"Syarat? Syaratnya apa?" Lino melirik ke arah Chris.
"Syaratnya, ini cuma bisa dilakukan satu kali aja, dan dalam satu kesempatan kamu cuma bisa menemui satu orang," urai Sam.
"Aku gak bisa ketemu dengan semuanya?" gumam Lino nampak kecewa.
"Nggak bisa, No. Cuma satu orang aja," itu Chris yang menjawab. "Jadi pikirkan baik-baik siapa yang akan kamu temui untuk satu kesempatan ini.
Lino terdiam, benaknya kembali mengenang kejadian-kejadian silam semasa ia hidup dulu.
Mungkin ia harus memilih Bunda? Karena sosok perempuan itu sangat baik dan penuh perhatian meskipun Lino bukan anak kandungnya.
Mungkin Julian? Kakaknya yang satu itu usil sekali dulu, tapi dia juga sangat peduli padanya. Satu-satunya orang selain Bunda yang mau menerima diri Lino apa adanya dulu, tak peduli apakah mereka sedarah ataupun bukan, tak peduli pada kesalahan apa yang Lino lakukan Julian selalu sayang dan mau membelanya mati-matian.
"Papa gak akan memaksamu lagi untuk melakukan semua yang Papa minta, termasuk tentang universitas yang pernah kita jadikan perjanjian dulu. Kamu berhak atas masa depanmu, kamu berhak menggapai mimpimu. Papa takkan menentang lagi apa pun darimu, tapi Papa mohon berikan Papa sekali saja kesempatan untuk memperbaiki semuanya denganmu. Papa janji akan berubah setelah ini, Papa mau kamu terus di sini, No. Jangan pergi, Papa gak mau kehilangan lagi ...."
Mendadak suara sang ayah terdengar berucap dalam kepalanya. Terdengar pelan dan begitu lirih. Terdengar menyakitkan dan menyesakkan di dada.
"Lino ... hiks ... kamu anak Papa. Kamu anak kandung Papa, bukan anak hasil pemerkosaan para bajingan yang telah merusak Mama. Maaf ... hiks ... maafin Papa karena selama ini denial dengan kenyataan itu. Maafin Papa karena selalu menyakitimu ... maaf."
Ingatan kala mereka bicara berdua untuk pertama kalinya dengan penuh uraian air mata tanpa ada bentakan atau teriakan, kala usia Lino mendekati detik-detik terakhir kembali terputar.
"Kamu pantas membenci Papa, karena Papa sadar semuanya memang salah Papa yang selalu melukaimu. Tapi, Papa mohon sekali ini saja, Papa takkan meminta apa pun lagi darimu, tolong untuk tetap tinggal di sini."
Mata Lino terasa perih dan panas, dadanya kembali sesak meskipun tak ada embusan napas yang lagi merasuki rongga paru-parunya.
Ia terdiam cukup lama saat ingatan penuh pilu itu kembali melintas di benaknya. Hingga bibir tipisnya nampak bergetar hampir mengucapkan satu nama, "Pa ..." Yang sayangnya tak ia selesaikan karena mendadak ingatan lain datang menghadang.
Lino teringat sewaktu ia pertama kali membuka mata setelah koma beberapa hari sosok yang ditemukannya selain Julian adalah Felix. Namun Felix tak menyambutnya segimana yang dilakukan sang kakak, adik kecilnya itu justru terbaring di atas ranjang yang sama dengan yang ia tiduri, di ruangan yang sama, dan keadaannya yang nyaris sama seperti dirinya.
Jantung Felix pasti kumat karena shock melihat dirinya tertabrak mobil saat terakhir kali mereka bertemu.
Di situ Lino juga ingat kalau satu-satunya hal yang bisa dilakukannya terakhir kali adalah menyelamatkan nyawa si bungsu, dengan cara ia harus rela memberikan jantungnya sendiri. Amanat terakhir yang ia sampaikan pada sang ayah sebelum embusan napasnya terhenti.
Ia tak perlu bertemu dengan ayahnya, ia perlu bertemu dengan adiknya. Sebab ia tahu kalau anak itu akan murung dan mungkin menyalahkan dirinya sendiri.
Lino tak ingin itu terjadi, dan setelah memikirkan matang-matang ia akhirnya memberanikan diri untuk mengucap satu nama untuk satu kesempatan yang ia punya kini.
"Felix ... aku ingin bertemu dengan adikku, Felix," katanya.
Sam yang sedari tadi berdiri sembari bersandar di sebuah batang pohon pun nampak terperanjat sesaat. Ia melirik ke arah Chris yang juga sedang menatap dirinya sebelum kembali melihat Lino lagi.
"Kamu yakin dia yang mau kamu temui?" tanyanya memastikan. "Kamu cuma punya satu kesempatan, jadi jangan buat kamu menyesal karena salah memilih," ingatkan Sam kembali.
"Nggak, aku udah yakin dengan pilihanku dan aku gak akan menyesali itu," pungkas Lino, teguh pendirian.
"Mm ... oke," angguk Sam. Ia lantas beranjak dari tempatnya dan bergeser dari batang pohon yang sejak tadi dijadikannya sandaran.
Pohon itu besar sekali, saking besarnya Lino sampai tak bisa melihat sampai mana ujung dahannya tumbuh. Kayunya ditumbuhi tumbuhan rambat. Akar dan sulur-sulur dedaunan menutupi seluruh permukaannya, dan Sam menyibak semua itu hanya untuk menunjukkan kalau ternyata di balik untaian akar tunggang bak rambut tersebut ternyata ada sebuah lubang. Lubang yang bentuknya dan ukurannya tak seberapa besar.
"Masuklah," titahnya tiba-tiba.
"Ha? A-apa?" Lino bukan tak mendengar, ia hanya kaget dengan apa yang diperintahkan lelaki itu padanya.
"Kalau kamu mau bertemu dengan adikmu ya lewat sini," ucap Sam.
Lino tahu, ia juga takkan membantah, hanya saja lubang pohon itu terlihat gelap dan Lino selalu merasa risih di kegelapan.
Pun seolah tahu apa yang dipikirkan remaja manis ini, Chris mendadak menepuk bahunya pelan, "Tenang aja. Di sana gak ada apa-apa. Kamu gak perlu takut, kok. Tapi sebaiknya bergegaslah, waktumu gak banyak," katanya.
Meski ragu Lino akhirnya mengangguk mengiyakan, ia masuk sembari merunduk dan berjalan perlahan ke dalam. Sampai tak berapa lama kemudian setelah tubuhnya sempurna menghilang dari pandangan Chris dan Sam, suara memekik kencang tiba-tiba terdengar menyapa rungu keduanya.
"Felix? FELIIIX!!!"
_____ To be contiued
*Nb. Kalau mau tau kelanjutan cerita Lino dan Felix yang akhirnya ketemu ada di buku WMUWSE, Bab 4 : Seventy Four, ya :))
![](https://img.wattpad.com/cover/350816545-288-k997793.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Star ✓ [Lee Know ft. Bang Chan & Hyunjin]
Novela Juvenil[beberapa bab tersusun acak dengan sendirinya dari wp. Jadi disarankan untuk melihat angkanya lebih dulu.] Chris bingung, kenapa sosok anak lelaki itu terlihat murung dan menyendiri? Di tempat baru yang indah ini, semua orang yang sudah mati dengan...