Chapter 1

11.8K 848 16
                                    

Senja kala mulai mengambil alih suasana ketika matahari mulai memasuki persembunyian nya, menandakan hari akan berganti malam pertanda bahwa setiap insan yang tengah melakukan aktivitas nya di harapkan dapat mengistirahatkan diri.

Namun rupa nya peringatan alam itu tak mengindahkan seorang pemuda berhiaskan netra indah untuk beranjak dari tempat persembunyian nya.

Sepasang netra cantik berwarna almond itu tengah sibuk memperhatikan gerak gerik seseorang yang berhasil merenggut perhatian nya sejak beberapa belakangan ini.

"Ayah akan marah jika tahu kau belum juga kembali ke kamar mu!"

Sebuah suara yang tiba-tiba muncul dari belakang tubuh nya mengangetkan sepasang netra cantik itu, membuat ia beralih tatap menatap objek yang sedang memandang kesal diri nya.

"Renjun, kau menganggu ku lagi!" Keluhan disertai cebikan itu di lontarkan si pemuda manakala melihat presensi sang kembaran berbeda 10 menitnya.

Yang dikeluhkan justru menarik napas pelan, keluhan sang adik kembar nya itu justru tak di indahkan, ia semakin mendekatkan diri guna mendekati telinga sang adik.

"Jika tak ku sudahi acara menguntit mu ini, kau mungkin akan lupa waktu dan berakhir terlambat untuk pulang ke kastil. Kau tidak ingin di hukum oleh ayah lagi kan?"

Sadar bahwa sang kakak kini menaikkan tensi bicara nya, Jeno lalu meringis sambil memegang kedua telinga nya, "Aku pasti akan pulang kok, lagipula aku tidak menguntit tuh!"

Renjun memandang sinis, ia menggelengkan kepala tak habis pikir, "Jika bukan menguntit lalu ini apa nama nya?" Telunjuk Renjun menunjuk ke arah objek yang sedari tadi dipandangi sang adik, "Aku tahu ya kau sudah memperhatikan 'orang' itu sejak pagi, kau bahkan tidak pulang ke kastil untuk makan siang!"

"Jangan memanggilnya dengan kata 'orang' begitu dong Renjun, dia kan punya nama!" Jeno hampir memekik kesal manakala mendengar penuturan sang kakak kembar nya, ditambah dengan raut menyebalkan yang di tampilkan semakin membuat Jeno ingin memekik saja.

"Ya aku tahu, Jaemin kan?"

Sepasang kembar tak identik itu kini melirik ke arah objek yang sedari tadi di perhatikan oleh Jeno, Renjun yang lebih dulu memutuskan pandangan itu beralih menatap Jeno yang kini menggigit bibir merona nya.

"Kau masih belum berani untuk berkenalan dengan nya?"

Gelengan pelan Renjun dapatkan manakala netra nya menangkap raut suram dari sang adik.

"Kenapa? Dari yang ku tahu, meski pun terkenal cuek dan tidak peduli dengan apapun, dia orang yg baik. Dia pasti akan menerima ajakan berteman dari mu Jeno."

Keterdiaman kembali Renjun terima ketika sang kembaran tak juga menunjukkan respon.

"Aku malu, dia pasti tidak akan mau berkenalan dengan ku, aku—" Jeno menjeda ucapan nya dan menatap ke arah sang kakak, "Tidak sempurna seperti kebanyakan orang."

Renjun menatap sendu ke arah Jeno yang kini memainkan jemari lentik nya dengan gugup. Ia tahu dan paham mengenai kegelisahan Jeno.

Sejak lahir sang kembaran nya itu memiliki ketidaksempurnaan, dimana ia lahir tanpa sebuah wolf dalam dirinya. Sebuah keanehan yang justru di dapatkan oleh anggota bangsawan Tirian dimana keluarga kerajaan tidak pernah mengalami itu sebelum nya, namun itu justru di alami oleh sang adik.

Jeno Lha Tirian, beta cantik tanpa wolf di sisi nya.

"Bagi ku kau sudah sangat sempurna Jeno, kau cantik, kau baik, kau pintar, tidak akan ada yang berani mencela mu adik ku."

Bungsu Tirian itu menatap balik sang kakak yang kini tersenyum getir melihat dirinya, ikatan lahir di antara mereka berdua membuat mereka bisa mengerti emosi satu sama lain.

"Kau, Ayah, Ibu, dan kak Kayin mungkin akan berkata begitu, tapi bagaimana dengan tanggapan orang lain? Bagaimana dengan tanggapan 'dia'?" Kalimat terakhir Jeno memelan seiring lirikan beralih menatap Jaemin.

Elusan lembut dibawa Renjun guna menyentuh pualam merona sang adik, "Sejak kapan adik ku yang pemberani ini peduli dengan tanggapan orang lain? Dimana Jeno ku yang pemberani? Yang berani melawan Rogue tanpa bantuan siapapun, bahkan tanpa wolf di sisinya. Kau hebat Jeno, bahkan ayah sangat bangga padamu."

Mendengar penuturan lembut dari Renjun membuat Jeno hampir saja meneteskan air mata, ia mendekatkan dirinya guna memeluk sang kembaran.

"Dasar cengeng!" Renjun mencubit kedua pipi tembam sang adik guna menyalurkan kegemasan nya, menatap rupa Jeno yang tengah merengek adalah salah satu kelemahan Renjun terhadap sang adik. Pekikan disertai desisan pun kian terdengar seriring kuat nya cubitan Renjun dalam membully pipi nya.

"Ayo pulang, kak Kayin menyuruh kita untuk berkumpul di ruang belajar."

Jeno mengusap kedua pipi nya setelah terlepas dari bulian Renjun, ia mencebik mendengar apa yang di sampaikan sang kakak.

"Pasti belajar tentang sejarah lagi kan?" Anggukan Renjun menjadi jawaban.

"Aku malas sekali Renjun."

Rengekan kembali terdengar dari Jeno disaat Renjun mulai melangkahkan kaki nya menjauhi tempat persembunyian itu, "Coba saja kalau kau berani mengatakan itu di depan kakak."

Ucapan itu sontak membuat Jeno menggeleng secepat mungkin, kedua tangan nya pun membuat gestur menolak tanda tak menyetujui ucapan sang kembaran, "Aku tidak berani, apalagi kalau kak Kayin sedang dalam mode Alpha nya, dia sangat galak huwww."

Kekehan terurai dari birai Renjun mendengar penuturan Jeno disertai dengan nada meledek nya, "Sudahlah ayo!"

Renjun meraih jemari Jeno untuk menuntun nya pulang namun Jeno tak kunjung beranjak membuat alis sebelah kiri Renjun pun tertarik, "Kenapa lagi?"

"Aku lelah Renjun, kenapa kita tidak minta Riana saja untuk membawa kita pulang?"

Mendengar nama Riana disebut membuat Renjun menghela napas, "Dia tidak akan mau."

"Loh kenapa?" Jeno memekik tak percaya.

"Karena kau sangat tidak sopan padaku, sejak tadi kau hanya memanggilku dengan nama Renjun tanpa embel-embel 'kak'."

Netra Jeno memutar membuta gerakan Jenuh, "Kita itu kembar, tidak perlu ada embel-embel kak untuk menandakan siapa yang lebih tua."

"Tetap saja aku lebih tua 10 menit dari mu!"

Jeno menghela napas, ia mengatupkan kedua tangan membuat gestur seperti meminta maaf, "Baiklah kak Renjun, maafkan kesalahan adik kecil mu ini, sekarang minta Riana untuk membawa kita sampai ke kastil dengan cepat."

Riana yang sedari tadi disebutkan itu merupakan wolf dari Renjun. Wolf dengan bulu emas kecoklatan itu merupakan seorang Omega yang telah mendampingi Renjun sejak lahir.

Karena tak ingin mendengar keluh kesah sang adik lebih lama, Renjun kemudian melakukan shift dengan wolf nya, bertukar alih kepada Riana yang akan melakukan perubahan wujud.

Saat pertukaran itu selesai, Jeno lalu menyapa Omega cantik bernama Riana itu sembari memberi senyuman semanis mungkin.

"Hallo Riana."

Senyuman manis pun turut di balas Riana sambil diri nya membuat postur menunduk, membuat gestur guna mempersilahkan Jeno menaiki punggung nya.

"Kau sudah siap?" Tanya Riana setelah ia menegakkan tubuh nya kembali.

Elusan pelan di berikan Jeno pada kepala Riana, "Ayo kita pulang."




Riana(Omega)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Riana
(Omega)

ENIGMA || JAEMJENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang