Keesokan harinya, Keisya segera bersiap-siap berangkat ke sekolah mengikuti pelajaran di kelas 12 mengingat sebentar lagi ia akan lulus dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun begitu, masih terlihat wajah murung Keisya akibat kejadian kemarin yang terjadi antara ia dan Adit. Hal ini tampak ketika ia sedang sarapan di ruang makan bersama kedua orangtuanya. Pak Heru yang melihat ekspresi wajah anaknya yang masih murung kemudian mulai membuka obrolan.
“kamu masih marah sama papa kei?” tanya papanya dengan wajah sedikit menyesal karena telah memarahi anaknya.
“ menurut papa?” dengan wajah yang kesal dan nada yang cetus sambil memakan sepotong roti.
Pak Heru sejenak hening dan melihat ke arah bu Ratih, kemudian bu Ratih mulai membujuk dan memberikan nasihat kepada Keisya.
“sayang, kamu jangan kaya gitu dong, papa itu sayang sama kamu loh, papa takut kamu nanti kenapa-napa kalau kamu dianter pulang sama orang yang mama sama papa aja gak kenal itu siapa.” Dengan nada yang halus dan lembut.
“ya justru karena itu mam, mama sama papa gapernah ngasi aku kesempatan buat bergaul sama temen-temen di sekolah aku, gimana caranya aku mau ngenalin temen-temen aku sama papa dan mama? kalau buat dianterin pulang aja papa sampe emosi kaya gitu kemarin.” Pungkas Keisya.
“yaudah gini deh, kasih tau mama sama papa gimana caranya biar kamu mau maafin kami?” bu Ratih membuka peluang agar mendapat maaf dari anaknya.
Pak Heru mendengar itu seketika heran.
“Mama?!, apa maksud mama bilang kaya gitu?”
“Udah pa, gapapa kok, sesekali kita turutin apa mau anaknya kita, kalau dipikir-pikir juga kasian kan Keisya selalu dikekang gini.”
“Ya-ya tapi kan-“ pak Heru sedikit kikuk dan kemudian bu Ratih memotong ucapannya.
“Udah pa, kita percaya aja sama anak kita yah.”
Bu Ratih dengan senyum mengatakan agar meyakinkan pak Heru untuk sedikit membuka peluang kebebasan untuk Keisya.
Bujukan dari bu Ratih ternyata cukup efektif meluluhkan hati pak Heru untuk sedikit memberikan kebebasan terhadap Keisya. Hal ini justru membuat Keisya sedikit terkejut mendengar apa yang bu Ratih ucapkan kepadanya karena sudah lama sejak awal ia menginginkan perkataan itu keluar dari ucapan orangtuanya.
“mama serius?” ucapnya.
“iya mama serius, tapi kali ini aja ya, kedepannya kalau ada keperluan atau apapun itu harus ada izin dari mama sama papa.”
wajah Keisya pun sontak kembali riang setelah mendengar itu dan ia akhirnya mau memaafkan papanya.
“makasii yaa maa, paa, kalau gitu aku pengen izin untuk malem ini yah, kebetulan malem ini kan malming, jadinya aku pengen jalan bareng sama temen-temen. Boleh kan paa, maa?” Ucap Keisya sambil tersenyum.
Pak Heru awalnya sempat menolak dan tidak mengizinkan, akan tetapi bu Ratih berusaha membujuk pak Heru untuk membolehkan anaknya keluar malam. Akhirnya pak Heru juga kembali luluh dan mengizinkan Keisya.
“yaudah kamu boleh keluar malam ini, tapi kamu harus selalu ngabarin papa atau mama, jangan miss kom pokoknya. Dan satu lagi, ini hanya privilege kami buat kamu karena hari-hari selanjutnya belum tentu papa sama mama ngizinin kamu buat keluyuran lagi apalagi keluyuran malam.” ucap pak Heru.
Walau hanya sebatas privilege, namun dalam hati kecil Keisya mengatakan bahwa ini merupakan awal mula pintu gerbang dimana ia bisa keluar dari sikap overprotektif orangtuanya.
“iyaa paa, siap kok, bakal diinget semua petuahnya hehe. Makasi yaa maa, paa.”
Keisya kemudian bangkit dari kursi ruang makan dan memeluk dan mencium papa dan mamanya .
“iyaa sama-sama, yaudah gih kamu berangkat sekolah, ntar terlambat lagi.”
“oke deh kalau gitu aku berangkat dulu yah.”
Keisya mengambil tasnya dan segera pamit.
****
Sesampainya di sekolah, Keisya segera menuju ke ruangan kelasnya. Jam pertama kelas diawali dengan mata pelajaran bahasa Indonesia. Sampai di kelas, Keisya bertemu dengan sahabatnya Felly dan Sheila yang sudah datang terlebih dahulu ke kelas dengan wajah yang gembira.
“widih, kenapa lu senyam-senyum kaya gitu?, kesambet kah? Hahaha.” tanya Felly sambil bercanda.
“ih apaan dah fel, engga tauuuk, gua lagi happy nih.” Ucapnya.
Keisya kemudian duduk di kursi kelas dan menceritakan semua hal yang terjadi kemarin.
“HAH!, serius lu kei? Bokap lu marahin si Adit yang culun itu?” tanya Sheila.
“iyaa, tapi kalian tau ga guys, dari kejadian kemarin itu gua jadi dapat jalan malam ini bareng sama kalian. Orangtua gua ngasi izin karena gua udah ngambek dan marah besar kemarin.”
“kok bisa? Gimana ceritanya?” Felly sedikit terkejut.
“yaa sebenarnya si karena nyokap yang bujuk, tapi sekarang yang paling terpenting disini, gua harus minta maaf ke Adit atas kejadian kemarin plus gua juga harus bilang makasi sama dia, karena Adit, gua bisa keluar ni malem hehe.”
“Wah beruntung banget yaa kei, lagian juga lu jarang juga ngumpul ama kita-kita diluar jam sekolah apalagi kalo waktu malem.” Ucap Felly.
Yaa syukur deh kei, gua juga ikut seneng seenganya lu ga dirumah mulu ye kan, lama-lama sumpek dah pikiran lu gabisa hiling-hiling santuy bareng kita-kita” Sheila menambahkan.
Hahahaha apaan dah, ngejek lu yaa laa, awas lu ntar ga gua traktir lagi” ancam Keisya.
“eh gue becandaa doang loh keii, jangan gituu” ekspresi wajah Sheila sedikit memelas.
“hahahaha iyaaa gua juga bercanda ege” ucapnya sambil tertawa.
Keisya kemudian melihat ke arah meja dan kursi Adit.
“eh Adit belum dateng ya, tumben.”
“Au tu bocah kayanya vespanya mogok lagi deh, keseringannya kan gitu, malah rumahnya juga jauh kan.” ucap Sheila.
“yaa semoga si ga telat dianya yah, soalnya kan pagi ini kita masuk mapelnya bu Endah si guru killer itu.” sambung Felly.
Tak terasa ketika sedang asyik mengobrol bersama, bu Endah, guru bahasa Indonesia pun akhirnya tiba di kelas untuk mengajar.
“pagi anak-anak…” ucap bu Endah.
“pagi buu…” balas semua siswa-siswi di kelas.
“pagi ini kita akan melanjutkan pelajaran kita di pertemuan sebelumnya, silahkan buka buku cetak kalian pada halaman 52”.
“baik buu..”
Kegiatan belajar-mengajar mulai berlangsung. Siswa-siswi pada saat itu tidak ada yang berani berbicara atau melakukan hal-hal yang dapat membuat bu Endah marah sebab jika hal itu terjadi, maka dapat dipastikan akan segera dikeluarkan dari ruangan kelas.
Tak terasa setengah jam berlalu, ketika bu Endah sedang fokus mengajar tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu ruangan kelas dari luar.
“Tok-tok (suara pintu diketuk)….. per-permisi bu.”
Bu Endah beserta siswa-siswi disana melihat ke arah pintu dan mengetahui bahwa itu ialah Adit yang terlambat datang ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My First Love
Teen FictionMengalami rasanya di Kekang oleh orangtua sendiri pasti merupakan hal yang tidak menyenangkan. Mungkin ini yang dirasakan oleh keisya, seorang siswi SMA berparas cantik dengan ambisi ingin keluar dari zona overprotektif orangtuanya. First love merup...