Bagian Ketiga: Pilihan

60 13 32
                                    

Keisya dan Felly mendengar perkataan Sheila terheran atas pernyataannya itu.

“maksudnya la?” tanya Keisya dengan ekspresi wajah yang sedikit bingung.

“maksud gua, lu itu harus berubah kei, lu harus keluar dari zona nyamannya elu, lu harus jadi anak ekstrovert yang bebas ngelakuin apa aja yang lu suka”.

“Zona nyaman gimana maksud lu la?” lanjut bertanya Felly kepada Sheila.

“yaa iya, selama ini kan Keisya itu dijauhi sama anak-anak di sekolahan karena apa coba? Karena Keisya selalu introvert terhadap dirinya sendiri dengan selalu nurut apa kata orangtuanya, ya kan kei?” ujarnya dengan meyakinkan Keisya terhadap usulan tersebut.

“gak, gue ga setuju si, itu sama aja kaya lu nyaranin Keisya buat ngelawan sama aturan orangtuanya sendiri ego”, Felly tidak setuju dengan ide Sheila karena mengerti dan mengetahui bagaimana sosok orangtua Keisya dan segala bentuk peraturannya terhadap Keisya.

“yee, sapa juga yang minta persetujuan dari lu wlee, orang gua Cuma nyaranin dan ngasi keputusannya ke Keisya kok”. Ucapnya dengan tidak memperdulikan apa yang dikatakan Felly.

“gimana kei menurut lu?” Sheila kembali meyakinkan Keisya dengan idenya itu.

Keisya sejenak berfikir dan merenung ,kemudian “emm, gimana yaa, gua takut kalau ketahuan orangtua gue la, lagian gue gabisa kaya kalian, terutama kaya lu fel yang punya sifat keberanian yang kuat, gue itu lemah”.

“justru karena itu, kalau boleh gue saran si jangan terlalu polos amat deh sama orangtua lu, lagian emang lu suka diatur-atur terus segala sesuatunya? Lu juga punya kehidupan sendiri loh, punya waktu untuk meetime bareng temen, atau siapapun itu, pacar mungkin” Sheila tetap berusaha memberi usulan agar Keisya menuruti keinginan dan ide darinya.

“La, kayanya menurut gua gausah deh, gue gamau ntar Keisya malah ribut sama orangtuanya, lagian kan dia udah ngomong sama kita kalau dia takut ketahuan orangtuanya” Felly sebenarnya kurang setuju dengan ide dari Sheila ini, namun semua keputusan ada di tangan Keisya.

Keisya yang mendengar pro dan kontra atas ide itu kembali terdiam dan berfikir untuk mencoba atau tidak ide tersebut.

“gini deh, coba aja lu bayangin kei, gengnya Elsa udah berapa kali ngebully lu?, udah sering kan? Tapi apa, gada perubahan apa-apa yang lu rasain dari dulu sampe sekarang, Cuma ada rasa ga berdaya dan ga berani buat ngelapor ke siapa-siapa termasuk guru di sekolah dan orang tua lu sendiri, iya kan?. Semua itu karena sifat overprotektif orangtua lu yang ngebikin anak-anak di sekolah selalu ngatain elu anak kesayangan orangtuanya lah, anak mami lah, anak cupu lah atau apalah itu. Kita udah hampir selesai loh di sekolah  ini, jangan sampe di malem Prom Night nanti elu  dipermaluin lagi sama gengnya Elsa. Gue ngomong kaya gini karena gua sayang sama lu , gua gamau lu itu dibeda-bedain sama anak-anak di sekolah ini, gua pengennya disaat terakhir kita di sekolah ini, ada perubahan di diri elu”.

Begitulah isi hati Sheila menjelaskan hal yang ingin ia lakukan untuk Keisya. Felly yang mendengar penjelasan itu mulai merasa terbuka untuk mendukung Sheila mengubah kepribadian Keisya.

“kalau udah kaya gini gue serahin semua sama elu aja deh kei, gimana baiknya ke elu aja, apa lu mau tetep dengan diri elu yang sekarang atau mencoba untuk keluar dari zona nyamannya elu sendiri” Felly akhirnya menyerahkan keputusan ini untuk diambil oleh Keisya secara penuh.

FYI, Keisya sebenarnya memang sudah lama ingin keluar dari zona over protektif orangtuanya yang menyebabkan ia dibully dan dijauhi teman-teman seangkatannya di sekolah, namun hal itu tidak kunjung ia lakukan sebab keterbatasan dan support yang ia miliki. Akhirnya, Keisya yang dari tadi hanya terdiam dan mendengar perkataan dari sahabatnya kemudian memutuskan,

My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang