01

227 16 0
                                    

Happy Reading

Kelopak mata seputih susu itu terbuka menampakkan netra velvet bluenya yang begitu indah. Navarro Adzriel Grayson, nama si pemilik netra indah itu. Tangan kurusnya mengusap-usap matanya seraya mulut kecilnya menguap. Remaja bertubuh mungil itu perlahan mencoba untuk bergerak dan bangkit dari dinginnya lantai. Ia mengambil sebuah novel yang semalam dibaca. Rupanya remaja lelaki itu tertidur di lantai perpustakaan yang ada di rumahnya karena terlalu asik membaca.

Navarro Adzriel Grayson, bungsu dari tiga bersaudara yang saat ini berumur 16 tahun. Remaja yang terlahir istimewa itu memiliki hobi membaca novel dan bermain alat musik. Hari-harinya ia habiskan untuk membaca buku di perpustakaan atau bermain musik di ruang musik. Nava, begitulah panggilan orang-orang di sekitarnya. Nava hidup serba kecukupan, ayahnya, Anggara Grayson merupakan seorang pengusaha kaya yang bisnisnya merambah hingga ke mancanegara.

Meski bergelimangan harta, hidup Nava tak seberuntung itu. Kehilangan sosok malaikat yang telah melahirkannya, bahkan disaat ia sendiri belum mengetahui bagaimana rupa ayunya, bagaimana suara dan tatapan teduhnya, dan bagaimana pelukan hangatnya. Nava bahkan baru mengetahui bagaimana rupa bundanya setelah ia berumur 10 tahun, itupun ia lihat dari foto yang berada di kamar abang sulungnya tanpa sengaja.

Terlahir dengan keadaan berbeda dari anak-anak yang lain, membuat Nava seringkali kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain. Di dalam mansion, remaja itu lebih sering berinteraksi dengan para pekerja dan juga Bi Siti, pengasuh Nava sekaligus kepala maid di mansion Grayson. Jika bertanya kemana keluarganya, maka jawabannya adalah sibuk. Anggara, ayah Nava adalah sosok yang workaholic. Semenjak kepergian Elena, istri sekaligus ibu dari ketiga anaknya, pria paruh baya itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bekerja. Ia akan pergi berbulan-bulan untuk perjalanan bisnis lalu kembali ke mansion hanya beberapa hari. Terlalu larut dalam kesedihan, pria itu seakan lupa bahwa ada sosok kecil yang ditinggalkan oleh istrinya untuk ia kasihi dan sayangi.

Kedua kakak Nava pun sama sibuknya. Kakak sulungnya, Cavano Dzafri Grayson adalah sosok yang cuek, ia jarang berinteraksi dengan keluarganya, maka tak heran jika ia kurang memperhatikan adik bungsunya, ditambah saat ini ia telah lulus dari kuliahnya, membuat pemuda itu bertambah sibuk seiring dengan pekerjaannya membantu sang ayah. Kakak kedua Nava, Rafanza Putra Grayson adalah mahasiswa jurusan arsitektur yang disibukkan dengan bisnis cafe, kuliah, serta organisasi di kampusnya, membuat pemuda itu tidak memiliki banyak waktu di mansion. Rafa bahkan lebih memilih untuk tinggal di apartement yang dekat dengan kampusnya. Rafa juga jarang berinteraksi dengan Nava, karena setelah ibunya meninggal ia tinggal bersama sang opa di luar negeri. Saat lulus SMA, opanya meninggal sehingga Rafa memutuskan untuk kembali dan kuliah di Indonesia.

Navarro adalah anak yang periang, namun sering kesepian. Remaja itu selalu berharap bisa berkumpul dengan keluarganya, namun entah kapan hal itu akan terjadi mengingat keluarganya yang begitu sibuk. Nava hanya berharap suatu saat nanti ia bisa merasakan pelukan ayah dan abang-abangnya, walaupun itu hanya sekali dalam seumur hidupnya.

***

Saat ini Nava telah berada di kamarnya, remaja itu tengah bersiap-siap untuk bersekolah. Hari ini adalah hari ke-4 ia bersekolah, setelah 3 hari yang lalu remaja itu mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah. Ya, mulai saat ini remaja mungil itu akan bersekolah di sekolah umum. Semenjak kecil ia melakukan homeschooling dengan guru terbaik yang dipilih ayahnya. Meskipun ayahnya adalah orang yang sibuk dan jarang memperhatikannya, namun pria itu tetap bertanggung jawab atas kebutuhan material anak bungsunya.

Awalnya Nava cukup ragu untuk masuk ke sekolah umum, namun mengingat dirinya yang ingin hidup seperti anak seusianya, remaja itu kemudian memberanikan diri untuk meminta izin kepada sang ayah. Anggara awalnya tidak setuju jika anak bungsunya masuk ke sekolah umum karena ia menganggap hal itu akan menyulitkan dirinya. Selama ini Anggara hanya dikenal sebagai seorang duda dengan 2 anak, tidak ada yang tahu jika Anggara memiliki anak bungsu kecuali keluarga dan para pekerja di mansion Grayson. Orang-orang menganggap bahwa Elena meninggal bersama dengan anak bungsu mereka.

Nava sedih kala mendengar perkataan ayahnya saat ia meminta izin, ia merasa bahwa ayahnya tidak mengharapkan kehadiran dirinya. Namun dengan segenap ketegaran yang ia miliki, ia mengatakan kepada sang ayah bahwa ia akan bersekolah tanpa menyandang marga Grayson di belakangnya. Anggara pun setuju, pria itu bahkan menyembunyikan identitas Navarro.

***

Tok...tok...tok...

Suara ketukan di pintu kamarnya mengalihkan perhatian Nava yang tengah memakai ikat pinggang. Remaja itu berjalan ke arah pintu dan membukanya. Nampaklah seorang wanita yang sudah berumur dengan tubuh yang cukup gempal.

"Den Nava udah siap belum? kalau udah ayo ke bawah sarapan dulu!" ucap wanita itu yang tak lain adalah Bi Siti, pengasuh Nava sedari kecil. Mata Nava memicing saat Bi Siti berbicara.

'Bibi bicara apa? Nava enggak dengar Bi' balas Nava dengan gerakan-gerakan di tangannya. Bi Siti melihat ke arah telinga Nava, tidak ada benda di sana, Bi Siti menepuk pelan keningnya.

"Den Nava udah siap belum? kalau sudah ayo ke bawah sarapan dulu!" Bi Siti mengulang perkataannya disertai bahasa isyarat.

Nava mengangguk mengerti, 'Sebentar lagi Bi, setelah ini Nava turun kok', balas Nava dengan bahasa isyaratnya.

"Yaudah kalau gitu, Bibi ke bawah dulu," jawab Bi Siti. Nava mengangguk kemudian ia kembali ke dalam kamarnya. Remaja itu mengambil alat bantu dengar atau Hearing Aid kemudian memasangnya di telinga sebelah kanan. Nava sebenarnya sering risih saat memakai hearing aid tersebut, namun jika ia tidak memakai maka ia tidak bisa mendengar. Nava terlahir dengan keadaan tuli, hal ini menyebabkan Nava mengalami keterlambatan berbicara. Saat bicara, Nava akan terlihat seperti seorang balita yang tengah belajar berbicara. Namun tak apa, Nava selalu bersyukur dengan keadaannya saat ini karena ia masih bisa berjalan dan melihat dengan normal.

***

Setelah bersiap, Nava segera turun ke bawah. Sesampainya di meja makan ia segera menyantap sarapan yang telah dibuatkan oleh maid. Keadaan mansion cukup sepi, hanya ada maid dan para bodyguard. Jangan berharap keluarga Nava akan berkumpul karena hal itu adalah hal yang cukup mustahil. Selesai sarapan, Nava berpamitan kepada para maid dan bodyguard untuk berangkat sekolah. Para pekerja di sana sangat menyukai sikap Nava.

Kaki mungil Nava melangkah keluar menuju garasi. Remaja itu mengambil sebuah sepeda. Sejak awal masuk ke sekolah, remaja itu lebih memilih untuk menggunakan sepeda karena ia tidak ingin orang luar tahu identitasnya. Nava adalah remaja yang tidak pernah keluar rumah kecuali jika ia ingin menemani Bi Siti berbelanja sehingga remaja itu kurang mengenal jalanan di sekitarnya. Dengan berbekal maps di ponselnya, untuk pertama kalinya Nava keluar dari pekarangan rumah sendirian dan berangkat ke sekolah, beruntung ia anak yang pandai sehingga tidak tersesat di jalan. Nava adalah anak yang memiliki daya ingat sangat baik sehingga ia bisa dengan cepat mengingat rute menuju sekolahnya.

Beberapa menit kemudian, Nava sampai di sebuah sekolah swasta dengan gerbang yang sangat tinggi, gedung sekolahnya pun terlihat sangat megah. Grayson's High School, sekolah milik ayahnya yang kini ia tempati sebagai tempat menimba ilmu. Namun, seperti perkataan Nava sebelumnya, bahwa di sini Nava dikenal sebagai siswa biasa, ia tidak menyandang nama Grayson di belakangnya.

Nava mengayuh sepedanya menuju parkiran khusus sepeda. Ia sedikit memperbaiki penampilannya agar lebih rapi.

Pukk..

Bahunya ditepuk pelan dari belakang membuat Nava menoleh. Ia mendapati seorang remaja lelaki yang lebih tinggi darinya tengah berdiri dengan tas di pundak kanannya.

"..A..Gaa" panggil Nava dengan terbata. Remaja yang dipanggil Nava tadi tersenyum. Dia adalah Sagara Evander Adibaskara, teman pertama Nava semenjak MPLS. Nava beruntung karena bertemu dengan Saga karena remaja itu banyak membantunya saat MPLS. Nava kira ia tidak akan dapat teman mengingat keadaan dirinya yang tidak sempurna, namun ternyata Saga dan teman-teman sekelasnya sangat baik sehingga Nava tidak perlu khawatir untuk ke depannya.

"Masuk Yuk!" ajak Saga. Nava mengangguk. Mereka berjalan menuju kelas mereka, 10 MIPA 1.

Brukk..

Tubuh kecil Nava terjatuh saat tak sengaja menyenggol sesuatu yang keras.

To Be Continue

Selamat datang di karya abstrak saya yang kedua😁
Jan lupa votment kalau suka 


Rinai SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang