-- Prolog --

4 1 0
                                    

Seorang gadis berlenggang menarik sebuah koper besar sembari bersenandung serta memainkan gawainya. Kim Hana, nama yang kerap digunakan orang lain untuk memanggil gadis itu, kini tengah menatap sekeliling lahan parkir stasiun bus.

Nihil. Tak ada batang hidung seseorang di tempat yang ditujunya itu.

Hana pun menghentakkan kaki dan berdecak. "Kebiasaan! Kakak selalu saja datang terlambat," gumam Hana dengan perasaan yang telah penuh dengan kejengkelan hingga ubun-ubun.

"Hana!"

Berbalik, Hana seketika merubah ekspresinya menjadi ekspresi cerah begitu menyadari seseorang yang memanggilnya, adalah orang yang sedari tadi ditunggu.

Hana pun berlari. Melemparkan tubuhnya ke pelukan sosok yang sempat memanggil namanya itu. "Oppa kok baru jemput, sih? Hana udah kangen AC rumah, nih!"

Tertawa. Laki-laki yang dipanggil "Oppa" oleh Hana tanpa sadar mengusap kepalanya. "Maaf, Hana. Oppa tadi harus ambil alih meeting yang tiba-tiba diserahin sama Appa."

Cemberut, tapi Hana mendongakkan kepala menatap sang Oppa. "Ya udah, deh. Hana maafin. Sekarang kita pulang, ya? Hana gak sabar ketemu Appa, Eomma, sama Baekhyun!"

Sang Oppa tersentak. "Baiklah, ayo ikut Oppa." Dia berbicara, dengan nada yang sedikit terdengar keengganan.

***

Di dalam kamar yang memiliki nuansa sederhana meskipun perabotannya berasal dari bahan berkualitas, tampak seorang pemuda yang tampak tak senang dengan segala kekayaan yang dia miliki.

Beberapa kali pemuda itu menghela napas. Dia juga menatap sebuah figura bergambar seorang gadis kecil yang berdiri di sebelah pemuda culun.

"Hana, katanya kamu hanya pergi sebentar, tapi sudah bertahun-tahun berlalu, kamu masih belum kembali juga. Apa di Seoul lebih bagus dari Damyang?" gumam pemuda itu.

DivergenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang