Anugrah Terindah

376 21 2
                                    

Mungkin, untuk sebagian orang aku hanya makhluk kecil yang bisa di bilang kurang dari berbagai aspek. Kurang rajin, kurang belajar, kurang ajar sih nggak, kurang cantik juga nggak, tapi trrgantung yang menilai, kurang feminim dan yang lain-lain.

Kalau soal belajar aku sih paling malas, lebih baik nonton, main game, atau ngelakuin hal yang nggak jelas.

Aku emang beda dengan cewe-cewe lainnya, yang sejurusan denganku. Mereka nggak bosan-bosannya belajar, atau ngerjain LKS atau buku detik-detik UN. Bagi mereka belajar adalah segalanya. Namun bagiku kalau belajar hanya seperlunya saja, itu pun kalau mau ujian di tambah dengan mood yang baik. Kalau nggak ya udah, apa adanya buat ujian. Cuman modal apa yang di terangan guru itu pun sambil dengar musik.

Mungkin kalian bakal mikir, hidup aku sia-sia banget. Ya mau gimana lagi. Bukannya aku kekurangan motivasi, tapi nggak punya motivasi. Mungkin kedengarannya aneh. Namun, realitanya berkata demikian.

Dulu sih aku ada semangat buat belajar, tapi gara-gara cowo. Eits, bukan karna aku naksir melainkan ingin balas dendam. habis aku kesal banget, bayangin aja aku nanya malah di kacangin. Sakitnya tu disini *nunjuk dengkul.

pada dahulu kala, handeh lebay banget. Ok aku serius. Semua kebencianku muncul ketika pelajaran kimia. Dulu sih kelas 1 aku suka banget dengan kimia. Semenjak ogah-ogahan dengan jurusan yang aku dapat. Ya udah aku kurang peduli lagi. Habis nggak sesuai dengan jurusan yang aku inginkan.

Awalnya sih latihan di lks cuman buat siapa yang mau ngerjain, soalnya ibuknya izin buat apa gitu. Aku lupa. Eh, udah 1 jam kemudian gurunya balik dan bilang tugas yang di lks di kumpul. Teman-teman sih udah pada ngumpul, cuman beberapa siswa yang belum ngumpulin. Yang tinggal cuman bintang-bintang kelas yang males ngerjain tugas. Termasuk aku juga salah satu kandidatnya.

"Waktunya tinggal 10 menit lagi... kalau nggak di kumpul juga tidak bakal saya terima dan ini akan di jadikan nilai quis. Ucap guru kimia itu, yang biasa di sapa dengan panggilan Umi. Aku aja heran kenapa bisa di panggil Umi. Habis ngak ada tampang jilbaber atau yang lebis islami gitu.

Seketika mendengar 10 menit dan itu bakal di jadiin nilai quis, seketika rasanya mau pingsan. Habis, aku cuman ngerjain 3 dari 10 soal. Oh Tuhan, cobaan apalagi ini.

Dengan segenap jiwa raga aku mengerjakan soal kimia dengan sisa waktu yang tersedia. Semuanya nggak sia-sia, tapi ada 2 no lagi yang belum selesai. Susah beugh kaka (kata anak alay).

Karna di kelas ada yang jago kimia, nggak salah dong kalau aku nanya sama dia, atau mintak tunjukin caranya. Mana tau ketularan pintarnya dia. Aku mulai menggeserkan kursi ke sebelah kiri, karna meja kami bersebelahan. Boro-boro kelar, mau nunjukin aja ngak. Aku nanya, caranya gimana ya? Anggap saja nama Parjo. Lah dia cuman jawab gini "Ya gitu, ntar tinggal masukin rumus". Seketika rasanya aku pengen cekik dia atas jawabannya yang dia lontarkan, tapi sayang aku takut dosa sama takut masuk penjara. Kan lucu, kalau di terbitkan di koran "Seorang siswi tega mencekik temannya sendiri karna temannya tidak mau menunjukkan tugas kimia". Ntar yang ada image sebagai anak baik dan polos aku luntur.

Kalau seandainya dia bilang pakai rumus yang mananya sih, aku terima. Lah ini, lagi ngomong aja dia nggak lirik aku. Kurang cantik apalagi aku, Kirito tokoh anime SAO aja ke sem-sem sama aku, apalagi dia. Ngarep.

Dengan semua emosi yang tertahan, aku langsung menarik kursi dengan kasar ketempat yang semestinya. Oh Tuhan, aku harus bagaimana? Aku nggak mau ngumpulin kalau masih ada jawaban yang masih kosong, tapi apalah daya aku sendiri nggak mampu menjawabnya.

Dengan berat hati, dan telah menimbang keputusan selama 69 abad. Eh, maksudnya 69 detik. Aku mulai menjejalkan kaki di atas ubin yang bisa di lalu murid-murid kalau mau kemeja guru, atau kemanapun. Kemanapunnya dalam artian kutip dua.

Saat mengayunkan kaki menuju ke meja guru, rasanya tu berat banget buat melangkah. Antara pasrah tapi nggak rela. selama di perjalanan menuju kedepan, ntah beberapa kali aku berdoa semoga ada superhero yang bisa menyelamatkan aku.

Entah berapa langkah, anggap aja 4 langkah dari meja guru. "Kamu mau ngumpulin Ra?" Tegur Umi, saat menatapku wajahku yang gundah gundala ini. Engat ini anugrah atau apapun lah, aku melihat cowo yang tidak asing lagi perawakannga bagiku. Cowo yang di palut dengan baju sekolah warna putih dan celana abu-abu, dan berkacamata itu lewat di koridor depan kelas. Seketika rasanya pengen menjerit. Mungkin ini jawaban atas doa-doaku tadi. Secepat kilat aku melesat keluar.

"Umi, Ara izin toilet ya. Bentar aja, udah kebelet banget Mi". Rintihku dengan memasang tampang merintih menahan kebelet.

"Lah, itu LKS nya mau di bawa kemana? Ngapain ikut di bawa keluar segala Ra?".
Semoga, aja wanita yang biasa di sapa Umi itu mengerti. Karna sebelumnya kejadian seperti ini pernah terjadi, kira-kira satu tahun yang silam. Tapi, waktu itu untung saja Uminya mau ngerti dengan penjelasan yang aku lontarkan. Kalau tidak bisa bahaya, bisa-bisa gara itu nilai kimia ku bisa terancam.

Sampai di koridor kelas aku langsung mencari sosok laki-laki itu, biasanya dia di panggil Rifki.

"Rifki, tunggu". Teriakku yang mencapai 3 oktaf

"Apa Ra?". Tanyanya

Aku langsung berlari mendekati tubuhnya yang kurus. Ya sebelas dua belas dengan tiang listrik, kurus dan tinggi.

"Bisa bantuin nyelesain dua nomor lagi nggak Ki, dah dari tapi aku coba nggak bisa-bisa". Aku mulai menyondorkan LKS dan pensil plus kalkulator handphone.

"Jadi, kamu memanggilku hanya buat bantuin kamu mengerjakan tugas kimia. Kirain penting, kayak mau ngasih coklat atau apa gitu. Lah taunya.... " beberapa kali dia menggelengkan kepala dan berdecik. Tapi dia sudah tidak heran lagi dengan tingkahku yang seperti ini. Malah udah hafal banget

"Hehehe. Ntar aku beliin coklat, tapi kerjain dulu tugas kimia. Ingat, harus betul". Ocehanku. Dia sudah tidak menghiraukan celotehanku. Dalam hitungan detik saja dia sudah terfokus, dan mulai mengerjakan satu persatu.

"Ini Ra, dah selesai. Jangan lupa coklatnya aku tunggu pas jam istirahat..."Ucapnya sambil meberikan menyunggingkan sebuah senyum di sudut bibirnya dan mulai berjalan menjauhi sosok yang mematung.

Dan kalian tau, itu senyumnya yang paling manis kalau senyum. Jadi nggak heran banyak cewek yang ngantri buat dapatin dia. Berbagai cara pun dilakukannya. Tapi sayang, Rifki nggak pernah melirik mereka. Malah menatap hiba dengan tingkah mereka. Rifki emang tipikal (sorry aku nggak tau tulisannya gimana) cuek dan sedikit kaku. Apalagi dengan orang-orang yang bisa di anggap asing. Dulu sih dia seperti itu, tapi lama kelamaan udah nggak lagi. Malah kami akrab banget. Tau-taunya sikap aslinya juga heboh banget, gokil dan lucu.

Entah beberapa lama aku terdiam disini, terpaku karna kagum melihat Rifki yang bisa ngerjain tugas kimia yang aku anggap sulit tingkat dewa itu dalam hitungan satu setengah detik. Punggungnya lama kelamaan sudah mengecil, dan aku mulai kembali ke kelas dengan senyum kemenangan yang terumbar di wajahku.

"OH MY GOD, aku lupa kan waktunya tinggal beberapa menit lagi, mungkin saja malah detik". Batinku.

Aku mulai berlari-larian menuju ruangan kelas. Dan untung saja gurunya masih menerimanya.

Dan soal aku ke Toilet, uminya sih mempertanyakan gitu. Tapi, berkat kemampuan acting dan alibiku yang cukup kuat, akhirnya gurunya percaya. Enggak sia-sia aku menjadi anak Teather( benar nggak sih tulisannya) kalau berdalih kayak gitu aku nggak bisa.

---------------------------------------------------------------------

Dan soal cowo itu, ntar di part berikutnya aku lanjutin. Udah capek ngetik

Jangan lupa vote and komentarnya, serta kritik dan sarannya. Soalnya masih butuh saran dan kritik

Catatan Colongan Milik AraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang