Prelude

1.8K 119 11
                                    

"Gue udah sering memperingatkan lo soal Yessica, tapi lo enggak pernah mau percaya."

Pendingin ruangan yang berisik membuat suara Reivaldo jadi bergaung tak terdengar jelas. Azizi menoleh ke arah di mana lelaki itu berada untuk memastikan apakah pernyataan itu memang diutarakan kepadanya atau bukan. Setelah menelisik wajah teman karibnya sejak duduk di bangku kuliah, Azizi menemukan dua bola mata hitam pekat milik Reivaldo yang mengarah kepadanya dengan lamat. Menjadi satu bukti bahwa yang tengah diajak bicara memang Azizi Djiwandono sendiri.

Azizi menjawab sambil menoleh lagi ke arah berkas perkara yang sedang dia simak. Wajahnya mendadak serius.

"Lo habis baca berita di akun rumpi mana lagi, Do, sampai-sampai bawa masuk topik ini lagi pagi-pagi begini?"

Kedua alias Azizi bertaut, terlihat menyatu dengan kening yang berkerut. Azizi jelas menunggu Reivaldo Situmeang-Aldo-menjawab lagi sambil menyantap santap paginya di berkas perkara. Pikirannya jadi menari-nari dengan fokus yang tak lagi satu, melainkan lebih dari itu. Mendadak perasaannya digerayangi rasa bersalah sekaligus gelisah.

"Gue enggak habis baca akun rumpi mana pun." Reivaldo menjawab dengan mata yang melotot. Badannya ia condongkan ke arah Azizi yang masih fokus membalikkan halaman-halaman berkas perkara yang berhasil dia dan timnya dapatkan agar kepalanya kenyang dengan duduk masalah klien di persidangan lusa. "Zi, setop denial dengan menganggap kalau Chika itu perempuan baik-baik. Lo harus terima kenyataan kalau sebenarnya perempuan itu iblis. Sama kaya nyokapnya yang berkali-kali kena kasus penggelapan dan penipuan sampai jadi residivis. Gue enggak harus sampai nyebutin nomor putusannya di depan lo langsung 'kan, Zi?"

Lain halnya dengan Reivaldo yang baru saja menggelinjangkan bahu karena merasa jijik sekaligus ngeri dengan tindakan yang dilakukan oleh ibunya Yessica, Azizi justru terdiam tak segera menjawab atau lebih tepatnya lagi memilih untuk tidak menyahut sama sekali. Kali ini, pandangannya justru bertubrukan dengan surat kabar keluaran terbaru yang tergeletak begitu saja di atas meja, terlihat tak pernah disentuh. Mata Azizi mendadak menyorot sendu, entah karena apa. Ada pilu yang entah ditujukan kepada siapa. Yessica Tabitha Suswandari, ibu mertuanya, atau justru... diri Azizi sendiri

Tepergok Kencan dengan Seorang Pria di Hotel Berbintang, Yessica Suswandari Digugat Cerai Azizi Djiwandono

***

Di siang terik yang menyengat, tubuh jangkungnya keluar dari dalam firma hukum tempatnya bekerja. Dengan dada yang habis napas naik-turun, Azizi mempersiapkan diri untuk mengisahkan cerita panjangnya kepada setiap mata lapar yang meminta dikenyangkan dengan asupan informasi. Hampir seminggu sudah waktu berlalu, tetapi kabar perpisahannya dengan wanita paling teduh di dunia itu belum juga surut. Ditambah dengan info-info yang diberi bumbu-bumbu palsu oleh media membuat khalayak makin kehilangan simpati kepada Yessica Suswandari. Tentu hal ini membuat Sangga menjadi gerah setengah mati dengan apa yang terjadi.

Untuk kesekian kali, Azizi membuang napasnya yang pendek itu dengan berat hati. Rambut-rambut lebatnya yang mulai memanjang sesekali menari-nari karena sapuan angin di siang hari. Ini masih bulan Agustus, tetapi musim hujan sepertinya datang terlalu dini. Jika dulu Azizi tidak pernah mempertanyakan tentang musim hujan yang datang lebih cepat dari yang seharusnya karena ia senang-senang saja, sekarang dia jadi bertanya-tanya. Apakah langit sengaja ingin menemaninya dan juga Yessica Suswandari merayakan patah hati dan semua luka yang ada di dalam dada mereka? Apa dunia turut berkabung karena kisah yang dulu digadang-gadang akan abadi sampai keduanya mati mendadak harus bersambung?

Azizi menarik buang napasnya sekali lagi. Bola mata hitam segelap obsidian miliknya mengabsen satu per satu kamera besar yang menyorotnya, bersiap untuk merekam apa-apa saja yang akan Sangga keluarkan selama mungkin. Sebaik mungkin.

"Perihal berita yang mengatasnamakan Yessica, istri saya, tengah berkencan di hotel dengan pria lain, itu sama sekali tidak benar. Yessica, yang sampai hari ini masih menjadi istri saya, tidak pernah melakukan kencan dengan pria mana pun, termasuk mantan kekasihnya sendiri seperti yang teman-teman media beritakan." Suara bariton milik Azizi terdengar menggema. Raut wajahnya begitu serius, kendati sayu matanya tidak dapat ditutup-tutupi. "Saya berdiri di sini, bukan bermaksud melimpahkan semua kesalahan kepada awak media atas semua berita tidak bertanggung jawab yang mencatut nama Yessica Suswandari, yang sampai hari ini, masih menjadi istri saya. Pecaya atau tidak, Yessica, istri saya, sama sekali tidak melakukan perbuatan seperti yang awak media sebarkan."

Azizi memberi jeda atas ucapannya. Sekadar melirik ke arah Reivaldo yang tengah menyirit ke arahnya. Garis-garis tegas di wajah lelaki itu menunjukkan ketidakpercayaan. Pertanyaan tanpa suara yang kalau boleh Sangga duga berbunyi, "Buat apa lo susah-susah klarifikasi ke media perihal Yessica, Zi?"

Azizi menelan salivanya. Kembali membuang pandangan ke arah awak media. "Mungkin, teman-teman media bertanya, untuk apa saya menjelaskan tentang masalah yang mencatut Yessica? Apa esensinya? Sekali lagi, percaya atau tidak, didengar atau tidak, Yessica Suswandari, sampai hari ini, masih menjadi istri saya. Sudah sepantasnya saya meluruskan semua hal tentang dia, tentang namanya. Untuk itu, biarkan saya menceritakan segalanya tentang saya, tentang Chika, tentang kami. Mohon untuk tidak disela, meskipun mungkin teman-teman media akan merasakan kantuk akibat kisahnya yang teramat panjang. Namun, sekali lagi, biarkan saya menceritakan segalanya sampai benar-benar selesai."

Azizi mempersiapkan diri. Bukan hanya sekadar untuk masuk kembali ke dalam cerita yang sebagian dari dirinya sudah hilang, tetapi juga untuk menyusun lagi pertahanan dirinya agar tidak runtuh, tidak rapuh diterpa rasa gila akibat perasaan bersalah karena membiarkan Yessica masuk ke dalam hidupnya. Azizi memejamkan mata, menyembunyikan selaksa air mata di pelupuknya.

"Namanya Yessica Tabitha Suswandari. Orang-orang biasa memanggilnya... Chika. Saya tidak pernah percaya dengan yang namanya kebetulan yang menyenangkan, tidak selalu percaya. Sampai akhirnya, dia datang dan membuat saya percaya bahwa serendipity itu ada. Chika, wujudnya."

***

Author's note:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author's note:

Mungkin enggak akan menjadi sebuah cerita dengan konflik yang berat. Seperti judulnya, ini akan menjadi cerita buat mengabadikan seseorang yang menurutku punya sabar seluas semesta. Yang kalau enggak ada beliau, sepertinya, aku enggak akan mampu memaknai semua hal yang sedang aku jalani sebaik ini <33

Seluas Semesta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang