Where All Things Starts To Collide

878 87 12
                                    

author's note: untuk pembaca baru, sangat disarankan untuk membaca cerita pendek dari ketiga POV terlebih dahulu. list-nya ada di reading list "cupid's mistake", ya. Selamat membaca <3

warning: mention of suicide

Bag. I: Where All Things Starts To Collide
Song: Thank You by Dido

To: gwafawibisana@gmail.com
From: althakarenina@gmail.com
Subject: Salam kenal, Kak Gandhi

Halo, Kak Gandhi. Kenalin nama aku Altha, Ilkom juga tapi dua tahun di bawah Kakak. Aku dapet email Kakak dari Kak Edo temen kelas Kakak. Maaf ganggu, aku cuma mau bilang terima kasih udah bantuin aku tadi. Kalau nggak ada Kak Gandhi, mungkin aku sekarang udah di dalem tanah kali, ya wkwk. Itu aja sih, Kak, sekali lagi terima kasih, ya. Oh, iya, aku dapet voucher naspad dari ibu kantin, beli satu gratis satu, yang 10 ribuan sih, tapi kalau Kakak tertarik bisa bales email ini, ya.

With love,
Altha K.

Saya semakin mendatarkan wajah membaca dua baris terakhir isi email tersebut. Terdiam sejenak, saya kemudian menoleh ke kiri, di mana Altha duduk bersila menghadap saya. Satu lututnya ditumpukan ke atas paha saya, sementara tangannya sejak tadi mengalungi tangan kiri saya dengan erat.

Saat ini kami sedang bersantai di sofa ruang tengah. Setelah makan malam dan bingung mau melakukan apa, akhirnya saya dengan kesadaran penuh mau membaca email yang pernah Altha kirim ke mantannya. Namun, sepertinya ini pilihan yang buruk sebab sejak saya membaca nama penerima, kepala saya sontak pusing, terlebih melihat Altha yang memasang wajah penasaran.

Kedua matanya yang mengerjap lucu itupun tidak membuat perasaan gondok yang saya rasakan menghilang. Saya lalu memalingkan wajah yang semakin masam ini dan berdecih melihat layar laptop masih memperlihatkan isi email Altha yang ditujukan untuk Gandhi tersebut.

Pernikahan kami sudah lewat lebih dari dua minggu yang lalu, buku nikah pun sudah ada di tangan saya, bahkan orangnya pun duduk manis di samping saya. Namun, kalau sudah berbicara soal mantan pacar empat tahunnya yang juga merupakan teman saya sendiri itu memang sering kali membuat mood saya jadi buruk.

Saya kontan memutar bola mata malas ketika teringat isi email tadi. "Kilii Kikik tirtirik bisi bilis imiil ini, yi. With liv—"

"Mas ih, jelek banget." Altha sontak menutup mulut saya dengan tangan kirinya. Istri saya ini sampai mendempet hampir duduk di atas pangkuan hanya untuk membungkam ocehan saya ini. Saya refleks menaruh tangan kiri di pinggang Altha saat dia bangkit menyangga tubuhnya dengan kedua lutut. "Itu tuh udah template email-nya. Lagian, siapa tadi yang yakin banget nggak bakal cemburu?"

Mendengar itu, tangan saya sontak bergerak melepas bungkaman Altha yang tentu saja ditahannya. Saya kemudian meyakinkannya dengan tatapan sampai akhirnya dia mau menjauhkan tangannya yang langsung saya tarik agar dia bisa duduk di atas pangkuan paha kiri saya.

"Kirain nggak bakal semanis itu," gerutu saya semakin merapatkan tubuhnya, mendekat ke tubuh saya. "Terus si itu bales gimana? Atau jangan-jangan malah nggak bales?"

"Dibales, kalo nggak, Altha nggak mungkin lah pacaran sama dia, orang dia nembaknya pas ketemu di nasi padang itu."

"What the hell?!"

Where Cupid Kissed HerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang