kata yang kamu ucapkan tadi?"

Lengannya lantas menarik tubuh ku mendekat, sehingga tubuhku kian rapat dengan tubuhnya yang jelas jauh lebih besar.

"Tidakkah kamu mengerti, Sayang? Aku menginginkan kamu. Aku ingin kita terus bersama, memulai kembali cerita rusak yang berjalan karena bodoh dan tidak berdaya-nya diriku. Maukah kamu memberikan kita kesempatan?"

Aku mengernyitkan dahi ku dalam rangkulan-nya. Sungguh, aku kebingungan atas permintaan nya. Seolah yang hadir dihadapan ku saat ini bukan pria yang sama yang mengingkari janji suci pernikahan kami. Bukan pula lelaki yang meninggalkan aku demi seorang perempuan muda dalam waktu lagi.

"Kamu tidak mungkin mencintai aku, Mas. Kamu tidak pernah mencintai aku. Kalau kamu mengatakan hal tersebut hanya agar kita tidak berpisah, maka aku tidak akan menerima."

Aku lantas berdiri dari sofa tempat kami duduk, dan mulai melangkah menuju satu kamar tamu. Namun, sebelum aku pergi aku sempat kan untuk mengingat kan dirinya perihal Surat Permohonan Cerai yang butuh tanda tangannya.

"Jangan lupa tanda tanganmu, Mas. Tolong di isi. Berkas itu akan aku serahkan besok."

Aku tinggalkan tubuhnya yang terdiam kaku di sofa ruang tamu kami. Perbuatan ku kali ini aku sadari tidaklah mencerminkan sikap seorang istri yang baik. Namun kali ini, aku tidak ingin jatuh dalam harapan yang dibesarkan oleh Suamiku. Suamiku yang malang yang pada kehidupan ini belum menyesap cinta.

KALOPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang