Part-01

46 2 0
                                    

Warning! Cerita ini real ide dari penulis. Belajar jujur dan jadi jiwa penulis sejati tanpa menjiplak hasil karya orang lain. Mohon maaf apabila ada kata perkata yang kurang mengenakan. Mohon dimaafkan 🙏

Bijaklah dalam berkomentar yah!

•Happy reading•



Setiap orang pasti pernah merasakan dititik bosan dalam hidupnya. Setiap orang pasti memiliki rasa sakit dan luka yang luar biasa dengan versi masing-masingnya.

Melawan derita yang tiada hentinya. Menutup tangis dengan tawa. Banyak berdiam dibanding bercerita. Membuat beberapa orang lebih memilih menyalurkan keluh kesah melalui tulisan dibanding lisan.

Diam dianggap lemah. Bersuara dianggap melawan.

Hidup memang harus seperti itu. Jalani saja jangan jadi lemah.

Ya ... Pemikiran beberapa orang yang belum pernah merasa terjatuh dalam hidupnya. Yang faktanya setiap orang butuh istirahat sejenak dan menangisi semuanya.

Bibir terkatup rapat. Menduduk dalam menatap sedih kebawah kakinya yang semakin basah terkena cipatran air hujan. Hujan yang begitu deras tak membuat gadis itu beranjak dari tempat duduknya.

flat shoes yang sudah ia siapkan jauh-jauh hari untuk berpenampilan rapih dan bersih--mencerminkan jiwa pekerja kantoran-- kini berantakan sudah.

"Ayo Dek, nanti telat. Kita terobos aja yah hujannya. Abang cuma punya satu jas hujan, kamu aja yang pakainya yah? Biar baju kerja kamu gak terlalu basah kuyup."

Mendongak, gadis itu menatap pria dua tahun lebih tua darinya--sedang tersenyum lembut sambil menyodorkan jas hujan kalong kepadanya.

Bisakah ia meminta kepada Tuhan untuk menambah ketegaran dalam dirinya?

Ia harus menjadi lebih kuat dari orang lain agar pertahanan mereka tidak ikut roboh.

"Abang nanti basah! Mana bisa gituh? Kita hujan-hujanan bareng aja yah? Nanti Nara keringin di kantor aja."

Dengan seutas senyuman ia berharap kakak laki-lakinya itu tidak terus mengalah untuk dirinya.

"Nar, dengerin Abang! Abangmah gampang langsung pulang rumah. Kamu ini mau kerja gimana ceritanya kalo sampe baju kamu basah kuyup, belum kena AC. Nanti kamu sakit."

"Abang juga bakalan sakit."

"Jangan malah diem! Hayu, nanti telat."

Dengan perasaan tak karuan. Nara akhirnya memilih memakai jas hujan seorang diri. Menyaksikan sepanjang perjalanan sang kakak diguyur hujan lebat tanpa menyurutkan senyum serta gelak tawa riangnya.

"Nanti kalo ada cowok jahatin kamu lagi dek, bilang sama Abang. Biar Abang siksa dia sampe dia pasrahin semua harta bendanya," Teriaknya agar sedikit terdengar oleh Nara karena tertutup oleh suara hujan.

Nara kembali tersenyum. Membalas, "Itu namanya malak Bang. Bukan bikin perhitungan."

"Oh, beda nyah?"

("Oh, Beda yah?")

"Beda atuh Abang!"

"Sama satu lagi. Kalo bertemanan itu yang banyak-banyak yah! Jangan sendirian terus. Waktu SMA mah gapapa ada Abang. Sekarang kamu di tempat kerja gak ada siapa-siapa. Itung-itung kamu nitipin diri aja yah."

Nara terdiam.

Percuma banyak teman kalo ujung-ujungnya ia lebih nyaman sendirian.

"Abang tau kamu kuat Nar. Saking kuatnya kamu, Abang takut gak berguna. Semuanya kamu pendem sendirian."

PELUKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang