Hinata sudah sangat terengah-engah. Ia benar-benar dibuat berjalan kaki dalam jarak tempuh sangat jauh. Betisnya terasa begitu kram, namun, Hinata tidak bisa berhenti karena mereka masih berada di area yang rawan dan bisa saja ditemukan oleh prajurit musuh.
Onode juga telah terlihat kehabisan kekuatan. Mereka terpaksa melewati jalur yang tiga kali lipat lebih jauh dari jalur utama untuk mencari jalan yang aman. Areanya cukup terjal dan sulit dilewati. Hinata sampai meringis berkali-kali saat harus dihadapkan dengan setapak sulit dan rumit.
"Tuan Putri baik-baik saja?"
Suara tua Onode membuat Hinata mendongak. Gaun indahnya telah sedikit koyak karena tertarik ranting tajam. Ia juga tampak kotor dan berkeringat sangat banyak.
"Ya. Aku--agh!"
Sayang, Hinata tidak bisa menahannya lagi. Sepatu yang telah rusak, membuat ia mendapatkan satu luka kecil pada jemari kaki.
"Kita harus beristirahat," Onode melirik sekeliling. Di ujung pandangan tuanya, terlihat aliran sungai bersih dan jernih. Air ini mengalir ke pedesaan-pedesaan kecil di area Mizuland. Mungkin cukup berisiko bila mereka harus mendekat ke lokasi aliran air karena akan berpontensi tertangkap musuh, namun, melihat keadaan Hinata yang sudah sangat memperihatikan, Onode terpaksa harus melakukannya.
"Putri, mari kita mengambil minum di sana. Ada aliran sungai bersih yang bisa Putri minum."
Seperti mendapatkan harta besar, Hinata berminar. Ia memang sudah merasa sangat kehausan sejak tadi. Bila terus bergerak dalam keadaan kering seperti ini, Hinata tidak yakin seberapa jauh ia bisa bertahan.
Maka, dengan sedikit tertatih, berkata bantuan Onode, mereka bisa tiba di tempat. Hinata belum pernah sekalipun menikmati air dari alam secara langsung seperti ini. Tetapi, ketika Onode menawarkan, Hinata tidak ingin berpikir panjang untuk segera menyapunya dengan kedua tangan yang telah dicuci sebelumnya, lalu meneguk dengan segera.
Hinata tidak mampu menahan air mata. Ia menangis karena rasa takut yang membelenggu perasaannya. Hinata tidak pernah berharap akan menghadapi keadaan menyeramkan seperti ini, walau mungkin, peperangan antar kerajaan bukanlah hal baru di telinganya.
"Tuan Putri sudah merasa lebih baik?"
Sembari mengusap pipinya agar tidak nampak bila ia baru saja menangis, Hinata mengangguk pelan.
"Iya--"
"Aku mendengar suara seseorang di sana!"
Jantung Hinata seketika terpacu begitu cepat. Serupa dengan hal tersebut, Onode juga telah mengedarkan pandangan untuk mencari tempat terbaik agar mereka dapat bersembunyi.
Mereka tidak tahu apakah suara itu memang berasal dari para prajurit Evire atau hanya penduduk biasa, namun, ada baiknya agar mereka lekas bersembunyi.
Sebuah lubang dengan semak belukar di bawah satu pohon besar -- segera dijadikan tujuan utama. Onode membawa Hinata agar dapat melindungi diri di sana. Beruntung, hari sudah malam. Sehingga keberadaan mereka dapat tersamarkan di antara rerumputan dan ranting.
Onide meminta agar Hinata membungkus dirinya menggunakan jubah coklat supaya menutupi gaun dengan warna mencolok yang ia kenakan.
"Aku mendengar suara di sekitar sini."
Hinata menunduk. Empat kaki dengan sepatu besar sedang melintas di area tempat mereka bersembunyi. Ini adalah seragam dari para prajurit musuh.
"Jika mereka adalah orang-orang dari Otsutsuki, akan langsung kutebas kepalanya."
Mata Hinata langsung berkaca-kaca. Rasa takutnya menjadi berkali lipat hingga ia mulai gemetar.
Onode memberi ia kode agar tetap diam. Maka, Hinata segera menutup mulut dengan kedua tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound - NaruHina [ M ] ✔
Fiksi PenggemarNamikaze Naruto hanya merasa jengah. Itu sebabnya, ia memutuskan untuk melarikan diri dari istana, bersama sang pengawal, Uchiha Sasuke. Dalam perjalanan untuk menenangkan pikiran, ia dipertemukan dengan seorang wanita memprihatikan, Hyuga Hinata, y...