Chapter 3

6.9K 709 30
                                    

Jam hampir menunjukkan pukul 8 malam ketika sepasang kembar Tirian itu sampai ke kastilnya. Memakan waktu selama 1 jam lebih dengan bantuan Riana dalam perjalanan mereka.

"Kau duluan." Sungut yang lebih muda memerintahkan sang kembaran yang lebih tua sedikit darinya.

"Dasar durhaka, ini semua salah mu. Kalau bukan karena acara 'pernguntitan' mu itu kita tidak akan berada dalam situasi yang seperti ini." Sindir Renjun sembari menatap sinis ke arah Jeno yang memandang sungut dirinya ketika Renjun menekan kan satu kata yang begitu menohoknya.

"Jika kita di hukum sama kak Kayin maka aku tidak akan mau membantu mu lagi." Ancam Renjun sembari membuka pintu yang terdapat di belakang kastil.

Ya, sepasang kembar Tirian itu kini sedang mengendap-ngendap melewati pintu belakang kastil, percobaan ini mereka lakukan agar bisa menghindari presensi sang kakak tertua yang pasti sedang murka menunggu kedatangan mereka.

Beberapa beta yang menjaga belakang kastil tentu sudah tidak asing lagi dengan tindakan sepasang kembar Tirian tersebut. Berbekal sogokan kepingan emas yang diterima oleh penjaga itupun membuat mereka bungkam, berpura-pura tak tahu dan memilih acuh.

Namun secerdik apapun si kembar Tirian menghindar nyata nya mereka memang tak bisa melawan keberuntungan yang ada.

Saat akan membuka pintu belakang kastil, sesosok gadis bersurai pirang berdiri di tengah lorong sembari membawa sebilah rotan. Karina, sang sulung Tirian, penerus pack dari kastil Marqus berdiri dengan sorot tajam menatap Renjun dan Jeno yang terdiam mematung.

"Ka—kak?"








¤¤¤








Ruangan belajar kastil yang di desain dengan mewah itu kini terasa suram akibat aura yang di pancarkan salah satu keturunan Tirian.

Sejak menangkap basah sang adik kembar nya, Karina memilih bungkam tak berbicara sepatah katapun yang membuat suasana terasa begitu mencekam, Renjun dan Jeno yang menyadari keterdiaman kakak mereka pun tak berani melihat wajah gadis yang menatap seakan ingin membolongi kepala mereka.

Meski seorang perempuan, Karina adalah kakak tertua mereka, selain karena dia adalah seorang Alpha yang otomatis akan mewarisi suksesor sang Alpha Tirian, dia adalah perempuan yang sangat mereka segani. Jika Renjun dan Jeno boleh memilih, mereka lebih baik di hukum oleh Ibu mereka —Sang Luna— daripada harus berhadapan dengan Karina.

"Ingin menjelaskan sesuatu?" Kalimat pertama pun terlontar dari birai Karina membuat sepasang kembar itu pun mulai memberanikan diri untuk mengangkat kepala.

"Ma—maaf." Cicit kembar Tirian serentak.

"Bukan itu yang ingin aku dengar dari kalian."

Menyadari nada bicara sang kakak yang mulai meninggi, Jeno memberanikan diri untuk menjelaskan, "Kakak boleh menghukum ku tapi jangan menghukum kak Renjun, dia tidak salah."

"Pardon?"

"Aku lalai dan melupakan perintah kakak untuk berkumpul malam ini disini, karena mengikuti ku yang asik bermain, Renjun juga jadi terlambat karena nya."

Amarah Karina mulai melunak, aura nya yang terpancar mencekam tadi mulai meluruh. Netra nya kini memandang teduh sepasang adik kembar nya yang baru saja berusia 18 tahun.

"Kemana kau pergi Jeno? Di luar sangat berbahaya, bagaimana jika suatu marabahaya terjadi pada mu?"

Sadar bahwa perkataan kakak nya mulai melunak, Jeno pun menjelaskan lagi, "Aku hanya ingin mengeksplor saja kak, jika akademi sudah di mulai maka aku akan sulit untuk keluar."

"Aku tahu tapi diluar sangat bahaya, bagaimana jika kau bertemu dengan Rogue atau beberapa musuh di luar sana?"

"Ma—maafkan aku kak, aku berjanji tidak akan mengulangi nya lagi." Dengan perasaan bersalah Jeno menatap netra kakak nya yang menunjukkan kekhawatiran.

"Kau tahu kenapa aku begitu khawatir pada mu Jeno, terlebih bila Renjun jauh dari mu. Kau mengerti kan?"

Anggukan pelan menjadi jawaban Jeno ketika tak sanggup lagi berkata-kata.

"Kemarilah."

Kedua kembar Tirian itu mendekat ke arah Karina. Masing-masing tangan gadis itu mengusap surai kedua adik nya dengan sayang.

"Kalian sangat nakal!" Usapan Karina di akhiri dengan kekehan gadis tersebut membuat Renjun dan Jeno kini membuat jarak.

"Duduklah. Hari ini kakak akan menunjukkan kalian tentang sesuatu yang pasti belum kalian pernah dengar sebelumnya."

Karina berdiri sejenak dari tempat duduk nya guna mengambil sebuah buku usang yang terletak di dalam rak khusus yang memang hanya bisa di akses oleh keluarga bangsawan Tirian.

Sebuah buku yang terbungkus dengan lapisan kulit kayu itu pun terletak di atas meja, buku tersebut berhiaskan ukiran emas yang di pahat dengan mendetail oleh sang perancang, tebal nya yang berbeda dengan buku kebanyakan membuat ia tampak mencolok, khas buku kuno yang telah ada sejak puluhan tahun lama nya.

"Thierry."

Jeno mengeja beberapa huruf yang tertera di sampul buku itu, Renjun yang ada disamping pun turut melihat tanpa berkata banyak.

"Benar, kita akan mempelajari apa yang ada di buku ini."

Karina mulai membuka buku tersebut sembari menunjukkan beberapa gambar yang tersedia ke arah adik kembar nya.

"Sang legenda, Enigma."

Sebuah lukisan bergambarkan serigala berbadan tegap terlukis apik di dalam kertas usang tersebut, dengan bulu yang tebal berwarna abu gelap yang mendominasi dengan beberapa helai bulu berwarna hitam dan putih yang turut menghiasi.

Tatapan serigala itu terlihat tajam, dari gambar tersebut terlukis netra nya yang berwarna merah gelap dengan cahaya kebiruan gelap di sekeliling tatapan mengintimidasi nya, sebuah bulan sabit turut hadir menghiasi di atas pondasi serigala tersebut, membuat nya terlihat gagah dan tangguh mendominasi.

"Maksud kakak?" Renjun yang sedari tadi diam kini mulai bersuara.

"Dia adalah leluhur kita, penguasa yang sesungguh nya. Raja dari segala Alpha yang ada di muka bumi ini!"

"Keren sekali, mengapa ayah tidak pernah menceritakan ini pada kita?" Tanya Renjun kembali.

"Karena Enigma tidak pernah terlihat keberadaan nya, banyak orang menganggap bahwa 'dia' adalah mitos belaka yang sengaja di ciptakan. Sebuah adidaya yang tidak diketahui keaslian nya."

"Lalu bagaimana Enigma itu?"

"Enigma itu—"

Jeno memilih abai dengan percakapan kedua kakak nya, sejak gambar dari buku itu di tunjukkan padanya, ia lebih tertarik menatap lukisan di buku tersebut.

Ada sebuah perasaan asing yang ia rasakan ketika menatap gambar sang serigala.

Jeno mengusap pelan nan ragu gambar tersebut, jemari nya dengan lihai membalikkan lembar demi lembar gambar yang terlukis.

Ketika jemari Jeno berheni pada halaman terakhir buku tersebut, jantung nya mendadak berdegup kencang, telinga nya mendadak berdenging untuk sesaat, suhu tubuh nya mendadak mendindin dengan bulir keringat yang perlahan muncul dari pori nya.

Ketika jemari Jeno terangkat dari lemabar tersebut, sebuah gambar berjarak dekat dari Sang Enigma pun terpampang nyata dengan gagah nya.

Ketika jemari Jeno terangkat dari lemabar tersebut, sebuah gambar berjarak dekat dari Sang Enigma pun terpampang nyata dengan gagah nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ada apa ini?"

ENIGMA || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang