-3

100 9 0
                                    

Happy Reading

.

Di malam hari. Vero sedang belajar ilmu silat bersama wahyu. Gerakan demi gerakan begitu detail dan perfect bagi wahyu, senyuman itu terus terlekat di bibir wahyu karena semakin hebat kemampuan silat anak perempuannya yang paling ia sayang

"Cukup.. Kau bagus memakai jurus baru itu, sekarang kau bertarung dengan ayah.. Jika kau kalah, belikan aku arak"

"Ayaaaahhh!! Kapan kau berhenti meminum air sialan itu!" rengek vero, entah lah di otak ayahnya itu arak dan anggur merah. Dia lelah dengan ayahnya sebenarnya namun dia sangat menyayangi ayahnya.

Wahyu hanya tertawa remeh "bilang saja kau takut kalah jika bertarung denganku, manis"

"Itu pasti ayah, ayah lebih hebat dariku.. Aku kau tidur, aku lelah, babaaiii"

"Tunggu dulu" wahyu meraba kantongnya dan terlihat gelang yang bersinar terang bagaikan cahaya bintang, vero membeku saat melihat gelang itu

"Ayah? Di-dimana kau menemukannya?"

"Aku tidak menemukan gelang ini, tapi yang mendapatkan ini nyi agung, teman ayah dulu.. Kau harus berterimakasih dengannya" wahyu memberikan gelang itu dan di trima oleh vero. Vero tersenyum dan memakai gelang itu di tangan kanannya

"Indah" puji vero yang mengagumi gelang permata itu yang berubah jadi warna putih saat di pakai di tangan lembutnya. Dia heran, bagaimana bisa gelang itu yang awalnya berwarna hitam bisa menjadi warna putih?

"Ayah? Kenapa gelang ini berwarna putih?"

"Ini sudah waktunya kau pergi ke gunung permata hitam, putriku sayang, kau harus berguru di sanaa untuk meneruskan ayah"

"Hah? Maksud ayah?"

"Yaaa, siapapun yang berguru di sana, di suatu saat nanti anaknya akan pergi ke gunung itu untuk berguru dan mempelajari ilmu silat yang lebih banyak.. Saat nanti kau memiliki anak, kau harus memberikan gelang pemberian gurumu, namanya guru Wijaya"

"Guru Wijaya?"

"Iyaaa, itu guru ayah saat berlatih silat di sana"

"Ayah? Aku harus kesana? Sampai kapan?"

"Sampai kau bener bener banyak menguasai banyak sekali jurus dan ilmu silat supaya menjadi pesilat hebat, seperti ayahmu ini" wahyu memainkan alisnya naik turun. Vero tersenyum

"Apakah aku akan menjadi pesilat hebat seperti ayah?"

"Tentu"

"Aku masih bingung dengan apa yang di katakanmu, ayah.. Apakah nanti turun temurun akan mendapatkan gelang itu dan harus menjaga gelang itu dengan baik?"

"Itu harus, guru Wijaya tau di masa depan berapa jumlah anak muridnya, dia akan memberikan gelang itu sesuai jumlah anak muridnya, dan yaa.. Ayah mendapatkan satu gelang"

"Waaahhh, hebat sekali"

"Guru Wijaya memang hebat.. Bahkan sangat hebat, ilmu silatnya sangat memukau banyak penduduk di sana"

"Jadii.. Kapan aku berangkat kesana?" tanya vero kepada sang ayah

"Besok pagi"

"Pagi banget?"

"Enggak nak, pagi mau menuju malam"

"Itu sore dong, ayah"

"Nah itu tau, ya sudah kau lebih baik tidur"

"Baiklah ayah, aku mau pergi ke kamar, babaii"

Wahyu menatap anak perempuannya yang berjalan ke arah kamarnya, jujur ia sedih anaknya akan meninggalkan nya, tapi sudah tugas vero untuk meneruskan ayahnya, mau ga mau, harus mau. Tanpa sadar air mata wahyu menetes dan membasahi pipi brewoknya

Cinta Di Gunung Permata Hitam (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang