Prolog

468 41 0
                                    

Tariq mengetuk meja kayu ek–meja kerjanya dengan jari telunjuk. Kepalanya berpangku tangan. Wajahnya terlihat sangat bosan. Benar-benar bosan. Wajah tampannya tetap saja terlihat tampan walau terlihat bosan. Tariq menghela napas panjang kemudian menegakkan tubuhnya. Lagi menghela napas panjang kali ini sampai mengeluarkan suara. Mencuri perhatian asistennya–Azam.

"Sampai kapan aku harus terus menunggu disini?" Tariq bertanya dengan nada ketus. "Zam!" teriaknya penuh penekanan. Dia sudah bosan.

"Sebentar Pangeran ... Yang Mulia Raja belum mengizinkan Anda keluar dari ruang kerja."

"Memangnya ada apa di luar?!" Tariq berdiri dari kursinya mendekati Azam yang duduk di sofa sibuk dengan laptop. Dia berdiri di sisi Azam dan melihat apa yang sebenarnya dilakukan Azam. "Azam ... Pelamar asisten Putra Mahkota masih banyak. Apa kau ingin kehilangan pekerjaanmu?!"

"Tidak, Pangeran." Azam berdiri lalu menutup layar laptopnya. "Saya diminta terus memantau CCTV kerajaan oleh Yang Mulia Raja."

"Sebenarnya apa yang terjadi?! KATAKAN PADAKU! AKU BISA GILA JIKA TERUS DI KANTOR!"

"Putri Daishi dari Kerajaan Maraham sudah memasuki pintu gerbang utama kerajaan Qattare."

"Itu lagi!" tekan Tariq berbalik frustasi.

Berkali kali dia sudah mengatakan kepada Ayahnya untuk berhenti mengatur pernikahan politik. Tariq tetap akan menolak dan tidak mau menikah kecuali dengan perempuan yang dia cintai.

"Baiklah. Aku tidak akan keluar dari kantorku. Bahkan saat Raja mengizinkan aku keluar."

"Pangeran...." Azam mengikuti langkah Tariq yang kembali duduk dibalik meja. "Jangan seperti ini, Pangeran."

"Lalu apa?! Aku sudah menuruti Raja untuk tidak keluar."

"Tapi Anda bilang tidak mau keluar bahkan saat Raja meminta Anda keluar."

"Karena aku tidak mau keluar."

"Pangeran...." melas Azam.

"Tidak mau. Aku tidak mau pernikahan politik. Aku tidak mau dijodohkan. Aku tidak mau menikah dengan Putri Daishi atau siapa dari kerajaan apa. Aku ingin menikah dengan perempuan pilihanku," tekan Tariq pada Azam sambil menunjuk wajah asistennya itu. "Katakan itu pada Ayah! Pergilah! Aku tidak mau diganggu. Datang kemari lagi saat acara di luar sudah selesai!"

Azam menahan napas. Kesalahannya karena sudah membocorkan acara makan malam ini. Dia benar-benar sial!

"Pangeran Tariq ... Putra Mahkota."

"Jangan panggil aku seperti itu! Aku muak! Pergi sana! Atau besok jangan datang ke sini lagi!"

"Pangeran...."

Mata Tariq mendelik menatap Azam. "Pergi!"

Mau tidak mau Azam menuruti. Dia pergi.

***

The KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang