Suatu hari yang panas di bulan Juli ketika Sunghoon pertama kali bertemu dengannya. Anak laki-laki itu duduk di sebuah ayunan dengan kimono putih tipis yang menempel di kulitnya yang basah oleh keringat. Setitik air menetes menuruni wajah anak itu dan jatuh ke atas tanah. Sunghon bertanya-tanya apakah itu keringat atau air mata.
***
Kira-kira sudah sepuluh kilometer sejak terakhir kali Sunghoon melihat ada kendaraan bermotor lewat. Sunghoon masih terus menyusuri jalan setapak yang dikelilingi oleh pohon-pohon dengan lumut basah menempel di batang kayunya.
Udara di musim panas sungguh membuat Sunghoon merasa nostalgia. Dia mengingat tentang masa kecilnya bermain di hutan sambil mencari kumbang untuk dipamerkan pada teman sebaya. Waktu berlalu dengan Sunghoon tenggelam dalam kenangan masa lalu, hingga tanpa sadar ia sudah sampai di tempat tujuan.
Desa tanpa nama seperti ini bisa ditemui di mana pun. Berdiri di atas tanah subur nan hijau dan dilindungi oleh langit biru yang luas. Hampir-hampir terlihat seperti lukisan.
"Selamat datang, Tuan."
Desa itu sama dengan desa lainnya, selain bagian dimana semua orang di sana menggunakan selembar kain putih di wajah mereka. Mereka menutupi mata, hidung, dan mulut sampai tak bisa dikenali sama sekali.
Kecuali satu orang.
Dia adalah seorang anak laki-laki yang tampaknya belum dewasa. Lemak bayi masih terlihat di pipinya yang pucat dan halus. Rambutnya berwarna hitam dan mata rubahnya yang menawan memancarkan kesedihan.
"Apakah onii-san ini yang akan membunuh saya?"
Ada banyak hal yang tidak bisa dimengerti di dunia ini. Keberadaan roh bisa jadi merupakan berkah atau kutukan bagi manusia.
Pada waktu yang sangat lampau, desa tanpa nama ini pernah memiliki roh penjaga yang melindungi dan memberikan tanah subur kepada mereka. Namun suatu waktu, entah oleh sebab apa, roh penjaga itu malah berbalik membawa malapetaka. Berkah yang mereka terima dari dewa berubah menjadi kutukan.
"Kami berhasil melalui masa-masa sulit, tapi kutukan itu tidak hilang selamanya. Shaman terdahulu menyegel kutukan tersebut pada seorang anak laki-laki. Begitu dia menginjak usia sepuluh tahun, anak itu akan mati dan kutukannya dipindahkan pada anak yang lain. Selama ratusan tahun, desa ini bertahan dengan cara yang sama," terang kepala desa.
"Lalu, kenapa saya harus memusnahkan anak itu?" Sunghoon menunjuk pada anak laki-laki yang sedang duduk tenang di pojok ruangan. Anak itu bersimpuh dengan tangan di atas lutut.
"Usianya sekarang sudah empat belas tahun."
"Hah?" salah satu sudut bibir Sunghoon terangkat. "Bukankah itu menguntungkan bagi kalian? Dengan dia bertahan hidup lebih lama, kalian tidak perlu menumbalkan anak lain untuk dijadikan wadah kutukan."
Kepala desa menghela napas panjang. "Anda tidak tahu. Setelah dia melewati usia yang ke sepuluh, tidak ada satu pun bayi yang lahir di desa ini."
"Kesialan bisa terjadi pada siapa saja," kata Sunghoon ringan.
Meski tak bisa melihatnya secara langsung, Sunghoon masih bisa merasakan kemarahan kepala desa di balik kain putih yang menutupi wajahnya. "Anda benar dan anak itu adalah kesialan untuk desa kami."
.
.
"Apa onii-san akan membunuh saya sekarang?"
Mungkin sudah sekitar 5 tahun sejak Sunghoon memulai profesinya sebagai shaman. Dia telah melihat berbagai jenis roh, hantu, siluman, atau kutukan sepanjang karirnya. Beberapa kali dia harus bertaruh nyawa, bahkan pernah benar-benar hampir mati. Kalau boleh jujur, Sunghoon tidak ingin berada di situasi seperti itu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE CURSED SPIRIT| Sunghoon X Sunoo [ENHYPEN]
Fiksi Penggemar!oneshot! Sunoo punya banyak wajah dan tidak semuanya Sunghoon suka. . . . . . !baku !bxb